Rabu, 14 Desember 2016

MENCERMATI EKSEPSI PENASEHAT HUKUM AHOK, dan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terhadap Ahok Atas Kasus Penistaan Agama nasional

MENCERMATI EKSEPSI PENASEHAT HUKUM AHOK
Oleh: DR. H. ABDUL CHAIR RAMADHAN, SH, MH.

1. Eksepsi tdk fokus, Eksepsi lebih ke arah pembelaan (pledoi). Sangat sedikit menguraikan ttg adanya dakwaan PU yang kabur (abscur libel) dll, sebagai syarat Eksepsi.
2. Ahok menyatakan tidak ada niat (mens rea) dan tidak bermaksud utk menista agama. Dia maksudkan kpd lawan-lawan politiknya yang tdk bisa bersaing dlm program.
Hal ini tdk sesuai bukankah pada tgl tsb blm masuk waktu kampanye dan bahkan blm ditetapkan Calon oleh KPUD?
3. Dia jg nyatakan telah menanyakan ttg Asbabun Nuzul kpd teman2nya ttg maksud Al Maidah : 51.
Hal ini tdk dpt dibenarkan, dia tdk ada legal standing utk menjelaskan surah Al Maidah 51 karena ia tdk mengimani Al Quran dan dia bukan bersama Islam, sehingga bagaimana mungkin dia dapat mengetahui makna yang sebenarnya.
4. PH tdk relevan dng menyebut video yang diunggah oleh Buni Yuni, karena sdh di lakukan uji Labfor oleh Penyidik dan hasilnya Sah sbg Barang Bukti.
5. PH tdk relevan dng mengaitkan Aksi Bela Islam terkait dng tuntutan keadilan dlm proses Penegakan Hukum. Adalah Sah dan dijamin UU setiap warga negara menyampaikan pendapat dan menuntut keadilan.
6. Cepatnya proses Sidik dan Pelimpahan ke PN tidaklah menyalahi hukum acara pidana.
Tahapan penyelidikan sd Gelar Perkara sdh memenuhi ketentuan.
Penetapan Tersangka juga sdh sesuai dng hukum acara, dng didahului oleh adanya 2 alat bukti yg Sah serta sdh dilakukan Gelar Perkara Penyidikan seusai Gelar Perkara penyelidikan.
7. PH menyatakan bahwa harus diterapkan prinsip Ultimum Remedium. PH telah salah mengaitkan asas ini, terlebih lg dikaitkan dng SKB dlm penerapan Pasal 156a huruf a KUHP. Apalagi disebut Pasal 156a adalah delik materil.
Perlu diketahui prinsip Ultimum Remedium baru dikenal baru2 ini, sbgmn diterapkan dlm UU Lingkungan Hidup, jadi tdk ada kaitannya dng UU 1 PNPS 1965.
Adapun SKB hanya dpt diterapkan utk penyalahgunaan terhadap ajaran agama yg menyimpang dari suatu aliran sesat yang menyerupai ajaran agama ybs. Utk penodaan tdk perlu SKB. Sifat delik pada Pasal 156a adalah delik formil jadi tdk membutuhkan adanya akibat sbgmn delik materil.
8. PH mengaitkan asas Restoratif Justice juga tdk relevan. Ini Teori dari Jhon Rawls yg tdk terkait dng delik agama, lbh tepat Teori ini utk Pemidanaan terhadap Tindak Pidana Lingkungan Hidup.
9.PH menyatakan huruf b pada Pasal 156a KUHP harus dibuktikan karena sifat delik adalah kumulatif. Ini menunjukkan bahwa PH tdk mengerti struktur Pasal 156a dan tdk mengerti nuansa kebatinan - histories Yuridis - masuknya Pasal 156a dlm KUHP. Pasal 156a adalah alternatif, oleh karena itu ada 2 Kejahatan yg diatur yakni huruf a atau huruf b. Dlm huruf a juga berlaku alternatif perbuatan (actus reus), permusuhan atau penyalahgunaan atau penodaan.
10. PH menyebut tdk ada kejelasan ttg Subject Korban. Perlu dicatat bhw Perbuatan Pidana pd Psl 156a huruf a tdk mensyaratkan subject korban adalah manusia tetapi agama itu sendiri salah satunya Kitab Suci. Adapun Pasal 156 KUHP subjecnya sangat jelas yakni Golongan Penduduk yang salah satunya berdasarkan agama.
Mohon disebarluaskan agar umat melek hukum


-----------------------------------


Inilah Isi Lengkap Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terhadap Ahok Atas Kasus Penistaan Agama

Islamedia - Sidang kasus penistaan agama Islam yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mulai digelar di memasuki agenda persidangan. Sidang perdana dimulai dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (13/12).

Berikut surat dakwaan lengkap kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok yang dibacakan JPU Ali Mukartono:

Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, untuk keadilan, Surat Dakwaan nomor register perkara idm 147/jkt.ut/12/201.

I. Identitas Terdakwa.
Nama lengkap Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Tempat lahir Mangar, Kabupaten Belitung Timur. Usia 50 tahun. Tanggal lahir 29 Juni 1966. Jenis kelamin laki-laki. Kewarganegaraan Indonesia. Alamat Jalan Pantai Mutiara Blok C, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Agama Kristen. Pekerjaan Gubernur DKI Jakarta. Pendidikan S2 magister manajemen.

II Penahanan
Oleh penyidik tidak dilakukan penahanan, oleh penuntut umum tidak dilakukan penahanan.

III Dakwaan Pertama bahwa terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa 27 sept 2016 sekira pukul 08.30-10.30 WIB, atau setidak-tidaknya pada bulan September 2016, bertempat di tempat pelelangan ikan atau TPI Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain di mana Pengadilan Negeri Jakarta Utara berwenang mengadili dengan sengaja di muka umum, mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia yang dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:

Pada hari Selasa, 27 september 2016 sekira pukul 08.30 WIB, terdakwa selaku Gubernur DKI Jakarta mengadakan kunjungan kerja di TPI Pulau Pramuka, Kelurahan Pulang Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten administratif Kepulauan Seribu, Prov DKI Jakarta dalam rangka panen ikan kerapu dengan didampingi oleh anggota DPRD DKI, Bupati Kepulauan Seribu, kepala dinas kelautan, perikanan dan ketahanan pangan DKI Jakarta, asisten ekonomi dan dihadiri oleh para nelayan, tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat setempat.

Pada saat terdakwa mengadakan kunjungan tersebut, terdakwa sudah terdaftar sebagai salah satu calon gubernur DKI Jakarta yang pemilihannya akan dilaksanakan pada bulan Februari 2017, bahwa meskipun pada kunjungan kerja tersebut tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan pemiihan gubernur DKI Jakarta, akan tetapi oleh karena terdakwa telah terdaftar sebagai salah satu calon gubernur, maka ketika terdakwa memberikan sambutan, dengan sengaja memasukkan kalimat dengan agenda pemilihan gubernur DKI Jakarta dengan mengaitkan Surah al-Maidah ayat 51 yang antara lain mengatakan sebagai berikut:

"Ini pemilihan kan dimajuin, jadi kalau saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017. Jadi kalau program ini kita jalankan dengan baik pun, bapak ibu masih sempat panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur, jd cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi enggak usah pikiran ah nanti kalau enggak kepilih pasti Ahok programnya bubar. Enggak, saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, ya kan, dibohongi pakai surah Al Maidah 51, macam-macam itu, itu hak bapak ibu ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka, karena dibodohin gitu, ya enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam nuraninya enggak bisa milih ahok, enggaksuka sama Ahok nih, tapi programnya gw kalau terima enggak enak dong, jadi utang budi, jangan bapak ibu punya perasaan enggak enak, nanti mati pelan-pelan loh, kena stroke".

Bahwa dengan pernyataan ini, seolah-olah surah Al Maidah ayat 51 telah digunakan orang lain untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah. Padahal terdakwa sendiri yang mendudukkan  atau menempatkan surah Al Maidah 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam proses pemilihan kepala daerah. Menurut terdakwa kandungan Surah al-Maidah ayat 51 tidak ada hubungannya dalam memilih kepala daerah. Di mana pendapat tersebut didasarkan pengalaman terdakwa dalam pemilihan kepala daerah di Bangka Belitung. Saat itu terdakwa mendapatkan selebaran-selebaran yang pada pokoknya berisi larangan pemimpin non-Muslim yang antara lain mengacu pada al-Maidah 51 yang diduga dilakukan lawan-lawan politik terdakwa.

Bahwa Surah Al Maidah 51 yang merupakan bagian Alquran sebagai kitab suci agama Islam berdasarkan terjemahan Departemen atau Kementerian Agama, bahwa "Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang yang zalim. Di mana terjemahan dan interpretasinya menjadi domain bagi pemeluk dan penganut agama Islam baik bagi pemahamannya maupun dalam penerapannya.
Bahwa perbuatan terdakwa yang telah mendudukkan atau menempatkan Surah al-Maidah ayat 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam rangka pemilihan gubernur DKI Jakarta dipandang sebagai penodaan terhadap Alquran sebagai kitab suci agama Islam sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaan MUI tanggal 11 Okt 2016 angka 4 yang menyatakan bahwa kandungan Surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Alquran.

Perbuatan terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 156 a huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Atau, kedua bahwa terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa 27 September 2016 sekira pukul 08.30-10.30 WIB, atau setidak-tidaknya pada bulan September 2016, bertempat di tempat pelelangan ikan atau TPI Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten administrasi Kepulauan Seribu atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain di mana Pengadilan Negeri Jakarta Utara berwenang mengadili dengan sengaja di muka umum, mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia yang dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:

Pada hari Selasa, 27 September 2016 sekira pukul 08.30 WIB, terdakwa selaku Gubernur DKI Jakarta mengadakan kunjungan kerja di TPI Pulau Pramuka, Kelurahan Pulang Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten administratif Kepulauan Seribu, Prov DKI Jakarta dalam rangka panen ikan kerapu dengan didampingi oleh anggota DPRD DKI, Bupati Kepulauan Seribu, kepala dinas kelautan, perikanan dan ketahanan pangan DKI Jakarta, asisten ekonomi dan dihadiri oleh para nelayan, tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat setempat.

Pada saat terdakwa mengadakan kunjungan tersebut, terdakwa sudah terdaftar sebagai salah satu calon gubernur DKI Jakarta yang pemilihannya akan dilaksanakan pada bulan Februari 2017, bahwa meskipun pada kunjungan kerja tersebut tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan pemilihan gubernur DKI Jakarta, akan tetapi oleh karena terdakwa telah terdaftar sebagai salah satu calon gubernur, maka ketika terdakwa memberikan sambutan, dengan sengaja memasukkan kalimat dengan agenda pemilihan gubernur DKI Jakarta dengan mengaitkan surah Al Maidah ayat 51 yang antara lain mengatakan sebaga berikut:

"Ini pemilihan kan dimajuin, jadi kalau saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017. Jadi kalau program ini kita jalankan dengan baik pun, bapak ibu masih sempat panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur, jd cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi enggak usah pikiran ah nanti kl enggak kepilih pasti Ahok programnya bubar. Enggak, saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya,  ya kan, dibohongi pakai surah Al Maidah 51, macam-macam itu, itu hak bapak ibu ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka, karena dibodohin gitu, ya enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam nuraninya enggak bisa milih ahok, enggaksuka sama Ahok nih, tapi programnya gw kalau terima enggak enak dong, jadi utang budi, jangan bapak ibu punya perasaan enggak enak, nanti mati pelan-pelan loh, kena stroke".

Bahwa dengan perkataan terdakwa tersebut, pemeluk dan penganut agama Islam yang merupakan salah satu golongan rakyat Indonesia seolah-olah adalah orang yang membohongi dan membodohi dalam menyampaikan kandungan surah Al Maidah ayat 51 yang merupakan bagian dari Alquran kitab suci bagi umat Islam tentang larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin kepada masyarakat dalam rangka pemilihan gubernur DKI Jakarta, karena menurut terdakwa, kandungan Surah al-Maidah ayat 51 tidak ada hubungannya dalam pemilihan kepala daerah. Di mana pendapat tersebut didasarkan pengalaman terdakwa dalam pemilihan kepala daerah di Bangka Belitung. Saat itu terdakwa mendapatkan selebaran-selebaran yang pada pokoknya berisi larangan memilih pemimpin non-Muslim yang antara lain mengacu pada al-Maidah 51 yang diduga dilakukan oleh lawan-lawan politik terdakwa.

Bahwa Surah al-Maidah 51 yang merupakan bagian Alquran sebagai kitab suci agama Islam berdasarkan terjemahan Departemen atau Kementerian Agama, bahwa "Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang yang zalim. Di mana terjemahan dan interpretasinya menjadi domain bagi pemeluk dan penganut agama Islam baik bagi pemahamannya maupun dalam penerapannya.

Bahwa perbuatan terdakwa yang telah menyatakan bohong kepada orang lain dalam hal ini pemeluk dan penganut agama Islam sebagai salah satu agama yang diiikuti di Indonesia yang menyampaikan kandungan Surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin dalam rangka pemilihan gubernur DKI Jakarta sebagai suatu penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaan MUI tanggal 11 Oktober 2016 angka 5 yang menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah Al Maidah ayat 51 tentang larangan non-Muslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.

Perbuatan terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Jakarta 01 Desember 2016

Penuntut Umum Ali Mukartono


Sumber : republika


Berikut Video Lengkap Pembacaan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Terhadap Ahok Atas Kasus Penistaan Agama



[islamedia.id]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar