Senin, 12 Oktober 2009

Harga Diri, Jiwa Mandiri, Dan Perusak Harga Diri.






Harga Diri

Apakah harga diri atau self esteem itu ?





 




Coopersmith (Gilmore, 1974) mengemukakan bahwa:

“….self esteem is a personal judgement of worthiness that is a personal that is expressed in attitude the individual holds toward himself. 

Pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Buss (1973) memberikan pengertian harga diri sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan. Merujuk pada kedua pendapat tersebut, maka harga diri dapat diartikan sebagai penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan.

Selanjutnya, Buss (1973) mengemukakan dua macam penilaian diri (self judgement) yaitu :
 (1) temporary dan (2) enduring. 
Penilaian diri temporary menunjuk pada perilaku khusus dan situasi tertentu. Contoh: “Hari ini saya bermain sepak bola jelek sekali”. Hal ini dibatasi oleh ruang dan waktu. Sedangkan penilaian diri enduring lebih berpusat dan berkaitan dengan self yang mencakup hasil dari berbagai pengalaman hidup yang mendasar, seperti: afeksi dari orang lain dan prestasi yang dicapai.

Pada bagian lain Buss (1973) mengemukakan model harga diri yang terdiri dari core dan peripheral. Core lebih bersifat permanent dan terbentuk oleh adanya kasih sayang orang tua yang tulus dan faktor konstitusional. Sedangkan peripheral bersifat stable dan terbentuk oleh prestasi yang dicapai dan afeksi dari orang lain, yang merupakan kelanjutan dari afeksi dari orang tua, bisa berasal dari teman atau cinta kasih dari lawan jenis. Terkait dengan pembentukan harga diri ini, Maslow (Jordan et.al., 1979) mengemukakan bahwa: ”The feeling self esteem can be realistic if it is soundly based upon real capacity personal ablities, achievement, and efficiency.

Harga diri individu mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku yang ditampilkannya. Mc Dougall (1926) mengemukakan harga diri merupakan pengatur utama perilaku individu atau merupakan pemimpin bagi semua dorongan. Kepadanya bergantung kekuatan pribadi, tindakan dan integritas diri.

Rosenberg (Gilmore, 1974) mengemukakan karakteristik individu yang memiliki harga diri mantap yaitu memiliki kehormatan dan menghargai diri sendiri seperti adanya. Sebaliknya, individu yang memiliki harga diri rendah cenderung memiliki sikap penolakan diri, kurang puas terhadap diri sendiri, dan merasa rendah diri.

Harga diri merupakan salah satu kebutuhan penting manusia. Maslow dalam teori hierarki kebutuhannya menempatkan kebutuhan individu akan harga diri sebagai kebutuhan pada level puncak, sebelum kebutuhan aktualisasi diri. Dikemukakannya, …most normal people have a need for self respect or self esteem and the esteem of others (Jordan et.al., 1979).

Balnadi Sutadipura (1983) menyebutkan bahwa kebutuhan harga diri merupakan kebutuhan seseorang untuk merasakan bahwa dirinya seorang yang patut dihargai dan dihormati sebagai manusia yang baik. Hal senada dikemukakan Abdul Aziz Ahayadi (1985) bahwa kebutuhan harga diri sebagai kebutuhan seseorang untuk dihargai, diperhatikan dan merasa sukses. Dari kedua pendapat di atas dapat dimaknai, bahwa setiap individu normal pasti berharap dan menginginkan dapat merasakan hidup sukses, dihormati dan dihargai sebagai manusia.

Pentingnya pemenuhan kebutuhan harga diri individu, khususnya pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka tidak memiliki harga diri yang mantap. Mereka akan mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior dan canggung. Namun apabila kebutuhan harga diri mereka dapat terpenuhi secara memadai, kemungkinan mereka akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan kayakinan diri (self-confidence) dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya (Jordan et. al. 1979)

Refleksi untuk saya dan Anda:

Berdasarkan uraian di atas ada refleksi buat saya dan Anda, bahwa:
Betapa pentingnya setiap orang untuk dapat membangun dan memenuhi kebutuhan harga dirinya secara realistik, melalui pengembangan segenap potensi yang dimilikinya hingga menjadi sebuah prestasi.

Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab besar untuk dapat memenuhi kebutuhan harga diri anak (siswanya), melalui pemberian kasih sayang yang tulus sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan harga diri yang stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting peran orang tua dan guru sebagai fasiltator.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/05/16/sekilas-tentang-harga-diri-self-esteem/

• Jiwa Mandiri Kunci Harga Diri


Kehormatan dan kemuliaan yang sebenarnya adalah ketika hati kita bebas dari bergantung kepada selain Allah SWT. Perjuangan kita untuk menjaga harga diri dari meminta-minta kepada selain Allah adalah bukti kemuliaan kita. Jiwa mandiri adalah kunci harga diri.

Segera setelah berhijrah ke Madinah, Rasulullah SAW mempersaudarakan orang-orang Anshar dan Muhajirin. Ada satu kisah menarik yang terjadi ketika Rasulullah SAW mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa'ad bin Rabi--orang paling kaya dari golongan Anshar.

Ketika itu Sa'ad berkata kepada Abdurrahman: "Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya, silakan pilih separuh hartaku dan ambillah! Dan aku mempunyai dua orang isteri, coba perhatikan mana yang lebih menarik perhatian anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperistrinya.

Jawab Abdurrahman bin 'Auf: "Semoga Allah memberkati anda, juga isteri dan harta anda! Tunjukkanlah letaknya pasar agar aku dapat berniaga....! Abdurrahman pergi ke pasar, dan berjualbelilah di sana.......

Hingga suatu ketika Rasul menyapanya, "Bagaimana keadaanmu sekarang, wahai Abdurrahman?" 
Ia pun menjawab, "Ya Rasulullah, saya sudah menikah dan maharnya saya bayar dengan emas. 

SAHABAT, kita sangat layak untuk meneladani sikap yang ditunjukkan Abdurrahman bin Auf di atas. Itulah kemandirian yang berakar dari terjaganya harga diri. Sebuah sikap terpuji yang mulai hilang dalam kehidupan masyarakat kita.

Sudah menjadi keniscayaan, jika kita bersandar kepada selain Allah, pasti kita akan takut kalau sandaran itu diambil orang. Tapi bila kita bergantung kepada Allah SWT, maka tak ada sedikitpun keraguan dan kecemasan yang akan menghampiri. Allah tidak akan mengabaikan orang yang bersungguh-sungguh berharap kepada-Nya. 

Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan, "Apabila seorang hamba-Ku mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan berlari. Apabila ia mendekati-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatinya satu hasta".

Jiwa mandiri adalah kunci harga diri. Selain akan merdeka dalam hidupnya, orang yang mandiri akan lebih rasa percaya diri, sehingga bisa melakukan pekerjaan lebih banyak, ucapannya lebih bermakna, dan waktunya akan lebih efektif. Karena itu, perjuangan kita untuk menjaga harga diri dengan tidak meminta-minta kepada selain Allah adalah bukti kemuliaan sejati.

Tapi kenapa ada orang yang begitu "tega" menggadaikan harga dirinya demi harta duniawi yang sedikit? 
Ataupun--dalam skala luas--kenapa bangsa kita yang demikian kaya harus mengemis minta bantuan negara lain? 
Jawabnya, kita terlalu menganggap topeng dunia sebagai sumber harga diri. Sebagian besar kita terlalu sibuk membangun aksesoris duniawi, tanpa disertai kesibukan membangun harga diri. Tak mengherankan apabila ada orang yang jabatannya tinggi tapi perbuatannya rendah. Atau ada yang hartanya banyak, tapi jiwanya miskin.

KITA harus mulai bangkit menjadi manusia-manusia berjiwa mandiri. 

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan. 

Pertama, tekadkan dalam diri untuk menjadi orang yang mandiri. Dalam hidup yang hanya sekali ini, kita harus terhormat dan jangan menjadi budak dari apapun selain Allah SWT. Tekadkan terus untuk selalu menjaga kehormatan diri dan pantang menjadi beban. Andai pun hidup kita membebani orang lain, kita harus berusaha membalas dengan apa-apa yang bisa kita lakukan. Ketika kita membebani orangtua, maka harga diri kita adalah membalas kebaikan mereka. Begitupun kepada guru, teman, atau tetangga. Jangan sampai diri kita terhina karena menjadi benalu dan peminta-minta yang hanya menyusahkan orang lain.

Kedua, berani memulai. Hanya dengan keberanian orang bisa bangkit untuk mandiri. Tidak pernah kita berada di atas tanpa terlebih dahulu memulai dari bawah. Adalah mimpi menginginkan hidup sukses tanpa mau bersusah payah terlebih dulu.

Sungguh, dunia ini hanyalah milik para pemberani. Kesuksesan, kebahagiaan, dan kehormatan sejati hanyalah milik pemberani. Orang pengecut tidak akan pernah mendapatkan apa-apa karena ia melumpuhkan kekuatannya sendiri. Kejarlah dunia ini dengan keberanian. Lawanlah ketakutan dengan keberanian. Takut gelap, berjalanlah di tempat gelap. Takut berenang, segeralah menceburkan diri ke air. Semakin kita mampu melawan rasa takut, rasa malas, dan rasa tidak berdaya, maka akan semakin dekat pula keberhasilan itu dengan diri kita. Memang, segala sesuatu ada resikonya. Tapi inilah harga yang harus kita bayar dalam mengarungi hidup. Kalau kita tidak mau membayar harganya, kita pasti akan tersisih.

Ketiga, nikmatilah proses. Segalanya tidak ada yang instan, semua membutuhkan proses. Keterpurukan yang menimpa negeri kita, salah satu sebabnya karena kita ingin segera mendapatkan hasil. Padahal, tidak mungkin ada hasil tanpa memperjuangkannya terlebih dahulu.

Kita harus mau belajar menikmati proses perjuangan, menikmati tetesan keringat dan air mata. Dengan perjuangan nilai kehormatan yang sesungguhnya bisa terwujud. Kita jangan terlalu memikirkan hasil. Tugas kita adalah melakukan yang terbaik. Allah tidak akan memandang hasil yang kita raih, tapi Ia akan memandang kegigihan kita dalam berproses.

Kita tidak tahu kapan negeri ini akan bangkit. Tetapi bagaimana pun kita harus memulai dengan sesuatu. Ingatlah selalu kisah seorang kakek yang dengan semangat menanam pohon kurma. Ketika ditanya untuk apa ia melakukan semua itu, maka ia menjawab, "Bukankah kita makan kurma sekarang karena jasa orang-orang yang sudah meninggal. Kenapa kita tidak mewariskan sesuatu untuk generasi sesudah kita?".

Namun, jangan sampai kegigihan dan kemandirian kita mendatangkan rasa ujub akan kemampuan diri. Kemandirian yang sejati seharusnya membuat kita tawadhu, rendah hati. Sertailah kegigihan kita untuk mandiri dengan sikap tawadhu dan tawakal kepada Allah SWT.Jadi, kemandirian bukan untuk berbangga diri, tapi harus membuat kita lebih memiliki harga diri, bisa berprestasi, dan tidak membuat kita tinggi hati.
Wallahua'lam.

Penulis : KH. Abdullah Gymnastiar
REPUBLIKA - Senin, 22 Desember 2003
http://www.republika.co.id/berita/23882/Jiwa_Mandiri_Kunci_Harga_Diri



+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++



 

• Perusak Harga Diri

Harga diri adalah barang teramat mahal yang sekali-kali tidak akan bisa dibeli dengan uang. Namun sayang, sebagain besar manusia justeru beranggapan bahwa harga diri akan datang bila asesoris duniawi ada dalam genggaman tangannya. Padahal, demi Allah, itulah jiwa materialistis yang akan menghancurkan harga diri seseorang. 

Saudaraku, setidaknya ada lima ciri manusia yang telah terasuki karakter kapitalistik. Pertama, segalanya hanya diukur dengan materi. Kedua, rakus, tamak serta tidak pernah merasa puas memperturutkan keinginan. Ketiga, aji mumpung. Keempat, individualistis atau lebih mementingkan dirinya sendiri. Kelima, hanya mau berkalkulasi untung rugi. Sekiranya kita telah ikut terasuki lima ciri ini, maka kehancuran harga diri tinggal menunggu waktu.

Apa saja yang dapat menghancurkan harga diri kita?


Pertama, tak tahu malu. Sekali seseorang tebal muka, (maaf) bermuka badak, maka ia tidak akan malu kalau hidupnya membebani orang lain. Di rumah, di kantor atau pun di masyarakatnya ia hanya menjadi beban lantaran tangannya ditengadahkan kepada orang lain. Hidup berkeluarga misalnya. Bertahun-tahun ikut numpang di rumah mertua. Namun semuanya ia jalani dengan ringan, tanpa berpikir sama sekali untuk turut membayarkan listrik, telepon atau air yang sehari-hari dipakainya. Pemuda yang telah tamat sekolah, susah mencari kerja, tetapi sehari-hari hanya duduk-duduk saja, sementara batang demi batang rokok ia beli dari uang orangtuanya. Siapa pun yang hidupnya hanya mengharapkan uluran tangan orang tanpa mau membalas kebaikan, maka sedikit demi sedikit harga dirinya akan jatuh. Padahal, Islam mengajarkan bahwa harga diri kita harus dijaga sebaik-baiknya. Benar, kita memiliki kekurangan yang membuat kita membutuhkan pertolongan orang lain. Namun, kita pun harus ingat bahwa setiap kali membebani orang lain, maka kita harus berjuang agar bisa meringankan beban orang lain pada sisi yang mampu dan sanggup kita lakukan. Belajarlah untuk malu menikmati sesuatu yang bukan menjadi hak kita.

Kedua, tidak tahu balas budi. Membalas budi baik sebenarnya bukan hal sulit. Namun tidak banyak orang yang memiliki kemauan dan kemampuan melaksanakannya secara istiqamah. Padahal, ketika sedang membutuhkan bantuan orang lain, kita mengiba dan berharap agar dia sudi memberikan pertolongan. Sayangnya. begitu masalah terpecahkan, kita pun segera lupa seolah-olah jalan keluar itu datang dengan sendirinya.

Ada satu contoh. Ketika sakit biasanya kita, segera pergi ke dokter. Apa yang terjadi setelah penyakit sirna dari tubuh? Kita pun segera kembali tenggelam dengan kesibukan sehari-hari. Hampir tidak pernah terlintas dalam pikiran kita untuk mengangkat gagang telepon atau menulis SMS sekadar mengucapkan terimakasih.

Sebuah pepatah menyebutkan, Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Bertahun-tahun seseorang membiayai kita. Dari asalnya seorang menganggur, diberinya kita lapangan pekerjaan. Kebutuhan kita pun jadi tercukupi berkat imbalan yang diberikan. Terkadang kita lalai, terkadang pula mungkin sempat mengambil yang bukan menjadi hak kita. Namun, tidak membuat kita diberhentikan dari pekerjaan.

Apa yang terjadi kemudian ? ketika orang itu menyinggung perasaan, serta-merta kita menghapus daftar kebaikannya dalam memori. Yang tersisa dalam pikiran hanya keburukan yang mungkin hanya sekali dua kali. Bahkan bukan tidak mungkin, itu hanya sebuah kesalahpahaman. Semoga Allah menuntun kita menjadi orang yang tahu malu dan tahu balas budi. Amin.( KH Abdullah Gymnastiar )






http://mualaf.com/hikmah-dan-kajian/Tausiyah%20Aa%20Gym/354-perusak-harga-diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar