Minggu, 11 Oktober 2009

Makan Bersama Jadi "Barang" Langka ? Padahal Makan Bersama Bikin Keluarga Lebih Harmonis


Makan Bersama Jadi "Barang" Langka ?

Minimnya waktu untuk berkumpul seluruh anggota keluarga memang merupakan masalah paling krusial yang terjadi pada keluarga modern. Bila dibandingkan dengan 20 tahun lalu, di mana makan malam dan sarapan pagi adalah ritual penting yang dimiliki setiap keluarga, kini rasanya makan malam bersama adalah sebuah kemewahan.

Hal tersebut tercermin dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Unilever terhadap 6000 responden di 12 negara, termasuk Indonesia. Televisi dan pekerjaan merupakan bagian dari gaya hidup modern yang dianggap menjadi biang keladi berkurangnya, bahkan hilangnya kebiasaan makan bersama keluarga.

Menurut sosiolog keluarga dari Universitas Indonesia, Dr.Erna Karim, MSi, dalam keluarga modern, suami dan istri kini memiliki posisi seimbang dan sejajar, termasuk dalam hal finansial. "Kini setiap anggota keluarga memiliki mobilitas yang sangat tinggi, terutama karena suami-istri bekerja atau salah satunya tinggal di lain kota," ujarnya.

Karena itu, Erna tak kaget bila responden dalam survei tersebut mengatakan bahwa pekerjaan telah menggeser kegiatan makan bersama. Padahal, menurut Erna, kegiatan makan bersama merupakan kebiasaan atau tradisi yang sejak dulu ada di masyarakat kita. "Acara kumpul bersama dengan mediasi makan adalah tradisi yang ada di berbagai suku di Indonesia," kata konsultan dari Kelompok Sosialisasi Hati ini.

Makan bersama, menurut psikolog Dr.Rose Mini, M.Psi, bukan hanya untuk mengenyangkan perut, tetapi sebuah aktivitas bersama yang menyenangkan untuk menguatkan hubungan. "Saat makan harus ada komunikasi atau conversation yang menimbulkan kehangatan, bukan sekedar basa-basi," ujar psikolog yang akrab disapa Romi ini.

Saat makan bersama, timbul suasana diskusi yang ringan dan tidak menyudutkan. "Ada timbal balik dan empati pada orang yang diajak bicara," kata Romi. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa saat makan merupakan waktu yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai yang dianggap penting kepada anak-anak.

"Mengajari anak agar suka sayur atau kebiasaan baik lainnya, akan lebih efektif disampaikan saat makan bersama," kata Romi. Penelitian juga menunjukkan kebiasaan makan malam bersama bisa mengurangi perilaku buruk anak di sekolah.

Selain mengurangi perilaku buruk anak, ternyata menurut Erna makan bersama anggota keluarga juga bisa mencegah terjadinya perselingkuhan. "Rasa cinta itu dimunculkan karena kehadiran, dan makan malam adalah ritual untuk mengikat keanggotan keluarga," paparnya.

Lantas bagaimana menyiasati waktu berkumpul yang minim dalam keseharian keluarga-keluarga Indonesia, terutama yang hidup di kota besar dengan lalu lintasnya yang padat?

"Harus diakui makan bersama untuk orang Jakarta dan sekitarnya membutuhkan effort yang luar biasa. Tetapi bila makan bersama sudah dibiasakan dan menjadi tradisi keluarga, tentu setiap anggota keluarga akan merasa ada yang kurang bila kegiatan itu tidak dijalankan," papar Romi.

Bila kegiatan makan bersama tidak bisa dilakukan setiap hari, Romi menyarankan paling tidak dua hari dalam seminggu melakukan makan bersama.

Selain waktu yang disepakati seluruh anggota keluarga, Romi juga menyarankan agar ibu menyiapkan menu yang akan disantap. "Tanyakan pada suami atau anak nanti malam ingin dimasakkan apa, agar kegiatan makan makin menyenangkan," katanya.

Agar seluruh anggota keluarga lebih fokus, Romi dan Erna menyarankan agar saat makan sebaiknya televisi dimatikan. "Kalau sambil nonton TV nantinya isu utama yang ingin dibicarakan malah tersingkir," kata Romi.

Makan malam bersama merupakan saat yang dianggap lebih efektif untuk mencapai tujuan makan bersama karena pada malam hari umumnya seluruh aktivitas sudah selesai sehingga suasananya lebih santai.
"Kalau makan bersama dilakukan saat sarapan biasanya tidak fokus karena semua terburu-buru. Lagipula tingkat stres ibu-ibu di pagi hari juga lebih tinggi," kata Romi lagi. Sarapan bersama bisa dilakukan di akhir pekan yang suasananya lebih rileks

Makan Bersama Bikin Keluarga Lebih Harmonis

Keluarga inti merupakan sebuah lembaga kecil. Dari keluargalah segala norma, etiket, nilai-nilai, dan kepribadian seseorang terbentuk. Namun, ketika sebuah keluarga tidak lagi harmonis, hal-hal dan nilai baik sukar untuk diajarkan kepada anak-anak. Untuk itu, sebelum keluarga (sebagai tempat berbagi afeksi), nilai, dan sistem itu mulai rusak, usahakan untuk membentuk kembali kegiatan-kegiatan yang menyenangkan bersama. Salah satunya adalah dengan makan bersama. Ini merupakan kegiatan yang dulu merupakan budaya, namun terkikis oleh jaman dan dalih kesibukan, macet, banyak kerjaan, bahkan malas.

Data yang disajikan oleh Dr. Erna Karim M.Si, pengajar di Program Sarjana Sosiologi FISIP Universitas Indonesia, bahwa 5 tahun belakangan, angka perceraian umat Islam di kota–kota besar di Indonesia meningkat 3 kali lipat (hampir mencapai 300 persen). Yang terbesar terjadi di Surabaya (cerai talak sebanyak 17.728 perkara, cerai gugat 27.805 perkara), kedua di Bandung (cerai talak 13.415, cerai gugat 15.139); Semarang (cerai talak 12.694 perkara, cerai gugat 23.653 perkara); ketiga di Jakarta; dan keempat di Makasar. Data tahun 2005 –2006 ini berasal dari Dirjen Bimas Islam Dep. Agama RI.

Penyebab angka-angka perceraian di atas adalah ketidakharmonisan suami-istri, suami tidak bertanggungjawab, ekonomi, cemburu, kekerasan/penganiayaan, dan poligami. Hal ini sebenarnya bisa dicegah jika saja si orangtua dalam keluarga mendapat contoh bagaimana menjadi orangtua dari orangtua mereka sendiri. Karena ketika keluarga tidak harmonis, hal ini cenderung berulang kepada anak-anaknya.

Salah satu cara untuk menjembatani ketidakharmonisan keluarga adalah dengan makan bersama. Dr. Erna Karim, M.Si, pada peluncuran kampanye Royco Ayo Makan Bersama! mengatakan, “Kebiasaan makan bersama merupakan tradisi yang ada sejak dulu di masyarakat Indonesia. Namun, karena ada kendala struktural, seperti jam aktivitas keluarga yang tak sama, kepadatan lalu lintas, pengaruh teknologi, dan lainnya membawa implikasi kepada pergeseran nilai-nilai dan norma makan bersama."Padahal, makan bersama memiliki 3 fungsi, yakni mengenalkan variasi makanan pada anak, membentuk pola asuh anak, dan mengikat kebersamaan suatu keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil, terang Dr. Erna.

Dr. Rose Mini, M.Psi, psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengutip hasil penelitian Teri L Burgess-Champoux, School of Public Health di University of Minnesota, yang melibatkan 677 remaja, tahun 1998 -2004. Makan bersama secara rutin selama masa peralihan, dari awal sampai pertengahan masa remaja, secara positif berdampak pada perkembangan perilaku sehat bagi pemuda, begitu menurut hasil penelitian tersebut.

Menurut Dr. Rose Mini, “Makan bersama bukan sekadar mengenyangkan perut saja, tapi juga mengenyangkan jiwa (soul food), memunculkan emosi positif bagi keluarga karena ada interaksi antaranggota keluarga sehingga dapat menciptakan hubungan yang erat dan harmonis. Namun, yang perlu diingat, bahwa pada saat makan bersama, hendaknya anggota keluarga saling menyimak dan menunjukkan empati kepada lawan bicara dan bukan sekadar basa-basi, serta mendengarkan sambil lalu, agar tercipta sebuah dialog positif.”

Pada tahun 2008, Unilever mengadakan penelitian terhadap 6.000 responden di 12 negara untuk mengetahui budaya makan bersama keluarga. Di Indonesia, penelitian ini dilakukan di Jakarta dengan 500 responden dengan rentang usia 18-65 tahun dengan jumlah responden imbang laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan budaya makan bersama keluarga yang disebabkan oleh gaya hidup modern.

Cara untuk mengembalikan budaya makan bersama ini? Tentu kembali lagi dengan komitmen dan komunikasi di antara keluarga. Harus ada yang memulai untuk melakukan kegiatan ini. Setidaknya peran orangtua, misal ibu yang senantiasa mencipta suasana makan yang kondusif bersama keluarga. Lengkapi dengan hidangan lezat bergizi dan disukai anggota keluarga. Harus ada komitmen dari setiap anggota keluarga untuk sampai di rumah lebih awal dan meluangkan waktu agar dapat makan bersama beberapa kali tiap minggu, mengurangi bepergian dan makan di luar rumah, mengurangi aktivitas di depan televisi, komputer, video game, telepon genggam, dan alat komunikasi lain. Ini penting, agar mendapatkan interaksi tatap muka dan interaksi yang akrab. Keluarga yang makan bersama, lebih besar kemungkinannya untuk selalu terus bersama.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/08/20/1538233/makan.bersama.bikin.keluarga.lebih.harmonis

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/08/08/1352567/makan.bersama.jadi.barang.langka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar