Kamis, 01 Oktober 2009

Hidup Mati Manusia


Menjelma menjadi angin lalu


Jangan berdiri di depan kubur saya dan menangis.

Saya tidak berada di sana, saya tidak sedang tertidur lelap, tubuh saya telah menjelma menjadi angin sepoi.

Terbang santai di langit yang luas tak terbatas.

Pada musim gugur saya menjelma menjadi menjadi sinar mentari yang menyinari sawah dan ladang.

Pada musim dingin saya menjelma menjadi sinar putih bagaikan cahaya intan.

Ketika fajar menyingsing menjelma menjadi burung dengan kicau membangunkan Anda.

Ketika tirai senja turun saya menjelma menjadi bintang-bintang untuk melindungimu dengan lembut. Jangan berdiri di depan kubur saya dan menangis.

Saya tidak berada di sana, saya tidak meninggalkan dunia.

Saya telah menjelma menjadi angin sepoi.

Terbang santai di langit yang luas tak terbatas.


(anonim/youmaker.com)

Setelah pensiun dari pekerjaan, Annie, sahabat yang telah lama tinggal di luar negeri, kembali ke Taiwan untuk mengurus sesuatu. Saya menelponnya khusus untuk menyapanya. Setelah dua tahun tidak pernah berhubungan, kami lalu bercerita tentang masa lalu, menanyakan keadaannya sekarang.

Tetapi ketika saya menanyakan keadaan ibunya yang telah berusia sembilan puluh tahun itu, dari suasana yang tadinya hangat dan tenang itu, segera menembus masuk seberkas kemurungan dan kesedihan.

Dengan penuh kepedihan dia berkata, “Ibu saya telah tiada sudah hampir dua tahun, selama kurun tujuh ratus hari lebih lamanya, sangat sulit untuk dilupakan, acapkali membuat hati ini sedih, selalu merasakan ibu masih belum pergi. Di dalam mimpi, secara samar-samar saya masih bisa melihat bayangan ibu, masih bisa mencium bau khas ibu……”

Kesedihan karena ditinggalkan oleh sanak keluarga, memang adalah kepedihan yang paling memilukan dalam dunia ini! Saya tidak tahu harus mengatakan apa untuk menghibur dia, dan karena kebetulan saya sedang memegang sajak Indian berjudul “Menjelma Jadi Angin Lalu” yang tidak tertera siapa penulisnya, melalui telepon saya lalu bacakan sajak itu dengan perlahan dan lirih.

Selesai membaca kami berdua sama-sama merasakan keterharuan yang sangat mendalam. Setelah berhenti sejenak, sahabat saya itu lalu berkali-kali mengucapkan rasa berterima kasihnya, serta menyatakan bahwa dia sekarang sudah merasa jauh lebih baik dari pada sebelumnya.

“Cinta, berpisah dan berpulang” adalah salah satu dari delapan kesengsaraan yang dikatakan dalam ajaran Budha, dan berpulang merupakan kesengsaraan yang paling sengsara diantara kesengsaraan itu. Tetapi jika kita telah memahami makna dari kehidupan, maka harus bisa menghindari ikatan ini, berusaha membuka dan menguraikan ikatan ini, dan tidak lagi terbelit dan dilelahkan oleh masalah hidup dan mati.

Aliran Budha mengatakan, “Kita manusia memiliki tubuh Qing dan perasaan Qing,……..dari awal hingga sekarang, setelah mati lahir kembali, setelah hidup lalu mati, begini terus dalam kelanjutan tanpa batas dari mati dan hidup, hidup lalu mati.”

Pakar ilmu hidup dan mati dari Barat yang ternama, Elizabeth Coopeler Roxy, memiliki pemikiran agama dari Barat secara kaya dan mendalam dengan sangat jelas menunjukkan:

“Setelah menyelesaikan tugas pekerjaan yang diembankan kepada kita di dalam dunia fana ini, roh kita akan melepaskan diri dan meninggalkan jasad yang selama ini membelenggu roh kita, persis seperti kupu-kupu yang menerobos keluar dari kepompongnya. Ketika kesempatan telah matang, kita akan bisa meninggalkan jasad, melepaskan diri dari segala kesengsaraan, segala kerisauan hati dan ketakutan dalam kehidupan ini, bebas tanpa beban pikiran, bagaikan seekor kupu-kupu yang terbang ke sisi Tuhan…..”.

Masalah besar tentang hidup dan mati, adalah sebuah pelajaran yang perlu kita renungkan dan sadari sepanjang hidup kita.

"Menjelma menjadi angin lalu” adalah pandangan hidup dan mati orang Indian. Manusia setelah meninggal, menjelma menjadi mentari musim gugur, salju di musim dingin, burung yang terbang di angkasa, bintang dan angin sepoi, dengan setia menjaga mereka yang pernah menjadi handai taulan yang saling bergantung, juga sebagai langit dan ladang yang diandalkan untuk tumbuh menjadi kuat, ini adalah sebuah legenda yang betapa indahnya!

Sedangkan bangsa kuno Tiongkok, juga memiliki cerita legenda romantisnya sendiri, mengajarkan orang dengan tenang menghadapi hidup dan mati, itu adalah penjelmaan dari tubuh raksasa Pan Gu yang kesepian dan hampir mati, terandung langit bumi dan segala benda di dalamnya, semangat (jiwa) persembahan tanpa pamrih yang dipertunjukkan, serta rahasia dari jiwa yang berputar terus-menerus untuk selamanya.

Ada sebuah syair lagu Meng Xing (Terbangun dari Mimpi) yang melantunkan:

“Reinkarnasi di dunia fana selama beribu-ribu tahun, mati hidup hidup dan mati sebenarnya untuk apa? Nama dan keuntungan tidak akan bisa lama dan kekal, kemakmuran dan keterpurukan semuanya tergantung dari yang atas. Jiwa (roh) manusia sebenarnya berasal dari dewa yang berada di langit, kegagalan dan keberhasilan dalam dunia fana bagaikan asap yang lewat di depan mata. Perselisihan sebenarnya adalah dendam yang dibawa dari kehidupan sebelumnya, mendapatkan Fa memecahkan kesesatan akan naik ke atas langit.”

Legenda dan mitos mengatakan, melepaskan roh manusia yang telah meninggal, juga telah menghibur kepada yang masih hidup, biarkanlah dunia fana yang kurang sempurna ini, mendapatkan penyelesaian akhir yang memuaskan, hal ini sudah patut kita syukuri! (Fang Jing/The Epoch Times/lin)

Epoch Times Minggu, 06 September 2009
http://erabaru.net/kehidupan/41-cermin-kehidupan/4585-hidup-mati-manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar