Minggu, 11 Oktober 2009

Kunci Sehat Pasien Hipertensi


Hana, 45 tahun, berbaring lemas di tempat tidurnya. Perjalanan jauh di bawah terik matahari membuat ia terkapar lemas. Tekanan darahnya melonjak menjadi 180/110 mmHg. "Kepala rasanya mau pecah," ia berucap lirih. Bukan sekali ini ia menderita seperti itu. Kejadian serupa sebenarnya bisa dicegah kalau dia sadar akan penyakitnya dan rutin mengontrol tekanan darahnya. Namun, ia sering kali mengabaikan tekanan darahnya, bahkan dia mengaku hanya mengkonsumsi obat antihipertensi bila dirasa perlu.

"Padahal, bila sudah mengidap tekanan darah tinggi, pasien harus mengkonsumsi obat antihipertensi terus-menerus," ujar Dr dr Suharjono, SpPD-KGH,KGer, di Jakarta beberapa waktu lalu. Sebab, tekanan darah yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan peningkatan risiko serangan penyakit kardiovaskular tiga hingga empat kali, baik pada pria maupun wanita. Jika berkepanjangan, hipertensi bisa merusak pembuluh darah yang ada di sebagian besar tubuh, di antaranya menyerang beberapa organ seperti ginjal, otak, dan mata, yang akan mengalami kerusakan. "Gagal jantung, infark miokard, gagal ginjal, stroke, dan gangguan penglihatan adalah konsekuensi yang umum dari hipertensi," papar konsultan nefrologi hipertensi dari Rumah Sakit Cipto Mangukusumo itu.

Pada organ ginjal, tekanan darah yang tinggi dapat meningkatkan progresivitas proteinuria--adanya protein dalam urine. Protein dalam darah merupakan indikator terjadinya gangguan fungsi ginjal, karena ginjal tidak mampu menyaring protein agar tidak keluar ke urine. Sebaliknya, bila tekanan darah terkontrol baik, bisa mengurangi pengeluaran protein dalam urine dan memperlambat penurunan fungsi ginjal. Selain itu, hipertensi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah halus dalam ginjal sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk menyaring darah dengan baik. Akibatnya, dalam jangka panjang bisa mengakibatkan kerusakan ginjal yang lebih parah dan berakhir menjadi gagal ginjal.

Untuk itu, tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan hipertensi akan meningkatkan efektivitas pengobatan serta mencegah dampak buruk dari penyakit ini. Bukan itu saja, kepatuhan minum obat dalam jangka panjang mampu menurunkan morbiditas dan mortalitas penderitanya. "Dengan patuh minum obat antihipertensi, maka dapat mencegah kerusakan organ dan menurunkan risiko kerusakan organ yang dapat memicu terjadinya kematian," katanya.

Menurut Suhardjono, salah satu alasan tingkat kepatuhan yang rendah karena dosis yang tidak praktis, harga obat terlalu mahal atau jenis obat sulit didapat. Tapi, sebenarnya, bagi mereka yang sudah mengidap hipertensi, penanganan tahap awal dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, seperti menurunkan berat badan, pembatasan asupan garam, diet kolesterol dan lemak jenuh, berolahraga, pembatasan konsumsi alkohol, pembatasan konsumsi kopi, menggunakan teknik relaksasi untuk peredaan stres, tidak merokok, serta menggunakan suplemen potassium, kalsium, dan magnesium. Bila lini pertama tidak berhasil, ditangani dengan pemberian obat antihipertensi. Pemilihan jenis obat ditentukan oleh tingginya tekanan darah, adanya risiko kardiovaskular dan kerusakan organ target. Jenis obat yang digunakan dibedakan menjadi beberapa golongan, yaitu diuretik, beta blocker, calsium channel blocker (CCBs), angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor) dan angiotensin II reseptor blocker (ARB). Masing-masing golongan ini mempunyai karakteristik dan efek samping yang berbeda.

Menurut Suharjono, tingkat kepatuhan yang rendah juga sering disebabkan oleh efek samping pengobatan. Misalnya golongan beta blocker memicu pasien mengalami impotensi atau disfungsi ereksi dan golongan diuretik cenderung membuat pasien lemas dan sering buang air kecil. Obat golongan ACE inhibitor dapat merangsang refleks batuk dan golongan CCB bisa membikin kaki pasien menjadi bengkak.

Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, ditemukan obat antihipertensi dari golongan ARB. Obat golongan ini disinyalir lebih spesifik dampak positif melindungi kardiovaskular. "Dari penelitian terungkap, pasien telah merasa nyaman mengkonsumsi obat tersebut," ujarnya.

Hipertensi merupakan suatu kondisi ketika tekanan darah di atas 140/90 mmHg, dengan kategori normal kurang dari 120/80 mmHg. Saat ini diperkirakan lebih dari seperempat jumlah populasi dunia menderita hipertensi. Sayangnya, penyakit ini muncul tanpa gejala. Sulitnya mendeteksi tekanan darah tinggi juga menyebabkan pasien cenderung mengalami komplikasi terlebih dulu, sehingga pasien menderita sakit kepala, mengantuk, keletihan, sulit tidur, gemetaran, mimisan, atau penglihatan kabur.

"Hipertensi sulit diketahui bila kita tidak mengukur tekanan darah kita. Atau biasanya ada gejala, tapi itu pun jika sudah komplikasi," kata Suharjono.

Marlina Marianna


Kamis, 11 September 2008 | 08:26 WIB
http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2008/09/11/brk,20080911-134868,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar