Rabu, 07 Oktober 2009
Murah Hati yang Sesungguhnya
Angin Tornado telah menerpa sebuah kota kecil di dekat tempat tinggal kami, banyak sekali penduduk dalam kota itu menderita kerugian yang sangat parah. Sebuah foto khusus yang dimuat dalam surat kabar benar-benar sangat menyentuh hati saya.
Di dalam foto itu terlihat seorang ibu muda berdiri di depan rumahnya yang hancur total diterpa oleh angin Tornado, di samping ibu muda itu berdiri seorang bocah yang kira-kira berusia tujuh sampai delapan tahun menundukkan kepalanya dengan sedih. Di sisi lain ibu muda itu berdiri seorang anak perempuan kecil. Kedua tangan kecilnya sedang memegang erat baju ibunya, matanya memandang ke arah kamera, dengan sinar mata yang penuh dengan ketegangan dan ketakutan.
Dalam berita tersebut, wartawan juga memaparkan ukuran pakaian dari orang-orang yang berada di dalam foto. Setelah saya perhatikan ternyata ukuran pakaian mereka (anak yang berada dalam foto) hampir sama dengan ukuran pakaian anak-anak saya. Saya pikir ini merupakan kesempatan yang sangat baik untuk mendidik anak-anak saya agar mengerti bagaimana memberi bantuan kepada mereka yang tertimpa kemalangan.
Saya menempelkan foto dalam surat kabar itu di pintu lemari es, menceritakan kesulitan yang mereka (orang-orang yang berada dalam foto) hadapi sekarang, kepada sepasang anak kembar saya Brando dan Brant yang berusia tujuh tahun serta putri saya Mery yang masih berumur tiga tahun.
Saya katakan kepada mereka bertiga, “Kita memiliki begitu banyak barang, sedangkan orang-orang yang tertimpa bencana itu sekarang tidak memiliki apa-apa lagi. Sekarang kita akan berbagi benda-benda yang kita miliki dengan mereka.”
Saya mengeluarkan tiga kardus besar dari gudang dan meletakkan kardus-kardus itu di atas lantai. Ketika saya dan kedua anak lelaki saya sedang sibuk memasukkan makanan kalengan serta barang-barang yang tidak mudah rusak, juga sabun dan lain sebagainya ke dalam salah satu kardus besar itu, saya melihat Mery sedang memeluk Lucy, boneka kain yang sangat disayanginya, datang menghampiri diri saya.
Dia memeluk erat-erat boneka itu di depan dadanya, menempelkan pipi bundar kecilnya di atas wajah Lucy yang berwarna semu dan berbentuk pipih itu, setelah memberikan ciuman terakhirnya, kemudian dia meletakkan Lucy dengan perlahan di atas mainan-mainan yang lain.
Melihat itu saya berkata kepadanya, “Oh, sayangku kamu tidak perlu menyumbangkan boneka Lucy yang sangat kamu sayangi itu.”
Mery mengangguk-anggukkan kepalanya dengan serius, kedua matanya berkaca-kaca. Nampaknya dia sedang menahan agar air matanya tidak menetes keluar dan berkata, “Mama, Lucy memang telah membawakan aku kebahagiaan. Saya berharap dia juga bisa membawakan kebahagian kepada anak perempuan kecil itu.”
Saya mendadak tersadar, sesungguhnya setiap orang bisa saja dengan hati ringan menyumbangkan barang-barangnya yang sudah tidak dipakainya kepada orang lain, tetapi tidak semua orang bisa bermurah hati menyumbangkan barang yang paling ia sayangi kepada orang lain.
Murah hati yang sesungguhnya ini, kebaikan hati yang tulus ini terpancar dari tindakan dan harapan seorang anak yang masih berusia tiga tahun. Menyumbangkan sebuah boneka kain yang biarpun sudah usang, tetapi merupakan boneka yang paling dia sayangi itu kepada orang lain.
Saya sendiri yang semula ingin memberikan didikan kepada anak-anak, akhirnya malahan mendapatkan pelajaran dari tindakan yang dilakukan oleh anak-anak.
Mendengar kata-kata adiknya yang begitu polos, sepasang kakak laki-lakinya terperangah sampai lupa menutup mulut mereka.
Brant tidak mengatakan sepatah kata apapun, dia masuk ke dalam kamar mengeluarkan robot yang paling dia sukai. Dengan sedikit keraguan, memandang ke arah Mery, lalu meletakkan robot itu di samping boneka Lucy.
Wajah Brando memperlihatkan senyuman yang hangat, kedua matanya bersinar, dia juga lari masuk ke dalam kamar mengeluarkan beberapa mobil-mobilan kecil seperti kardus korek api yang paling dia sayangi, dengan serius dan hati-hati memasukkan mobil-mobil itu ke dalam kardus.
Saya mengeluarkan kembali jaket coklat yang lengannya sudah sangat aus itu dari kardus yang terisi pakaian. Lalu sebagai gantinya saya masukan jaket hijau yang baru saya beli minggu yang lalu ke dalam kardus baju.
Saya berharap wanita di dalam foto itu juga bisa seperti saya, akan menyenangi jaket hijau itu. (Epochtimes.co.id/lin)
The Epoch Times Selasa, 24 Maret 2009
http://erabaru.net/kehidupan/41-cermin-kehidupan/1563-murah-hati-yang-sesungguhnya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar