Kamis, 08 Oktober 2009

Empati Terhadap Perasaan Orang Lain - Penonjolan Diri Yang Tulus


Empati boleh dibilang ialah fondasi dari semua interaksi hubungan antar manusia. Karena memiliki kemampuan merasakan kondisi emosional orang lain, maka dari itu kita baru bisa merajut hubungan yang akrab dengan orang lain. Misalnya saja, si Daxiong (baca: Ta Siung) hari ini sangat tidak lancar dalam pekerjaannya, bertengkar dan berkelahi dengan orang di perusahaan.

Sesudah pulang kerja, pacarnya hendak mengajak janjian untuk jalan-jalan bersama, namun si pacar yang teliti sempat mendeteksi bahwa hari ini si Daxiong sedang dalam kondisi risau, oleh karenanya dia mengendalikan keinginannya hendak pelesir dan sebagai gantinya mendampingi Daxiong bertukar curahan hati. Jikalau pacar si Daxiong kekurangan rasa empati, pasti wajah cemberut Daxiong yang akan didapat Jenis wanita yang bagaimana yang bisa membuat orang senang atau membuat orang jengkel, dari contoh di atas sudah bisa ditebak.

Orang yang ekstrem kekurangan rasa empati termasuk penderita Autistic Disorder dan penderita Anti Social Personality Disorder, dikarenakan susunan otak mereka mengalami masalah, maka itu tidak mampu merasakan kondisi emosional orang lain. Bagi orang yang ekstrem kekurangan empati semacam ini, sulit memiliki hubungan antar manusia yang baik adalah suatu kewajaran. Akan tetapi kedua penderita semacam itu tidak banyak dijumpai, di dalam masyarakat sebagian besar orang yang mempunyai masalah pergaulan, kadang kala bukan karena tidak memiliki kemampuan mendeteksi perasaan orang lain, melainkan mereka tidak terlalu peduli dengan perasaan orang lain.

ORANG ZAMAN MODERN YANG EGOSENTRIS

Selanjutnya, mari kita berbincang tentang kondisi perasaan orang-orang ini:

Seiring dengan kehidupan materi yang semakin lama semakin maju, orang zaman sekarang semakin lama semakin terlalu mementingkan penonjolan karakter ego dan bersifat kritis, gejala ini pada diri anak muda terlihat paling mencolok. Mereka beranggapan kebajikan, kerendah-hatian, toleran dan kesabaran yang klasik adalah perilaku yang tidak berkarakter, dianggapnya bahwa tidak peduli dengan pendapat umum, penonjolan diri sendiri, bicara ceplas-ceplos barulah symbol dari berkarakter (kuat). Oleh karena itu, di bawah niat dan mindset seperti ini, mereka kadang kala berubah hanya menonjolkan perasaan ego sendiri, tidak sudi mempedulikan perasaan orang lain.

Penulis pernah berbincang dengan seorang anak muda, ia adalah orang yang berprestasi dalam sekolahnya, karena depresi maka ia datang berobat. Ia di dalam kelas adalah seorang yang setia dengan ego diri sendiri, suka mengunggulkan kelebihan diri sendiri (teman sekolah menganggapnya membual), juga mampu berdialog dengan guru di depan kelas, memperbincangkan pengalamannya sendiri (teman sekolah menganggapnya pamer), mimiknya serius (teman sekolah menganggapnya sombong). Akan tetapi ia tidak ingin mengubah hal-hal tersebut, karena ia beranggapan itu adalah dirinya yang sejati, sedangkan para teman sekelasnya tidak menyukainya, oleh karena mereka "sangat naiv". Ia sepenuhnya menonjolkan diri sendiri secara maksimal dan prinsip ingin mengatakan apa langsung dikatakan, namun peri laku ini malah membuat kebanyakan teman sekelasnya pada membencinya. Sehingga iapun terkena sindrom depresi berat.

Maka dari itu, anda beranggapan hanya ingin setia kepada diri sendiri, tanpa mempedulikan perasaan dan pemikiran orang lain? Dengan perbuatan tersebut ongkos yang harus dibayar terlalu mahal!

EMPATI KEPADA ORANG LAIN TAPI JUGA SETIA KEPADA DIRI SENDIRI


Barangkali anda akan bertanya, apakah hanya boleh berpikir selalu ber-empati kepada orang lain, dan tidak boleh berpikir menonjolkan diri? Tentu saja bukan demikan! Sebaliknya, perasaan ber-empati kepada orang lain dengan penonjolan diri secara tulus adalah tidak saling berlawanan. Problem krusialnya terletak pada, anda seharusnya di forum yang tepat berbicara dan berperilaku yang pas pula. Misalnya, di dalam forum publik, anda seharusnya lebih banyak peduli perasaan orang lain dan bertutur kata dengan cermat, berbicara dengan terlalu direk tanpa tedeng aling-aling bisa dengan mudah menyulut kemarahan khalayak.

Namun ketika anda mengikuti reuni para sahabat, jikalau anda terlalu berhati-hati, bisa mengesankan kepada orang lain semacam perasaan yang menjauh/tidak akrab. Oleh karena itu, cara yang paling jitu ialah, tatkala anda berhadapan dengan sekelompok orang yang tidak begitu akrab, anda musti bertutur kata dengan terkontrol, banyak ber-empati terhadap perasaan orang lain, dengan begitu bisa menghindari rasa permusuhan yang tidak perlu, tetapi tatkala anda berhadapan dengan sahabat karib, maka boleh-boleh saja sesuai tingkatan keakrabannya dengan tulus dan jujur mengekspresikan pemikiran/pendapat diri sendiri, malahan dengan demikian bisa membuat pihak lain merasa lebih akrab.

Banyak orang berpendapat, dalam menghadapi sekumpulan orang atau orang asing, kita berbicara dengan tidak to the point dan ber-empati kepada orang lain adalah hal yang bersifat basa-basi, sebenarnya ini adalah semacam cara cerdik menghindari kesalah-pahaman yang tidak perlu." Dengan bertambahnya tingkatan keakraban timbal balik secara berangsur, maka anda boleh dengan lambat laun menunjukkan sisi anda yang tulus, hubungan antar temanpun akan semakin harmonis.

Kita sering mendengar contoh antar sahabat baik yang bisa saling mengkritik langsung dan saling menganalisa meskipun demikian hubungan mereka tetap kental. Persahabatan semacam itu membuat banyak orang merasa terkagum-kagum. Akan tetapi anak muda sepertinya telah lupa, komunikasi yang begitu tulus dan langsung diperlukan persahabatan yang terbina dalam jangka waktu lama?Dikala anda menghadapi seorang asing atau sekelompok orang, jikalau anda menggunakan metode semacam ini menghadapi orang lain, percayalah, tidak butuh waktu lama, maka orang yang antipati kepada anda pasti akan bermunculan bagaikan rebung yang tumbuh jor-joran sesudah hujan mengguyur.

RUANG PSYCHO THERAPY


Harus belajar membedakan sikon yang bagaimana seharusnya banyak ber-empati terhadap orang lain dan pengendalian diri, sikon yang bagaimana seharusnya mengekspresikan diri dengan tulus dan komunikasi tanpa tedeng aling-aling. Ketika anda telah berhasil mempelajari hal ini, di dalam suatu grup anda akan memperoleh pengakuan secara luas, diantara kawan-kawan memperoleh persahabatan yang tulus.

Dikutip dari: Disupply oleh Yuan Shui Wen Hua

www.dajiyuan.com

http://erabaru.net/kehidupan/59-etika/91-empati-terhadap-perasaan-orang-lain-penonjolan-diri-yang-tulus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar