Minggu, 18 Oktober 2009

ISTIGHFAR



“ Manusia hidup di alam material, namun sekaligus dikelilingi oleh seluruh tingkat eksistensi yang lebih tinggi diatasnya “.



Manusia tradisional hidup dalam kesadaran akan realitas ini, sekalipun pengetahuan metafisik dan kosmologisnya diluar pengetahuan orang mukmin kebanyakan. Dan sudah menjadi Sunnah Allah rupanya, bahwa manusia mempunyai sifat keluh kesah. Sifat ini akan selalu menimpa setiap orang, tidak mengenal golongan ataupun tingkatan. Kegelisahan dan ketidak-tenangan hati semakin meningkat pada orang yang telah berbuat dosa kesalahan atau kejahatan, baik terhadap Tuhan YANG MAHA ESA, maupun terhadap sesama manusia.

Sesungguhnya hati nurani setiap orang, merindukan cahaya yang merupakan simbol kehadiran Tuhan, cahaya yang bersinar diseluruh kosmos dan mengandung arti suatu penghargaan yang dihubungkan dengan karunia Ilahi, yaitu menunjukkan realitas kosmos sebagai wahyu primordial Tuhan dengan diturunkan firman-Nya atas manusia sebagai suatu pengharapan bagi mereka-mereka yang telah berbuat dosa.

“ Dan siapa-siapa yang mengerjakan keburukan atau menzalimi dirinya sendiri dengan berbuat dosa, kemudian mohon ampun kepada Allah, maka Allah akan mengampuni dan mengasihinya”

Islam telah menekankan alam primordial manusia dan berusaha dibangkitkan kembali untuk menyadarkan manusia dari keterlenaan didalam melakukan perbuatan-perbuatannya yang dilarang Tuhan.

Sebuah kesadaran yang sesungguhnya merupakan substansi dari manusia primordial dan sebab terbentuknya eksistensi manusia (raison d’être). Dengan cara inilah, Tuhan melalui utusan-Nya yang terakhir, membangun kembali alam sebagai tempat peribadatan utama. Tempat sang manusia sempurna menyentuhkan dahinya ke bumi sebagai perintah langsung dari sang pencipta, dan tempat para manusia yang menyesali diri, dari larangan-larangan Tuhan yang telah dilanggarnya, dengan cara melakukan shalat taubat dengan penuh harapan agar diampuni segala dosa-dosanya.

Akan tetapi janganlah keinginan bertaubat itu lebih lemah daripada keinginan untuk berbuat dosa, dan jangan sekali-kali manusia putus asa dari ampunan Tuhan dan dari rahmatNya.

Seseorang yang sering bertaubat adalah suatu perbuatan yang baik dan suci mensucikan, karena bertaubat itu akan mengembalikan manusia pada kesucian primordial (al-fitrah).

“ Pada saat yang sama , TUHAN YANG MAHA ESA menghadirkan diri-Nya secara langsung didalam hati manusia yang bertaubat dengan mengumandangkan sebuah simfoni abadi dalam keselarasan yang ada pada alam yang suci”
.

Ingatlah sabda Rasulullah Saw “ Yang paling baik diantara kamu ialah yang sering tergoda tapi sering bertaubat, sering kembali kepada Allah dengan perasaan menyesal atas dosanya dengan Istighfar “

Istighfar adalah bagian dari salah satu ibadah Islam yang ditemukan pertama kali pada penyucian kembali alam dalam hubungannya dengan “Abul Basyar” (Nabi Adam As), sebagai wujud primordial yang tetap menyadari hubungan batinnya dengan YANG MAHA ESA maupun dengan ciptaan-Nya, yang pada saat itu Nabi Adam As, hanya sekali saja ia bersalah dalam melanggar aturan atau larangan Tuhan.

Dan pada akhirnya ia (Nabi Adam As) diturunkan ke dunia dari tempat asalnya, surga. Setelah itu Nabi Adam As menangis menyesali perbuatannya sampai 200 tahun lamanya, dan Allah pun berkenan menerima taubatnya dan Allah mengampuni kesalahannya yang hanya satu macam itu, yakni memakan buah khuldi karena ditipu oleh Iblis Laknatullah.

Manakala kelalaian terhadap perintah Allah telah mengaburkan cahaya kerohanian Adam As disaat ia menampakkan keinginannya untuk hidup kekal di surga dan berada disamping Tuhan, dan Tuhanpun berkehendak mengantarkan Malaikat Jibril As kepada Adam As, maka ketika itulah kehendak dirinya tampak.

Oleh karena itu, kehendak Adam dihancurkan dan kedekatan dirinya kepada Tuhan dimasa itupun dihilangkan. Cahaya keimanan yang bersinar terang itu berubah menjadi sedikit kotor. Kemudian Allah memberikan peringatan kepadanya agar ia menyadari akan dosa dan kesalahannya serta memerintahkan kepadanya agar mengakui kesalahan dan dosanya dengan memohon ampunan Allah Swt. Seperti tersebut didalam Al-Qur'an Adam As, berkata :

“Wahai Tuhan kami sesungguhnya kami telah berbuat aniaya terhadap diri kami sendiri. Jika engkau tidak mengampuni kami dan mengasihi kami, maka kami termasuk golongan orang-orang yang merugi“.

Kemudian datanglah petunjuk-Nya kepada Adam As, yakni : kesadaran untuk bertaubat. Dan ilmu hikmah yang tersembunyi didalam peristiwa inipun bersingkap. Dengan kasih sayang-Nya, Allah Swt menyuruh mereka (Adam dan Siti Hawa) agar bersegera bertaubat. Setelah itu, keinginan yang timbul dari diri Adam As telah diganti dan keadaannya yang semula pun dirubah.

Dan Allah memberikan kepadanya kedudukan didalam dunia ini dan diakhirat kelak. Maka jadilah dunia ini sebagai tempat tinggalnya dan tempat tinggal keturunannya, dan diakhirat kelak adalah tempat kembalinya yang kekal abadi.

Demikianlah bermohonnya orang yang bertaubat dan menjerit dalam hatinya, seperti Nabi Adam As, maka bagaimana halnya dengan seseorang yang terus menerus berbuat dosa dengan tanpa pernah bertaubat satu kalipun juga?

Allah Ta'ala berfirman :

“ DIA (Tuhan) tidak ditanya tentang apa yang dia perbuat, dan merekalah yang akan ditanyai “.
(QS. 71: 23)

Dari Abu Darda Ra, berkata: ”Nabi Saw bersabda: Allah berfirman : Kelak pada hari kiamat Allah ta'ala berfirman hai Adam bangkitlah dan siapkan dari anak cucumu sembilan ratus sembilan puluh sembilan bagian neraka dan satu bagian surga. Maka menangislah Rasulullah dan para sahabatnya, kemudian Nabi Saw, bersabda angkatlah kepalamu, demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya. Sesungguhnya perbandingan umatku dengan umat-umat yang lain, bagaikan sehelai rambut putih dikulit lembu yang hitam” (al-hadits Qudsi)

Istighfar merupakan pusat teragung yang darinya segala sesuatu berasal dan kemana segala sesuatu itu kembali. Oleh karena itu, dengan merenungkan kata-kata (isi) pada Istighfar, seseorang mampu menembus kedalam makna batinnya dengan bantuan simbol prinsip-prinsip realitas maupun pedoman yang terwujud, karena kata-katanya turun dari dunia spiritual ke dunia fisikal dan memiliki substansi spiritual batin, yang meskipun terdiri atas satu bentuk namun tampak banyak dalam cermin keserbaragaman pada kehidupan manusia. Karena ia (Istighfar) merupakan bentuk esensial serta spiritual yang tempat penampakkannya didalam hati.

Hati serta jiwa seluruh muslim disegarkan oleh keagungan dan pola bentuk-bentuk beragam dari tata cara memohonkan ampunan kepada Tuhan YANG MAHA PENGAMPUN yang banyak mengelilingi kaum muslim yang hidup didalam masyarakat Islam tradisional.

Ini merupakan sebuah kesadaran substansi manusia primordial dalam berdoa dan memohon ampunan dari dosa yang telah diperbuatnya kepada Tuhan dengan secara langsung, seperti yang telah dijanjikan-Nya didalam Al-Qur'an.

Allah Ta'ala berfirman

“Barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun, Lagi Maha Penyayang “.

Bahaya kesombongan yang disebabkan oleh pembenaran diri dalam kehidupan beragama dan berbagai unsur lain dari jalan spiritual menunjukkan kenyataan, bahwa akar jiwa tenggelam dalam dunia keserbaragaman makhluk dan bahwa manusia selalu dibuyarkan dan dialihkan oleh berbagai benda untuk mampu memusatkan pikiran dan jiwanya kepada Sang Pencipta.

Manusia yang telah melakukan satu dosa, ada yang merasa malu atas dosa-dosanya itu kepada sang Pencipta dan ada pula yang tidak merasa malu sama sekali, bahkan ia terkesan bangga dengan dosa-dosa yang diperbuatnya.

Bagi manusia yang masih memiliki rasa malu karena dosa-dosa yang dilakukannya, maka hatinya ditenteramkan oleh kemurahan Tuhan yang tak terhingga. Dan kenyataan oleh kenyataan lain bahwa, ia cenderung untuk terus menerus mengalami perubahan suasana hati dan jiwanya menuju pintu gerbang taubat, setelah ia menyadari perlunya memiliki penunjuk jalan dalam proses pencapaian pembersihan jiwanya.

Karena tujuannya adalah YANG MAHA BENAR, sungguhpun ia harus meninggalkan dunia ditengah perjalanan, ia akan tetap berarti

“ Manusia-manusia semacam inilah (yang berbuat dosa kemudian menyadari kesalahannya, dan bertaubat kepada-Nya) mereka akan melihat suatu wujud tanpa kualifikasi dan gambaran diluar persepsi pikiran dan pemahaman“..

Bagi mereka yang tidak memiliki rasa malu dari ulah perbuatan dosa-dosanya, dan tidak pernah sekalipun bertaubat kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Pengampun, bahkan mereka menjadi lebih larut dalam perbuatan dosa-dosanya dan mengira, bahwa maut masih lama untuk menjemputnya (thulul amal) maka dirinya akan tergelincir masuk kedalam jurang dengan tanpa seorang pun yang akan mampu menolongnya.

Ini semua akibat dari thulul amal, sehingga hati mereka akan membatu dan lupa kepada akhirat. Sebagaimana dikatakan oleh Sayyidina Ali Karamallahu wadzhahu: “Sesungguhnya yang sangat aku takutkan untuk kamu ada dua hal, pertama perasaan masih jauh akan mati dan kedua tunduk kepada nafsu”. Dan dikatakan lagi, bahwa “setan mempunyai kekuasaan hanya selama manusia terikat kepada keduniawian, dan sekali yang duniawi teratasi, maka kekuasaan lawanpun teratasi, karena selama engkau adalah engkau, bagaimana yang wujud dapat membangun diri-Nya dalam dirimu…?”.

Jika manusia merasa masih lama akan mati, niscaya akan sedikit taatnya, dan terlambat untuk bertaubat, serta ketenangan hidup tidak akan ia rasakan lagi, sebagaimana diriwayatkan oleh Sayyidina Abi Dzar Ra. Beliau mengatakan: “Aku telah dibunuh oleh kebingungan hati walaupun aku belum sampai ke sana”. Maka ada yang bertanya, “Bagaimana arti dan maksudnya itu ya Abi Dzar?” Jawab beliau : “Karena angan-anganku melampaui ajalku”.

Kepedihan yang sangat mendalam dari kenyataan pikiran hati dan jiwa manusia yang telah banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran dan peraturan-peraturan Tuhan, akan mengubah kesadaran batiniah seseorang untuk bersegera menyadari kesalahan-kesalahannya dari akibat menjual diri surgawinya dengan kemaksiatan, keserakahan dan pengkhianatan.

Hal ini dikarenakan, jiwa manusia selalu menjadi arena pertempuran antara malaikat disatu pihak dengan setan beserta bala tentaranya dipihak lain, yang masing-masing berhubungan dengan kekuatan dan agen dalam kehidupan manusia itu sendiri, dalam memerankan drama pembebasan dan penyucian pada suatu perjuangan spiritual yang terus berlangsung didalam jiwa manusia dimanapun dan kapanpun.

“ Seseorang yang memiliki kepekaan terhadap pesona spiritual akan mampu melintasi horizon esoterisme Islam yang sangat luas dan meniupkan ruh baru kedalam eksistensi material”

Dirinya akan mampu melakukan perbuatan kreatif yang merupakan sesuatu yang hanya dapat dihasilkan oleh perasaan terdalam yang memungkinkannya masuk kealam ruh untuk mencapai tingkat kesucian yang lebih tinggi dan menjadi pintu gerbang untuk masuk kedalam lautan rahasia Tuhan

Dan ia akan melihat dirinya bersegera kepada taat dan bertaubat, maka ia akan bersih dan terbebas dari maksiat serta hilanglah kekerasan hatinya. Ini merupakan sebuah penyucian hati, yang juga berarti sebuah perjalanan jiwa yang bermula dari sesuatu yang membingungkan jiwanya sendiri, menuju pusat yang berkilauan.

Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Sayyidina Hatimul Ashom Ra, bahwa : “Orang yang tidak bersegera taubat dari dosa-dosanya termasuk orang yang panjang angan-angannya, orang yang dengki itu bukanlah seorang ahli agama, orang yang suka mencela dan mengadu domba tidak termasuk golongan orang-orang yang beribadah. Dan orang-orang yang keras hatinya tidak mau menerima nasihat-nasihat yang baik termasuk orang yang merugi, baik didunia maupun diakhirat kelak”.

Hakikat Istighfar, kehadirannya merupakan karunia dari Tuhan dan tanda dari keMaha kasih-Nya yang tetap dapat diperoleh manusia kapanpun dan dimanapun, asal mereka mau membuka dirinya sendiri untuk menghidupkan kembali cahaya semangatnya untuk bertaubat dan mohon ampunan-Nya serta berusaha menyesuaikan dirinya dengan hukum-Nya yang kekal lagi abadi agar mendapatkan hikmah kesucian dan hikmah kemuliaan dari Tuhan semesta alam.

Sesuai sabda Nabi Saw : “Sumber hikmah adalah rasa takut kepada Allah” (Ra's al-hikmah makhafat Allah), dan juga merupakan sumber keagungan dan kemuliaan dalam diri manusia itu sendiri, karena hikmah dari hakikat Istighfar itu mengalir seperti arus sungai yang bermuara dari sumber air pegunungan rahasia Al-Qur'an. Firman Allah Swt :

“ Innamaa yakhsyaallaha min ibaadihil ulamaa'u “

artinya : Hanya hamba Allah yang berilmu, yang dapat mempunyai perasaan takut kepada Allah Swt.

Realitas Istighfar dalam seluruh kesempurnaannya meliputi aspek kenisbian sesuatu dan refleksi wujud maupun simbol positif dari tingkat realitas yang lebih tinggi dan akhirnya adalah realitas terakhir itu sendiri yang bersama-sama melukiskan sepenuhnya realitas suatu obyek dengan memantulkan ketaknyataan dan memperjelas realitas esensialnya sebagai suatu simbol positif dan keselarasan yang menyeluruh.

“ Istighfar memungkinkan kehampaan kekosongan hati dari segala sesuatu selain Allah memasuki inti materi yang sejati, menghalau bayangannya dan membuatnya transparan dihadapan cahaya Tuhan “.

Penciptaan merupakan wahyu atau manifestasi Tuhan melalui ciptaan-Nya, sebagai sebuah teofani dari nama-nama Tuhan. Manusia harus memusatkan pikiran dalam dirinya dan tetap tenang didalam batinnya, karena hanya melalui ketenangan dan kontemplasi batiniah dia dapat memperoleh kesadaran akan ketuhanan, sehingga dirinya akan mudah memahami apa-apa yang tersirat didalam kalimat istighfar yang dijalin dengan suatu penyembahan murni kepada Allah Ta'ala semata dengan tanpa ada lintasan tuhan-tuhan lain selain Allah Swt dihati dan pikirannya. Seperti disebut dalam sabda Nabi Saw: “AKU patut ditakuti dan tiada diadakan (disembah) tuhan lain disampingKU, maka barang siapa takut mengadakan Tuhan lain disamping KU, patutlah AKU ampuni ia”. (al-hadits Qudsi).

Istighfar, menghilangkan kemungkinan adanya keterpakuan pandangan disatu tempat saja dan menggerakkan hati dan pikiran dari keterikatan akan dunia beserta isinya pada solidifikasi dan kristalisasi materi tertentu sesuai dengan sifat-sifat istighfar itu sendiri, yang sebenarnya terdiri dari tiga sifat atau karakter, yaitu Istighfar Munaza'ah, Istighfar Muhasabah, dan Istighfar Mukhalafah. Ketiga sifat atau karakteristik Istighfar ini merupakan faktor penting dalam memperkuat makna Istighfar dalam pikiran seorang muslim. Dengan demikian istighfar akan menghilangkan pengaruh penyempitan lingkungan kosmos atas manusia, karena kapanpun dan dimanapun seorang hamba Allah memohon ampunan atas dosa-dosanya, ibarat ia telah mengangkat seluruh materi dan bersinarlah cahaya Ilahi melaluinya.

Istighfar Munaza'ah, (konflik didalam pengampunan), selalu terjadi berbagai hal yang bertentangan. Akar konflik ini kembali pada keragaman dari nama-nama Ilahi oleh karena kondisi manusia merupakan kondisi konflik dan ketidak seimbangan, maka hanya melalui usaha dan upaya spiritual, konflik dapat menjadi keselarasan dan keseimbangan yang sempurna.

Di dalam Istighfar Munaza'ah ini, seorang hamba akan di uji oleh Allah Swt, mula-mula ia akan melepaskan dirinya dari ujian atau cobaan tersebut. Jika dirinya tidak berhasil dari ujian itu, maka ia akan meminta bantuan atau pertolongan kepada orang lain, seperti sanak famili kerabat, para penguasa dan hartawan, begitupun halnya jika ia sakit, maka ia akan meminta pertolongan kepada tabib dokter dsb. Jika hal inipun tidak berhasil, maka ia akan kembali menghadapkan wajahnya kepada Allah Swt, untuk memohon dan meratap kepada-Nya. Jika ia tidak mendapat pertolongan Allah, maka ia akan terus meratap, shalat dan berdoa serta menyerahkan dirinya dengan sepenuh harapan dan kecemasan terhadap Allah Swt.

Sifat atau karakter Istighfar Munaza'ah yang dilakukan oleh seorang hamba tersebut disimpulkan sebagai berikut : “ selagi ia masih sanggup (dapat) menolong dirinya sendiri, ia tidak akan meminta pertolongan pada orang lain. Dan selagi pertolongan orang lain masih ia dapatkan maka ia tidak akan meminta pertolongan kepada Allah Swt ”.

Di dalam sifat karakter Istighfar Munaza'ah ini, sekali-kali Allah tidak akan menerima ratapan dan permohonannya sebelum seseorang itu memutuskan dirinya dari keduniawian. Setelah dirinya terlepas dari keduniawian, maka akan tampaklah ketentuan dan keputusan Allah pada orang tersebut dan terlepaslah ia dari hal-hal keduniawian, dan hanya ruh sajalah yang tertinggal padanya. Dalam peringkat ini, yang tampak olehnya hanyalah perbuatan Allah dan tertanamlah didalam hatinya kepercayaan yang sesungguhnya mengenai ke-Esaan Allah (tauhid).***


Pada sifat karakter Istighfar Munaza'ah ini, seorang hamba Allah itu, tidak ubahnya seperti anak bayi yang berada dalam pangkuan ibunya atau seperti orang mati yang sedang dimandikan, atau seperti bola di kaki pemain, ia tidak mempunyai daya dan upaya. Maka ia akan hilang dan keluar dari dirinya untuk masuk dalam perbuatan Allah semata-mata, yang pada hakikatnya tidak ada pelaku atau penggerak atau yang mendiamkan, kecuali Allah saja. Dan tak ada kebaikan atau keburukan tak ada kerugian atau keuntungan tidak ada kesulitan atau kemudahan dan tidak ada penderitaan atau kebahagiaan , melainkan semuanya adalah kehendak Allah semata.

“ Manusia itu tak ubahnya bagaikan harfa yang dipetik oleh jemari Tuhan “

Hakikat sifat atau karakter Istighfar Munaza'ah yang membekas dan tergurat dalam pada hati dan pikiran seorang muslim, maka dirinya hanya melihat Allah dan perbuatan-Nya. Yang ia dengar dan ia ketahui hanyalah Allah. Jika ia mendengar sesuatu maka yang didengar dan diketahuinya itu hanyalah firman Allah. Dan jika ia mengetahui sesuatu maka pengetahuannya itu didapat hanya melalui pengetahuan Allah. Ia akan diberi anugerah oleh Allah, karena dirinya telah dekat dengan Allah, karena bertambah rasa cintanya kepada Allah dan bertambah khusyu-lah ia dalam mengingat Allah, ia bersemayam di dalam ALLAH. Allah akan memimpinnya dan menghiasinya dengan kekayaan cahaya ilmu-Nya. Maka terbukalah tabir yang menghalaginya dari rahasia-rahasia Allah Yang Maha Agung.

Pada peringkat ini dirinya akan tertuntun kesuatu keleluasaan (insyirah) yang akan menghentikan pengaruh penyempitan kosmik atas jiwanya, dan menempatkan dirinya dihadapan Tuhan dimana-mana dengan pengampunan-Nya yang besar dan tak terhingga.

“ Aku Maha Pemurah serta Maha Pengampun , tidak akan membuka rahasia kejahatan seorang muslim yang telah KU tutupinya di dunia dan AKU akan selalu mengampuni hamba-KU selama ia beristighfar dan minta ampun kepada-KU “ (al'hadits Qudsi).

Istighfar “Muhasabah” (analisis perubahan hati didalam pengampunan).

Selama dalam Istighfar Muhasabah, seorang hamba akan melakukan suatu perenungan untuk memeriksa gerakan hatinya yang paling tersembunyi dan sangat rahasia. Dirinya harus membuang segala usaha dan upaya untuk mencapai kepentingan keduniawiannya dalam mendapatkan suatu keuntungan. Ia tidak boleh mementingkan diri sendiri, ia harus menyerahkan segala permasalahan dan segala urusannya kepada Allah semata, karena DIA-lah yang akan memelihara dan menjaga dirinya sejak dari awal hingga kekal selamanya.

Dalam peringkat ini, seorang hamba Allah akan melihat perbuatan Allah tampak pada dirinya dan tubuhnya menjadi pasif, hatinya menjadi tenang, pikirannya menjadi luas, wajahnya berseri dan jiwanya menjadi subur disaat kehendak dan perbuatan Allah itu bergerak. Dengan demikian dirinya akan terlepas dari kebutuhan terhadap kebendaan, karena ia telah berhubungan dengan Al-Khaliq, tangan YANG MAHA KUASA akan menggerakkan dirinya. Lidah Yang Maha Abadi akan memanggilnya, dan Tuhan Semesta Alam akan mengajarkan mengenai hal-hal yang tidak diketahui olehnya.

DIA (Allah) akan memberikan pakaian cahaya-Nya dan pakaian kerohanian serta akan mendudukkan hamba Allah ini pada peringkat orang-orang alim terdahulu, oleh karena nya hati hamba Allah ini telah lebur, nafsu dan kehendaknya akan hancur bagaikan sebuah kendi yang pecah, yang tidak berisikan air, walau setetespun juga. Dirinya akan kosong dari seluruh prilaku manusia dan dari keadaan tidak menerima suatu kehendak selain kehendak Allah.

Pada pencapaian hakikat Istighfar Muhasabah ini, seseorang hamba Allah akan dikaruniai karomah-karomah dan perkara-perkara yang luar biasa atas kehendak Allah Swt.

Ibnu Abbas ra berkata : “Nabi Saw Bersabda: Allah Ta'ala berfirman : Wahai Anak Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa kepada-Ku dan mengharapkan-Ku, AKU ampuni engkau atas segala apa yang telah engkau perbuat dan jika engkau datang kepada-KU dengan dosa sepenuh bumi selama engkau tidak bersyirik kepada-KU dan walaupun dosa-dosamu telah mencapai puncak langit namun engkau beristighfar kepada-KU, niscaya AKU ampuni “ (al-hadits Qudsi)

Istighfar Mukhalafah (pertentangan ketidak sesuaian sesuatu didalam pengampunan). Di dalam diri seseorang ada kecenderungan untuk menentang perintah-perintah Allah yang telah ditetapkan-Nya. Suatu pertentangan dalam bentuk penolakan untuk mengikuti aturan didalam hukum suci, dan penentangan lainnya berbentuk penjauhan diri di dalam penghambaannya dan rasa ketuhananlah yang menjadi pusat perhatiannya.

Ia harus keluar dari dirinya sendiri dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah semata. Hatinya akan dipenuhi dan mematuhi perintah-perintah-Nya serta menjauhkan larangan-Nya agar nafsu badaniahnya tidak merasuki hatinya setelah ia keluar. Oleh karena itu ia tidak lagi menghendaki apa-apa yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, dan dirinya tidak akan menyekutukan Allah dengan jalan apapun, baik dengan jalan kasar maupun dengan jalan halus.

Ia selalu berdiam diri dan berhati-hati agar memperoleh keselamatan. Segala kemulian, kedudukan dan kebaikan yang diperolehnya ia anggap itu semua datangnya dari Allah semata dan bukan dari hasil upayanya sendiri. Dan ia selalu bersyukur dan bermohon kepada Allah agar ditambahkan nikmat pemberian-Nya.

Dalam peringkat ini seorang hamba Allah akan disampaikan kepada satu kedudukan yang telah dicapai oleh orang-orang shiddiq, para syuhada dan orang-orang shaleh sebelumnya. Dengan demikian dirinya akan dekat dengan Allah, karena hanya disisi-Nyalah ia akan mendapatkan kesejahteraan, keselamatan dan keberuntungan yang besar.

Pada pencapaian hakikat Istighfar Mukhalafah ini, seorang hamba Allah, akan bersatu dengan Tuhannya dan ia akan mengetahui bahwa tidak ada yang wujud melainkan DIA semata. Dan ia tidak akan pernah terikat hatinya dari sesuatu selain allah, oleh karenanya ia senantiasa memohon ampunan dan perlindungan Tuhan.

Bukankah sebaik-baiknya hamba Allah itu adalah mereka yang senantiasa memohon ampunan dan perlindungan Allah dan senantiasa pula kembali kepadanya?!

“ Andaikan hamba-Ku menghadap AKU dengan dosa-dosa sepenuh wadah-wadah yang ada di bumi, namun ia tidak bersyirik menyekutukan sesuatu kepadaKU, akan AKU hadapi dirinya dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu “ (al-hadits Qudsi)

Realitas sesuatu didefinisikan oleh derajat keterpisahannya dari Tuhan, atau oleh status ontologisnya dalam skala wujud-wujud universal. Turunnya istighfar merupakan wahyu atau manifestasi Tuhan melalui kasih sayang dan rahmat-Nya pada makhluk ciptaan-Nya. Istighfarpun akan terus mengalirkan barakah-Nya sebagai karunia Tuhan yang terus mengalir dipembuluh-pembuluh alam semesta.

Dan seseorang itu tidak boleh memandang fenonema alam sebagai fakta dan realitas independent semata yang sepenuhnya terputus dari akar-akar ilahi atau sumbernya, meski keburukan dunia modern menyebar semakin luas dilingkungan Islam tradisional, rasa keagungan dari istighfar akan terus terpancar sebagai nilai yang telah menjadi milik masyarakat Islam, walaupun seluruh serangan kelompok-kelompok tertentu berusaha ingin menghancurkan keyakinan orang-orang Islam pada keagungan Istigfar (maksudnya : ada pula sebagian orang yang menghalang-halangi seseorang untuk menyadari perbuatannya yang penuh dosa dengan memohon ampunan dosa). Siapapun dapat saja menjerumuskan orang lain kelembah nista dan dosa sampai sehancur-hancurnya, akan tetapi mereka tidaklah mampu menghancurkan makna spiritual didalam kalimat suci istighfar, karena ia berasal dari sumber batin ajaran Islam, maka sama kekalnya dengan kelangsungan ajaran tersebut didunia ini secara historis.

Dan sebagai akibat hubungan batinnya dengan spiritualitas Islam, orang muslim yang termodern sekalipun jauh dilubuk hatinya mengalami rasa kesucian kedamaian dan kegembiraan, semacam ketenangan psikologis, ketika melakukan shalat taubat, dan membaca istighfar.

“ Dosa itu ibarat candu … semakin ia rasakan, maka semakin larut ia didalamnya”.


Muslim tradisional selalu dijiwai oleh kekayaan khazanah Islam tradisional yang terus tersedia. Pertama oleh sikap-sikap yang bersumber dari ayat Al-Qur'an, dan kedua hadits-hadits Nabi Saw, kesan dan bentuk-bentuk visual yang aspek-aspek keseluruhannya memantulkan etos Islam yang terdalam.

Ketika seorang muslim tradisional berbicara, maka saran dan nasihat-nasihat yang keluar dari bibirnya selalu menegaskan nilai-nilai Islam. Hal yang sama dapat dikaitkan dengan kehidupan intelektual dan religius.****

Sekarang ini banyak yang membicarakan tentang Islamisasi pendidikan, sistem ekonomi sebagai kriteria untuk menentukan apakah manifestasi atau gerakan sosial kultural, bahkan politis, sekalipun otentik islami atau hanya menggunakan simbol dan pesan Islam sebagai slogan atau sarana untuk mencapai tujuan lain demi keuntungan dirinya, namun untuk berbicara atas nama Islam, sebagaimana atas nama Tuhan bagi agama-agama lainnya, akan menghadapi tanggung jawab yang sangat berat.

Apakah mereka yang ingin melaksanakan tugas tersebut telah menyadari sepenuhnya apa yang menentukan keIslaman diluar ketentuan Syar'i yang sudah jelas ditentukan oleh Al-Qur'an dan Hadits?

Apakah mereka yang mengklaim berbicara atas nama Islam saat ini menciptakan bentuk keadilan yang merata ? Atau mereka hanya pandai berbicara saja (berteori) dengan tanpa ada pembuktian-pembuktian dari hasil kerja mereka untuk menciptakan ketenteraman kedamaian keselarasan kesejahteraan dan keseimbangan yang menjadi ciri khas agama Islam maupun manifestasi artistik dan kulturalnya?

Oleh karena itu, perbanyaklah Istighfar, karena ia (istighfar) pada hakikatnya adalah merupakan saksi pengejawantahan YANG MAHA ESA dalam yang banyak dan keselarasannya memberi pengaruh pembebasan jiwa, yang membebaskan manusia dari penghambaan kepada yang banyak dan memungkinkannya untuk merasakan kebahagiaan yang tak terperikan dan kedekatan dengan YANG MAHA ESA untuk memenuhi tujuan dan fungsinya sebagai penopang dan pembantu dengan bertindak pula sebagai pendukung untuk mencapai tujuan suci dan murni yang sebenarnya.

Insya Allah … dalam jangka panjang semua perbuatan (pekerjaan) dengan “sudut pandang keagamaan” akan lebih efektif dari pada gerakan politis, sosial dan ekonomis yang pada awalnya bertujuan muluk, namun jarang yang berhasil mewujudkan sesuatu yang otentik Islami, karena tidak muncul dari dalam hati dan pikiran muslim yang mu'min.

Sudah menjadi sifat manusia, bahwa manusia cenderung melupakan Tuhan dalam melakukan berbagai aktivitas mulai dari transaksi ekonomi sampai mengisi waktu senggang. Ajaran-ajaran suci didalam Islam adalah sarana yang memungkinkan “RUH” Islam menembus segala macam dan bentuk aktivitas, merasuk keseluruh kehidupan manusia untuk mengingatkannya akan kehadiran Tuhan kemanapun dia melangkah pergi.

Bagi orang yang senantiasa ingat kepada Allah, membaca Istighfar akan selalu menjadi pendorong yang sangat bernilai bagi kehidupan spiritualnya dan sarana untuk merenungkan realitas Tuhan (al-haqa'iq). Oleh karena itu, bagi yang tidak bersegera bertaubat dari dosa-dosa yang telah diperbuatnya, berarti ia telah mengosongkan jiwa dan pikiran dari karunia ilahi rabbi dan kekayaan kandungan Islam. Kekosongan jiwa tersebut dengan cepat dipenuhi oleh kekacauan, kegaduhan dan kebiasaan terburuk dari dunia modern sebagaimana yang dialami oleh banyak muslim sekarang ini, sebagai akibat hilangnya satu bagian dari jiwa mereka.

Mereka telah mengalami kejatuhan spiritual dan mengalami kegagalan serta kerugian, namun merekapun telah kehilangan keyakinan diri atas rahmat dan pengampunan Tuhan atas diri mereka.

“ Tidak ada istilah terlambat, bagi mereka yang ingin bertaubat”.

Syari'ah sebagai hukum yang mengatur perbuatan eksternal masyarakat Islam dan juga ibadah-ibadah yang harus dilaksanakan manusia sebagai bagian dari kewajibannya pada Tuhan, adalah merupakan salah satu aspek dalam Islam yang mengajarkan seseorang itu harus menyerahkan seluruh jiwanya kepada Tuhan agar terbebas dari hawa nafsu sehingga akan terisi oleh cahaya ketenteraman sebagaimana yang diperoleh dari kesucian (keikhlasan) ibadah yang dilakukannya. Dan hal ini akan dapat dicapai dengan hanya melalui tekad yang paling kuat menuju YANG MAHA PENGAMPUN.

Oleh karena itu, janganlah kita mengambil sesuatu berdasarkan nafsu kebinatangan dengan tanpa ada perintah dari Allah Swt, karena itu merupakan sesuatu penyelewengan dari tugas kita terhadap Allah dan melanggar suatu kebenaran. Dan jika perbuatan kita berlawanan dengan kebenaran, maka itu adalah perbuatan yang tidak didasari dengan keikhlasan. Karena barangsiapa yang menjalankan tugas-tugasnya karena ALLAH semata dengan ikhlas dan benar maka dirinya tidak akan terpengaruh oleh apapun selain Allah Ta'ala dan janganlah kita menuntut apa -apa yang tidak ada pada kita. Dan jadikanlah diri kita sebagai sasaran anak panah taqdir yang akan mengenai kita sehingga hati kita akan menjadi luluh. Dan janganlah kita mengira bahwa diri kita termasuk golongan kerohanian, terkecuali kita telah menjadi musuh diri kita sendiri, terpisah dari anggota tubuh kita, serta memutuskan hubungan dengan wujud kita, dengan gerak dan diam kita, dengan pendengaran dan penglihatan kita dengan usaha dan upaya kita dan dengan apa saja yang kita anggap datangnya dari diri kita.

Jika pemutusan hubungan itu telah kita lakukan dengan ikhlas dan benar karena Allah semata, maka barulah wujud kerohanian akan dihembuskan kepada kita karena semua itu adalah tabir yang menghalangi antara kita dengan Tuhan YANG ESA. Dan apabila RUH kita telah bersih dan suci, maka rahasia diatas segala rahasia dan kegaiban dari segala yang gaib akan terbuka, sehingga kita akan dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang hak dan yang batil, yang halal dan yang halal, dan yang Tauhid dengan kemusyrikan (syirik). Hanya dengan pemutusan hubungan itulah kita akan dikaruniai rahasia-rahasia dan ilmu-ilmu ketuhanan serta perkara-perkara yang jarang ditemui orang. Inilah salah satu kekuasaan yang hanya Allah berikan kepada mereka yang percaya kepada kekuasaan dan keEsaan-Nya, serta percaya dengan perkara-perkara gaib .

Dan apabila manusia telah dalam keadaan seperti tersebut diatas, maka ia seakan-akan bangkit kembali hidup sesudah mati di hari akhir. Ia akan mendengar melalui Allah, melihat melalui Allah, berbicara melalui Allah, mengetahui melalui Allah, berjalan melalui Allah, menggenggam melalui Allah dan mengalami kesulitan kesusahan dan kemudahan kebahagiaanpun melalui Allah. Sehingga dirinya akan buta terhadap sesuatu selain Allah, dan menjadi tuli terhadap apapun selain Allah. Selagi dirinya memperhatikan batas-batas hukum dan mengikuti aturan-aturan Tuhan didalam peribadatannya (ibadah), maka tidak ada sesuatu pun yang tampak oleh pandangannya selain wujud ALLAH, seperti tersebut di dalam hadits Nabi Saw :

“ Hamba-KU selalu mendekat kepada-KU dengan ibadah-ibadah yang sunah sehingga AKU cinta kepadanya, maka AKUlah pendengaran yang didengarnya, dan penglihatan yang dilihatnya dan lidah yang digunakannya dalam berbicara dan dalam merasakan dan berfikir, maka jika ia berdoa akan AKU terima, dan jika ia meminta akan AKU beri, dan jika ia mengharap pertolongan maka AKU tolong ” (HR. Al'Hakim)

Kesedihan dan penyesalan yang dirasakan setiap jiwa dalam memohon ampunan Tuhan (beristighfar) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkatan kesucian RUH dan kadar dosa yang telah diperbuatnya, karena setiap jiwa memiliki haknya masing-masing.

Kesesakan nafas spiritual tampak jelas didunia modern, ketika keburukan, kemaksiatan, dan kebejadan moral telah menjadi norma dan keindahan serta menjadi kemewahan. Maka dalam kondisi seperti inilah pilar-pilar istighfar akan berdiri tegak laksana rambu untuk menunjukkan kepada manusia bahwa hanya beristighfar dan bertaubatlah yang dapat membebaskan mereka dari penjara kerugian dan keburukan yang menyesatkan yang telah mereka ciptakan disekitar diri mereka sendiri.

Hal ini menunjukkan kenyataan bahwa akar jiwa manusia telah tenggelam dalam dunia keserbaragaman makhluk dan bahwa manusia selalu dibuyarkan dan dialihkan oleh berbagai benda untuk mampu memusatkan pikiran dan jiwanya kepada YANG MAHA PENGAMPUN. Dirinya cenderung untuk terus menerus mengalami perubahan suasana hati dan jiwanya. Maka dengan beristighfar hatinya akan ditenteramkan oleh kemurahan Tuhan yang tak terhingga, sungguhpun ia harus meninggal ditengah-tengah perjalanannya, ia akan tetap berarti dan ingatlah akan satu hal :

“ Setan itu mempunyai kekuasaan hanya selama manusia terikat kepada keduniawian, dan sekali yang duniawi teratasi, maka kekuasaan setanpun teratasi”.

Abu Dzar berkata Nabi Saw bersabda : “ Allah Ta’ala berfirman : sungguh AKU mengharamkan penganiayaan itu atas diriKU, dan AKU haramkan penganiayaan itu diantara kamu, maka janganlah aniaya menganiaya, hai hambaKU, kamu semua tersesat kecuali yang AKU tuntun. Maka mintalah tuntunanKU niscaya AKU beri petunjuk kamu. Hai hambaKU kalian semuanya lapar, kecuali yang aku beri makan, maka mintalah makan kepadaKU niscaya akan AKU beri makan. Hai hambaKU kalian semuanya telanjang kecuali yang AKU beri pakaian, maka mintalah pakaian kepadaKU, niscaya AKU berikan pakaian itu kepadamu. Hai hambaKU, kalian sekali berbuat dosa diwaktu malam dan siang sedangkan AKU mengampunkan semua dosa, oleh karena itu mintalah kalian ampunan kepadaKU niscaya akan AKU ampuni. Hai hambaKU kalian tidak akan dapat berbuat yang mudharat bagiKU juga tak memberikan yang bermanfaat bagiKU. Hai hambaKU andaikan orang yang pertama darimu hingga yang terakhir darimu, baik manusia maupun jin bersikap amat bertaqwa kepadaKU, maka yang demikian itu tidak akan menambahi kerajaanKU sedikitpun. Demikian pula bila orang yang pertama dari kamu hingga yang terakhir, baik manusia maupun Jin memiliki hati seorang yang paling sangat berdurhaka diantara kamu, maka tidaklah akan mengurangi sesuatu dari kekuasaan dan kerajaanKU. Hai hamba-hambaKU andaikan kamu semua baik dari bangsa manusia maupun mahkluk jin dari yang pertama sampai yang terakhir berdiri diatas sebidang tanah dan meminta-minta kepadaKU kemudian AKU beri masing-masing daripada kamu, maka tidaklah akan mengurangi, sedikitpun dari kekayaanKU, melainkan seperti sebuah jarum yang dimasukkan kedalam laut. Hai hamba-hambaKU sesungguhnya itulah amal-amalmu yang aku catat untuk kamu, kemudian AKU akan kembalikan kepadamu berupa pahala atau dosa. Maka barang siapa mendapatkan kebajikan hendaklah bersyukur kepada Allah, sedang yang mendapatkan sebaliknya, maka janganlah menyalahkan selain dirinya sendiri”. (HR. Muslim)***


Oleh Faridhal Attros Al-Kindhy
MK Al Mukarramah
http://www.facebook.com/topic.php?uid=116768876128&topic=8688

Tidak ada komentar:

Posting Komentar