Minggu, 11 Oktober 2009

PROF.DR. KOMARUDIN HIDAYAT : TENTANG KEBAHAGIAAN

Minggu lalu saya diundang kakak saya (Marsekal Purnawirawan Chappy Hakim), untuk menghadiri acara selamatan Ulang Tahun Perkawinannya yang sudah mencapai 28 tahun. Bukan main! Meski belum sampai di tataran "Perkawinan Emas", namun menurut saya, memelihara serta menjaga keharmonisan kehidupan berumah tangga sampai sekian tahun, tentu merupakan prestasi tersendiri yang perlu diberi acungan jempol.

Acara selamatan itu sendiri berjalan dengan beberapa agenda, di mulai dari "Kopi Sore" (acara dimulai sekitar jam 17.30), dilanjutkan dengan shalat magrib bersama, pembacaan surat Yasin dan makan malam. Setelah itu, shalat Isya dan dilanjutkan dengan acara ceramah (pengajian).

Ternyata, penceramah yang diundang oleh Chappy, tidak lain adalah Prof. Dr. Komarudin Hidayat. Beliau adalah rektor UIN "Syarif Hidayatullah" yang baru, menggantikan Prof. Dr. Azyumardi Azra. Ia juga merupakan salah seorang dari sejumlah tokoh yang diundang Presiden SBY dalam acara temu wicara dengan Presiden George Bush di Istana Bogor. Konon, beliaulah satu-satunya tokoh yang saat itu "berani" mengajukan protes langsung kepada George Bush terkait berbagai kebijakan pemimpin AS tersebut yang dinilai telah menyakiti hati umat Islam.

Karena berbicara dalam sebuah hajat memperingati hari ulang tahun sebuah perkawinan yang berbahagia, tentu saja topik pembicaraan yang diajukan oleh sang Profesor adalah juga tentang kebahagiaan. Beliau mengatakan bahwa utuk dapat mencapai sebuah kebahagiaan yang sempurna, maka seseorang haruslah terlebih dahulu meliwati 7 (tujuh) tahap kebahagiaan parsial.

Tuhan Maha Pengasih dan Tuhan Maha Penyayang, maka Dia memberikan manusia berbagai bentuk kesenangan, keberhasilan serta kebahagiaan, yang dapat dirunut dari tahapan-tahapan kebahagiaan yang mampu diraih umatnya.

Yang pertama dan yang paling mendasar adalah Kebahagiaan Kesehatan. Hal ini tentu siapa saja dapat memakluminya, karena tiada kebahagiaan apa pun yang bisa dinikmati manusia secara utuh, selama kesehatan yang bersangkutan ada dalam kondisi buruk.

Kemudian, Kebahagiaan Dalam Keluarga merupakan tahap kedua yang perlu diperoleh seseorang dalam perjalanannya menuju Kebahagiaan Sempurna. Menurut Komarudin, kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan dalam rumah tangga. Di sini orang akan menemukan kebahagiaan yang paling sejati, di mana dia akan bisa berekspresi sejujur-ujurnya, semurni-murninya sebagai diri sendiri. Di rumahlah dia akan bisa berpakaian
seadanya, berleha-leha tanpa terikat dengan tata cara dan tata krama yang serba palsu, sebagaimana semua orang melakukannya di luar rumah. Rumah dan lingkungan keluarga adalah tempat di mana orang bisa menanggalkan topeng-topeng keduniawiaan yang penuh sandiwara.

Ketiga, Kebahagiaan Finansial. Setelah kesehatan dan kebahagiaan berkeluarga yang baik ada dalam diri seseorang, maka untuk melakoni kehidupan selanjutnya, mau tidak mau yang bersangkutan akan memerlukan sejumlah uang. Uang itu akan dipakainya guna membeli
makanan, minuman, pakaian beserta kebutuhan hidup sehari-hari lainnya. Kebahagiaan parsial tahap ketiga akan diperoleh jika seseorang mampu memperoleh uang untuk menunjang kehidupannya.

Tahap Keempat, terkait dengan kebutuhan manusia untuk beraktivitas dan bekerja. Kebahagiaan Bekerja ini, dengan sendirinya akan memenuhi Kebutuhan Finansial, apabila orang mampu memperoleh pekerjaan yang layak. Akan tetapi, pekerjaan bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan finansial, namun lebih dari itu, untuk memenuhi juga kebutuhan manusia untuk beraktivitas. Sudah umum diketahui bahwa aktivitas yang melibatkan kegiatan fisik mau pun mental, adalah merupakan kebutuhan hidup manusia, yang dengan itu seseorang akan menjadi sehat secara lahir dan batin.

Tahap Kelima merupakan jenjang di mana seseorang sudah merasakan kebutuhan untuk memperoleh teman serta lingkungan pergaulan. Kalau dalam tahap-tahap pemenuhan kebutuhan sebelumnya (Kesehatan, Keluarga/Rumah Tangga, Finansial serta Aktivitas Kerja) adalah tahap-tahap pemenuhan kebutuhan bersifat fisik dan pribadi, maka kali ini yang dibutuhkan manusia sudah merambah ke aspek sosial, di mana orang akan benar-benar merasa memerlukan orang lain guna bisa berbagi, memberi dan menerima. Di tingkat inilah akan datang kesadaran tentang "interdependency" , kesadaran bahwa setiap kesuksesan yang dicapai seseorang, tidak akan lepas dari andil dan peran-serta orang lain.

Yang keenam adalah Kebahagiaan Intelektualitas. Tahap ini sudah merupakan kebutuhan yang bersifat "lebih tinggi", karena pada tahap ini kualitas hidup manusia bisa dibedakan serta lebih dimuliakan daripada kehidupan binatang. Kebahagiaan Intelektualitas didorong
oleh kebutuhan manusia untuk belajar, untuk mengungkapkan rahasia-rahasia kehidupan yang lebih berbobot dan juga naluri untuk mencapai standar penghidupan yang lebih tinggi.

Komarudin mencontohkan bagaimana Kebahagiaan Intelektualitas lebih bermakna dan lebih langgeng dari pada kebahagiaan yang bersifat fisik. Misalnya, seseorang merasakan kebahagiaan ketika makan enak, bahkan demikian enak, sampai-sampai tidak menyadari kalau pada saat yang sama sang mertua lewat di dekatnya. Namun demikian, kebahagiaan macam itu, umumnya hanya bertahan 1 – 2 hari saja, setelah itu hilang tanpa kesan berarti.

Berbeda dengan kebahagiaan intelektualitas, misalnya saat orang merasakan bahagia pada waktu menjalani upacara wisuda yang khidmat. Maka momentum itu secara terus menerus akan terpatri di benaknya, tergambar sebagai sebuah kegembiraan monumental yang tak akan hilang begitu saja dimakan waktu. Sampai pun kepada anak-anaknya, ia akan bercerita sebagai sebuah kebanggaan, sebuah kebahagiaan intelektual yang ia harapkan dapat pula dinikmati oleh anak-anak tersebut.

Perjalanan panjang mengarungi samudera kehidupan, kemungkinan besar akan menyebabkan manusia berhasil memperoleh kebahagiaan berlapis, mulai dari kesehatan, keluarga, finansial, pekerjaan, teman serta lingkungan, disusul dengan kebahagiaan intelektualitas. Akan tetapi pada suatu batas, semua itu belumlah cukup membahagiakan manusia secara sempurna. Manusia akan menyadari ada "sesuatu yang kurang", dan kesadaran itu sendiri menjelma dari suatu kesadaran lain yang mengisyaratkan bahwa semua pencapaian yang telah diperoleh selama ini tidak lain berasal dari Yang Maha Tinggi, Tuhan Semesta Alam.

Maka pada tahap ketujuh, manusia akan memasuki tahap Kebahagiaan Spiritual. Tahap inilah yang akan menyempurnakan keenam kebahagiaan parsial yang diperoleh sebelumnya, menjadi sebuah Kebahagian Sempurna yang utuh.

Sungguh menarik apa yang dikatakan selanjutnya oleh Prof. Dr. Komarudin Hidayat. Beliau memberikan klasifikasi dan pengelompokan yang lebih jelas atas ketujuh tingkat kebahagiaan yang disinggung di atas, berdasarkan kualitasnya masing-masing.

Kebahagiaan-kebahagian

yang bersifat pribadi yang melibatkan kenikmatan fisik seperti makan, minum dan seks, serta yang bersifat kepemilikan seperti uang dan harta benda, semua itu disebut Kebahagiaan Fisik (Physical Happiness). Kebahagiaan Fisik cenderung menimbulkan nafsu egoisme. Pada gilirannya, egoisme akan memunculkan keserakahan. Oleh karena itu, kebahagiaan semacam itu mendekatkan diri manusia pada tataran animality (kehewanan, kebinatangan) serta merendahkan derajat kemanusiaan secara keseluruhan.

Manusia seyogyanya lebih mengutamakan pencapaian kebahagian yang lebih mulia, seperti Kebahagiaan Intelektual (Mental), Kebahagiaan Estetika dan Kebahagiaan Spiritual. Sebuah contoh kecil dari kejadian seseorang yang mengisi waktu senggangnya dengan mengisi teka - teki silang misalnya, merupakan perwujudan dari Kebahagiaan Intelektual, di mana secara sadar orang tersebut membangun mentalnya sambil memperoleh kesenangan secara sehat.

Demikian juga dengan mereka yang mengagumi pemandangan alam nan indah di berbagai pelosok negeri, di pegunungan, di pantai dan tempat-tempat lain. Serta orang yang menikmati alunan musik merdu merayu, atau pun menikmati lukisan-lukisan cantik dari para pelukis piawai, termasuk membangun kepribadian yang lebih mulia melalui Kebahagiaan Estetika.

Dan terakhir, dengan kesadaran penuh akan kebesaran Tuhan YME sebagai sumber segala keindahan dan kebahagiaan yang telah menciptakan itu semua, manusia diharapkan dapat mereguk intisari Kebahagiaan Hakiki, Kebahagiaan Paling Sempurna (Ultimate Happiness) dengan jalan berbagi, memberi dan beramal, bukan dengan cara-cara yang mengedepankan keserakahan dan egoisme yang menyesatkan manusia ke lembah penderitaan.

Rusman Hakim
Pengamat Kewirausahaan
E-mail: rusman@gacerindo.com
Web: http://www.gacerindo.com
Blog: http://rusmanhakim.blogspot.com
Mobile: +62 21 816.144.2792

http://bikaambon.multiply.com/journal/item/23/PROF.DR._KOMARUDIN_HIDAYAT_TENTANG_KEBAHAGIAAN

1 komentar: