Al Islam ibarat sebuah bangunan. Struktur bangunan Islam terdiri dari pondasi, penopang atau tiang dan atap. Pondasi Bangunan Islam adalah rukun iman, penopangnya adalah rukun Islam, dan atapnya adalah Ihsan.
Rasulullah saw mengawali dakwahnya adalah dengan membangun pondasi aqidah dan menanamkan keimanan di lubuk para sahabatnya, sebelum akhirnya Rasulullah saw mengajarkan praktek-praktek ibadah fisik. Dan ini sesuai dengan tabiat wahyu, bahwa kelompok Al Qur’an yang turun di Makkah, sebelum Nabi hijrah adalah seputar masalah aqidah dan keimanan.
Pengertian ini juga dijelaskan dalam hadits Jibril, saat berdialog dengan Rasulullah saw tentang iman, islam, ihsan dan tanda-tanda hari kiamat. Diakhir dialog tersebut Rasul menegaskan bahwa yang bertanya adalah Malaikat Jibril datang untuk mengajarkan agama.
بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر، لا يُرى عليه أثر السفر، ولا يعرفه منا أحد، حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبتيه إلى ركبتيه، ووضع كفيه على فخذيه وقال: يا محمد، أخبرني عن الإسلام، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلاً. قال: صدقت. فعجبنا له أن يسأله ويصدقه قال: فأخبرني عن الإيمان. قال: أن تؤمن بالله وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره. قال: صدقت. قال: فأخبرني عن الساعة.قال: ما المسؤول عنها بأعلم من السائل. قال فأخبرني عن أماراتها. قال: أن تلد الأمة ربتها، وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان ثم انطلق فلبثت ملياً، ثم قال: يا عمر، أتدري من السائل؟ قلت: الله ورسوله أعلم. قال: فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم ” رواه مسلم “
Artinya: “Sesungguhnya Jibril pernah datang kepada Nabi dalam bentuk seorang Arab Badui, lalu ia bertanya kepadanya tentang islam, maka Nabi menjawab, “Islam itu, ialah hendaknya engkau bersaksi sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan shalat, engkau keluarkan zakat, engkau puasa bulan Ramadhan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergu ke sana. Lalu Jibril bertanya apakah Iman itu? Nabi menjawab, “Yaitu hendaknya engkau beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para Utusan-Nya, bangkit dari kubur sesudah mati, dan hendaknya engkau beriman kepada takdir tentang takdir baik dan buruknya. Jibril bertanya lagi, apakah ihsan itu? Nabi menjawab, yaitu hendaknya engkau menyembah Allah yang seolah-olah engkau melihat Allah, sekalipun engkau tidak bisa melihat-Nya tetapi Ia bisa melihat engkau. Kemudian dalam akhir Hadist itu dikatakan Rasulullah saw bersabda (kepada para sahabatnya): Dia itu Jibril, Ia datang kepadamu untuk mengajarkan tentang agamamu.” HR. Bukhari dan Muslim.
Maka apabila struktur pondasi suatu bangunan itu kokoh, sebesar dan sekuat apapun bangunan diatasnya akan tetap berdiri tegak, sebaliknya jika pondasi kropos maka bangunan itupun akan hancur.
Aqidah atau keimanan jualah yang menyelamatkan manusia dari siksa api neraka dan dimasukkan ke surganya Allah swt. Rasulullah saw bersabda: “Akan dikeluarkan dari api neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illa Allah dan ia memiliki kebaikan walau seberat biji atom.” HR. Bukhari dan mUslim.
DEFINISI AQIDAH
Aqidah berasal dari kata عقد-يعقد-عقيدة
Artinya ikatan. Aqdul bai’ dan aqdun nikah satu akar kata yang artinya ikatan jual beli dan ikatan nikah .
Aqidah bentuk katanya / wazannya adalah fa’iilah bimakna maf’uulah.Artinya sesuatu yang diikat, dikuatkan dan tertancap kuat di hati pelakunya.
Aqidah Secara istilah adalah:
الايمان الصادق الجازم في كل قلب مؤمن
Keimanan yang benar yang terpatri dihati setiap mukmin.
Hajat Manusia terhadap Aqidah
1. Kebutuhan Akal Terhadap Pengetahuan Tentang Fenomena Alam Semesta
Manusia membutuhkan aqidah shahihah / keimanan yang benar justru terdorong dari kebutuhan mereka akan pengetahuan tentang hakekat diri manusia, kebutuhan akan pengetahuan tentang fenomena alam semesta yang besar ini. Atau dengan kata lain pengetahuan tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang menyibukkan para filosof dari kebanyakan manusia, namun mereka tidak mampu menjawab dengan cespleng dan menentramkan hati.
Manusia senantiasa terbayangi pertanyaan-pertanyaan besar yang mendesak membutuhkan jawaban:
Dari mana? Mau kemana? Dan untuk apa?.
a) Dari mana saya datang? Dari mana alam semesta yang besar ini ada? Apakah saya ada dengan sendirinya? Ataukah ada Khaliq / Pencipta yang mengadakan saya? Siapa Dia? Apa hubungan saya dengan-Nya?
b) Kemana terminal akhir dari perjalanan singkat dimuka bumi ini ? Ada apa setetah mati… apakah kehidupan berakhir dengan datangnya kematian? Atau apakah dibalik kematian ada kehidupan dimana kebaikan sekecil apapun akan dibalas dengan kebaikan dan sekecil apapun kejahatan akan dibalas dengan balasan setimpal?
c) Mengapa manusia diciptakan? Mengapa manusia dibekali akal dan kehendak? Mengapa semua apa yang dilangit dan dibumi ditundukkan untuk manusia? Apa tujuan diciptakannya manusia? Bagaimana cara manusia menyingkap rahasianya?
Pertanyaan-pertanyaan itu membutuhkan jawaban. Dan tidak akan menemukan jawaban yang benar dan memuaskan kecuali kembali kepada aqidah shahihah dan keimanan yang benar.
Yaitu aqidah yang mengenalkan manusia bahwa ia adalah makhluk/yang diciptakan oleh Khaliq / Sang Pencipta Yang Maha Agung. Allah swt berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,” Qs. Al Baqarah: 21
Keimanan bahwa Allah swt. menciptakan manusia dan menyempurnakannya, QS. Al A’la : 2. Allah swt. meniupkan ruh-Nya kepada manusia. ”Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. “ QS. As Sajdah: 9. Allah swt. menghamparkan nikmat-nikmat-Nya dan kemudahan-kemudahan-Nya bagi manusia QS. Saba’:15.
Aqidah yang mengenalkan manusia akan terminal akhir manusia setelah kehidupan dan kematian.
إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا إِنَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ بِالْقِسْطِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُون
”Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka.” QS. Yunus: 4.
Aqidah yang mengenalkan manusia bahwa kematian bukanlah kehancuran semata, tetapi kematian adalah perpindahan menuju kehidupan lain yaitu kehidupan barzakh. Semua yang bernafas akan meninggal dan akan dibangkitkan kembali.
“Bagaimanakah nanti apabila mereka Kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya. Dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan apa yang diusahakannya sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan).” QS. Ali Imran: 25.
Aqidah yang mengenalkan manusia: Mengapa manusia diciptakan? Allah swt. berfirman, ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” QS Ad Dzariat: 56
Aqidah yang menjelaskan mengapa manusia dimulyakan dan dilebihkan atas makhluk lainnya?
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي ءَادَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
”Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” QS Al Isra’ : 70
Aqidah yang menjelaskan bahwa di dunia ini semata-mata rumah cobaan, adalah untuk semata-mata beribadah kepada Allah Yang Maha Esa, adalah untuk memakmurkan bumi dan memberdayakannya sesuai dengan yang Allah swt ridhoi.
Manusia yang tidak hidup dengan aqidah dan keimanan yang benar, pasti celaka dan dimurkai. Ia terkungkung dalam kegelapan syakwa sangka, ketidak pastian dan kebodohan. Allahu A’lam Bishsawab.
*********************
2. Kebutuhan Fitrah Manusia
Pada tulisan pertama kita bahas hajat atau kebutuhan manusia terhadap aqidah Islam, yang berkaitan erat dengan kebutuhan akal manusia. Tulisan kedua ini membahas hajat fitrah insani dan hajat kesehatan mental.
Setiap manusia akan terus didera kegoncangan jiwa, kegersangan ruhani, kehampaan qalbu dan merasa serba kekurangan, sampai manusia itu mendapatkan dan merengkuh keimanan kepada Allah swt. Ketika itu manusia serta-merta mendapatkan kebahagiaan, merasakan ketenangan, seakan-akan ia baru menemukan dirinya sendiri.
Karena itu Al Qur’an menjadikan keimanan dan aqidah sebagai fitrah manusia semenjak ia diciptakan dari awal mula. Allah swt. berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
”Maka hadapkanlah wajahmu pada agama yang hanif. Fitrah Allah yang dengan fitrah itu Allah menciptakan manusia. Tidak ada perubahan atas ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus.” QS. Ar Rum: 30.
Betapa banyak manusia yang kafir (menutupi fitrahnya) di kemudian hari kembali ke pangkuan Islam karena panggilan nuraninya dan akal sehatnya. Sebut saja seseorang yang bernama Bernard Nababan yang sejak kecil hidup di lingkungan keluarga aktifis kristen dan dikondisikan untuk menjadi misionaris. Namun dalam perjalanannya ia malah menentang kehendak keluarganya dan kembali ke pangkuan Islam karena mengikuti hati nurani dan akal sehatnya. Atau kisah ratusan para muallaf yang kembali ke pangkuan Islam karena mengikuti hati nurani dan akal sehatnya, ini bisa kita baca di www.muallaf.com.
Bagaimana dengan kita yang dari kecil berada dilingkungan keluarga muslim? Jika akal sehat dan fitrah kita senantiasa kita asah dan kita tajamkan dengan ma’rifat dan pengetahuan Islam maka kehidupan kita akan lebih banyak didominasi oleh kebaikan dari pada kesalahan dan penyimpangan.
Allah swt berfirman: ”Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. sebagai karunia dan ni`mat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” QS. Al Hujurat 7-8
3. Kebutuhan Manusia Terhadap Kesehatan Mental dan Kekuatan Ruhani
Seseorang yang beriman kepada Allah swt, iman akan keadilan-Nya, iman akan rahmat-Nya, iman akan balasan di negeri kekekalan, maka itu semua akan menghantarkan dirinya pada kesehatan mental, kekuatan ruhani. Demikian juga aqidah itu akan memunculkan cita-cita, optimisme dan kesabaran dalam dirinya.
Allah swt berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.QS. At Taghobun: 11.
Dalam kesempatan lain Allah swt berfirman:
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu`. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. QS Al Baqarah: 45-46.
Adapun orang-orang yang hidup di ”dunia mereka” tanpa iman –terlebih ketika mereka ditimpa kesusahan dan musibah- mereka akan goncang jiwanya, menyerah kalah dihadapan pertarungan hidup, putus asa atau sakit jiwa bahkan bunuh diri, wal iyadzubillah.
Keadaan seperti itu di rekam Allah swt dalam firman-Nya:
وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ
”Danapabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.” QS. Ar Ruum: 36
Lebih jauh Allah swt meyibak watak sejati manusia, yaitu watak keluh kesah lagi kikir, dalam firman-Nya:
”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.” QS. Al Ma’arij: 19-35.
Kita berlindung diri kepada Allah swt dari sikap mengindahkan kata hati nurani dan akal sehat, karena dikalahkan oleh nafsu syahwat. Dan sekaligus kita berdo’a agar kita dikaruniai iman dan aqidah yang kokoh sehingga melahirkan mental yang sehat dan hati yang waras –qalbun salim-. Tentunya dengan usaha keras kita menggapai hidayah-Nya. Allahu A’lam.
Oleh: Ulis Tofa, Lc
http://www.dakwatuna.com/2007/hajat-manusia-terhadap-keimanan-bag-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar