Jumat, 04 Juni 2010

Berusaha Mandiri

Ketika Abdurrahman bin ‘Auf hijrah ke Madinah, seorang sahabat Anshar bernama Sa’ad bin Rabi’ menawarkan bantuan berupa harta dan juga keluarga. Abdurrahman menolak secara halus dan hanya meminta Sa’ad mengajaknya ke pasar. Sa’ad lalu menunjukkan ke pasar Yahudi Bani Qainuqa’ dan Abdurrahman segera mulai berdagang. Setiap hari dia membawa keuntungan dan makanan.

Sebulan kemudian Abdurrahman bin’ Auf mendatangi majelis tempat Rasulullah Saw biasa berkumpul. Rasulullah Saw menyapa, “Bagaimana kabarmu Abdurraman?” Dengan senyum Abdurrahman bin ‘Auf menjawab, “Saya sudah menikah”. Nabi bertanya, “Dengan apa engkau bayar mahar?”. Abdurrahman bin ‘Auf menjawab. “Dengan butir-butir emas wahai Rasulullah”.

Cuplikan kisah di atas merefleksikan nilai-nilai islami yang dipraktekkan secara baik oleh Abdurrahman bin ‘Auf di dalam berikhtiar mencari penghidupan, diantaranya adalah nilai kemandirian. Abdurrahman yakin bahwa keahliannya dalam berdagang bisa dimanfaatkan jika ia mau memaksimalkannya. Keyakinan itu dibuktikan dalam amalan sehingga ia bisa memenuhi kebutuhannya tanpa mengandalkan bantuan orang lain.

Islam sangat menghargai kemandirian dan menghendaki setiap mukmin menjadi pribadi mandiri. Hakekat kemandirian adalah kesadaran dan kepercayaan terhadap kemampuan diri serta upaya maksimal untuk memanfaatkannya. Oleh sebab itu, Islam memberikan motivasi dan penghargaan khusus kepada orang yang mau mengeksplorasi kemampuannya dan mau bekerja sesuai dengan kemampuan tersebut. Ketika Rasulullah Saw ditanya tentang amal yang paling utama, Beliau menjawab,” “Usaha dengan tangan sendiri dan jual beli yang baik” (HR. Baihaqi). Usaha dengan tangan sendiri menunjukkan kemauan dan kemampuan untuk mendayagunakan potensi diri yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Oleh sebab itu, Islam mengajarkan agar setiap mukmin bersegera dalam berusaha. Dalam bahasa hadits, seorang mukmin disuruh untuk berpagi-pagi dalam berusaha agar mendapatkan keberkahan dan kesuksesan. Sabda Rasulullah Saw, “Berpagi-pagilah mencari rezeki karena sesungguhnya pada pagi hari itu terletak berkah dan kekayaan/kesuksesan” (HR. Thabrani).

Keberhasilan banyak ditentukan oleh kecepatan mencari peluang dan kecekatan memanfaatkannya. Kelalaian menggapai peluang dapat menyebabkan rezeki melayang. Suatu hari, Nabi lewat di dekat Fathimah yang sedang berbaring-baring setelah sholat Shubuh. Nabi menggerakkan badan Fathimah dengan kakinya dan berkata, “Wahai anakku, bangunlah engkau! Saksikanlah rezeki Tuhanmu datang. Jangan malas. Allah membagikan rezeki manusia di antara waktu terbitnya” (HR. Baihaqi).

Upaya mendayagunakan kemampuan terkadang terhadang sifat kejiwaan yang sebenarnya tidak perlu ada, seperti perasaan malu dan gengsi. Hal seperti ini sering menjadi kendala untuk memupuk kemandirian dan mencapai kemajuan. Islam berupayamengikis habis kendala-kendala tersebut dengan menanamkan keyakinan bahwa ketinggian suatu pekerj aan susungguhnya tidak terletak pada tampilan fisik, seperti keikhlasan, kemandirian, kebaikan, dan kehalalan. Islam tetap menghargai suatu pekerj aan itu di mata orang, asalkan dilakukan dengan baik berdasarkan nilai-nilai tersebut. Dalam kaitan ini, Rasulullah Saw bersabda, “Jika seseorang mencari kayu hutan, lalu pulang memikulnya dengan punggungnya sendiri untuk dijual, maka yang demikian itu lebih baikdaripada ia meminta-minta yang kadang-kadang diberi dan kadang-kadang ditolak” (HR. Bukhari-Muslim).

Nilai kemandirian yang terwujud dalam kepuasan batin mampu memenuhi kebutuhan tanpa berharap kepada banruan orang lain, pada satu sisi, sikap batin ini akan menumbuh kembangkan semangat berkarya dan berinovasi sehingga memacu peningkatan kualitas kehidupan. Pada sisi yang lain, kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri akan meningkatkan harga diri seorang mukmin. Hal ini juga akan menghapuskan atau meminimalisir ketergantungan kepada bantuan dan belas kasihan orang lain. Ketergantungan kepada orang lain dapat menurunkan harga diri dan terjatuh ke dalam pengaruh dan tekanan pihak yang memberikan bantuan.

Semoga Allah SWT melimpahkan taufiq dan hidayah kepada setiap mukmin agar dapat menjadi orang-orang yang mandiri, dan dapat meningkatkan kualitas hidup dan harga diri.

Sumber : Buletin Mimbar Jum’at No. 25 Th. XXII 20 Juni 2008
http://mimbarjumat.com/archives/86#more-86

Tidak ada komentar:

Posting Komentar