Minggu, 13 Juni 2010

Fenomena Mendadak Shalih

Dalam menghadapi dan menjalani momen tertentu, manusia cenderung tampil tidak seperti biasanya. Pada momen ujian, para siswa dan mahasiswa meningkatkan frekuensi belajarnya, bahkan sampai memporsir tenaga. Materi satu buku tebal bisa saja dilahap hanya semalam. Padahal pada hari-hari biasa, belum tentu mereka sanggup melakukannya. Datang ke tempat ujian pun bisa lebih pagi.

Pada bulan suci Ramadhan, secara serempak masyarakat umum tampil lebih shalih. Masjid tampak lebih ramai dan semarak. Shalat Terawih dihadiri banyak jamaah berbagai usia, terutama pada beberapa hari pertama. Zakat, infaq, dan sedekah digalakkan dengan munculnya panitia amil zakat dadakan. Anak-anak sekolahan pun dituntut menunaikan zakatnya di sekolah masing-masing. Tidak mau kalah, stasiun-stasiun tv juga mendesain program mereka menjadi lebih religius. Program yang sudah ada dipermak dengan sedikit bumbu Ramadhan, ditambah lagi dengan beberapa sajian program baru.

Fenomena pertama adalah lumrah. Para pembelajar atau kompetitor juga dituntut mempersiapkan diri lebih keras. Tujuannnya agar nilai tidak jeblok atau hasil pertandingan tidak mengecewakan.
Adapun fenomena kedua juga umum terjadi. Memang benar bahwa setiap momen menuntut perubahan dan perbaikan. Namun yang menjadi masalah, bila momen itu berlalu, timbul kecenderungan kembali kepada kebiasaan awal yang nonproduktif. Contohnya kembali malas belajar atau tidak shalih lagi.

Inilah yang penulis sebut sebagai fenomena mendadak shalih. Khususnya kaum Muslimin, tatkala momen tertentu tiba, mereka mendadak shalih. Sebagian menyebutnya mendadak alim. Saat momen Maulid Nabi SAW atau hijrah beliau, anjuran meneladani kepribadian Nabi yang shalih didengung-dengungkan. Anjuran merefleksikan hijrah dalam kehidupan sehari-hari dibahas. Tetapi setelah itu seolah lenyap seiring bergantinya momen. Terlihat semua itu hanya bersifat insidental dan temporer saja.

Untuk kasus Ramadhan, bulan suci ini seolah merubah mainset kaum Muslimin. Mereka tidak mau menutup mata bahwa Ramadhan menuntut perubahan. Perubahan menjadi lebih shalih dari biasanya, walaupun sifatnya dadakan. Sebenarnya inilah contoh paradigma berpikir yang perlu diluruskan. Ramadhan seharusnya menjadi start perubahan menuju shalih yang konsisten pada bulan-bulan berikutnya. Ramadhan sesuai artinya, panas nan membakar, sepantasnya membakar semangat beramal shalih tiada henti.

Di dalam Islam, keistiqamahan sangat ditekankan. Rasul SAW pernah ditanya oleh Sufyan bin Abdullah Atssaqofy ra. tentang perkara yang agung di dalam Islam. Beliau menjawab, ”katakan, aku beriman kepada Allah kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim). Keistiqamahan adalah kontra inkonsistensi atau sikap setengah-tengah. Istiqamah yang dimaksud adalah keimanan yang berbuah amal shalih berkesinambungan dan terus menerus.

Menurut Ibnu Rajab Al-Hanbali istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus, agama yang benar, tanpa berpaling ke kanan dan ke kiri. Istiqamah mencakup semua ketaaatan, yang zhahir maupun batin. Istiqamah mencakup semua larangan, sehingga pesan ini (hadits di atas) mencakup semua kebaikan.

Mendadak shalih itu terbagi dua, tercela dan terpuji. Islam sangat menolak mendadak shalih tercela sebab yang diharapkan adalah mendadak shalih terpuji yang berlanjut. Umumnya mendadak shalih pertama itu muncul secara spontan tanpa beberapa tahapan. Itulah sebabnya mengapa Rasul SAW mencegah beberapa perilaku beberapa sahabatnya yang berniat selalu berpuasa, tidak tidur, dan tidak menikah. Menurut asumsi mereka, demikianlah caranya mengikuti Rasul SAW. Mereka telah keliru sehingga ditegur oleh Rasul SAW. Sebab mendadak shalih yang memberatkan dikhawatirkan melahirkan sifat jemu beribadah.

Mengingat kita sudah berada di penghujung Ramadhan, ada beberapa kiat guna mempertahankan mendadak shalih.
Pertama, perbaiki niat.
”Sesungguhnya perbuatan itu tergantung niatnya, dan seseorang itu akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (Muttafaq Alaih). Bila sejak awal momen Ramadhan diniatkan untuk berubah menjadi shalih, insya Allah keshalihan itu akan langgeng. Sebaliknya bila niatnya cuma euforia sesaat, tentu tidak akan bertahan lama.

Kedua, perubahan bertahap atau tadarruj.
Allah SWT tidak menuntut perubahan drastis dan ektrim dalam diri kita. Perubahan yang bertahaplah yang diharapkan. Itulah sebabnya mengapa Rasul SAW sebelum memasuki Ramadhan melakukan pemanasan terlebih dahulu. Beliau banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Tilawah Al-Qur’an sebelum Ramadhan diintensifkan agar nanti terbiasa. Bagi yang tidak biasa berjamaah di masjid, sebaiknya membiasakannya terlebih dahulu sebelum Ramadhan tiba. Begitulah siklus kehidupan di mana tidak ia tidak mengenal sistem langsung jadi melainkan berproses terlebih dahulu.

Ketiga, memperhatikan kontinuitas.
Dalam kajian Fiqh Prioritas ada istilah awlawiyyat al-a’mal ad-da’im alal a’mal al-munqhati’ (prioritas amal yang kontinu atas amal yang terputus). Maksudnya amal yang dikerjakan secara berkelanjutan walaupun tidak banyak tetap lebih utama dibandingkan amalan banyak tapi sesaat. Ini sesuai dengan hadits, ”Amalan yang dicintai Allah adalah amalan yang sedikit (berproses) yang bertahan lama.” (Muttafaq Alaih). Mendadak shalih tidak harus memporsir energi, tetapi keshalihan itu harus dibangun semampunya tanpa memberatkan.

Keempat, bertanggung jawab.
Kita perlu mempertanggungjawabkan keshalihan itu dengan mempertahankannya. Misalnya pada musim kampanye, para caleg dan parpol berebut simpati masyarakat dengan menampilkan wajah agamis. Pengajian digelar. Santunan dan bantuan dimaksimalkan. Jangan sampai keshalihan itu dipolitisir dengan motivasi kursi. Akhirnya saat bencana terjadi namun momen kampanye berlalu, mereka lantas sepi beramal. Inilah bentuk mendadak shalih yang tidak bertanggung jawab.

Kelima, muhasabah.
Langkah ini sangat penting karena di sini mendadak shalih itu dinilai sejauh mana niat, proses, kontinuitas, dan tanggung jawabnya. Bila ternyata melenceng, maka perlu diluruskan. Bila sudah baik, perlu ditingkatkan.
Wallohu A’lam

http://www.muslimdaily.net/artikel/islami/4997/fenomena-mendadak-shalih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar