Kamis, 05 Agustus 2010

MULTILEVEL PAHALA



Istilah multilevel pada hakikatnya tidak hanya kita dapatkan pada bisnis semata. Namun, pahala pun bias menjadi multilevel bagi kita. Bagaimana caranya?

Rasulullah SAW menjelaskan, “Jika anak Adam meninggal, amalnya terputus, kecuali tiga perkara: sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya (orang tuanya).” (HR Muslim).

Hadis di atas dengan jelas menginformasikan kepada kita bahwa walau kita sudah meninggal dunia dan amal perbuatan kita sudah terputus, kesempatan untuk mendapatkan pahala tetap terbuka bagi kita dengan mengamalkan salah satu dari ketiga hal di atas.

Semakin sering orang melakukan sedekah jariyah atau wakaf, semakin banyak pahala yang akan ia dapatkan di akhirat kelak. Pahala tersebut tidak akan terputus selama orang yang masih hidup itu terus merasakan manfaat dari sedekah atau wakaf tersebut.

Begitu juga dengan mengamalkan ilmu atau mengajar. Jika pada level pertama kita hanya memiliki sepuluh orang murid, kemudia setiap satu orang dari murid tersebut juga mengajarkan ilmu yang kita ajarkan kepada sepuluh orang yang lain; kita pun sudah mendapatkan pahala sebanyak seratus pahala. Semakin banyak murid kita yang mengamalkan ilmunyak, semakin banyak pula pahala yang akan kita dapatkan di akhirat kelak.

Semakin sering ilmu tersebut mereka amalkan, semakin banyak pula pahala yang mengalir kepada kita. Itulah yang dimaksud dengan multilevel pahala atau yang dalam bahasa agama disebut pahala yang mengalir.

Menurut Imam Al Suyuti (wafat 911H), bila semua hadis mengenai multilevel pahala dikumpulkan, semuanya berjumlah sepuluh amal. Mulai dari ilmu yang bermanfaat; mewakafkan buku, kitab, atau Alquran; berjuang dan membela Tanah Air; membuat sumur dan irigasi; membangun tempat penginapan bagi para musafir; hingga membangun tempat ibadah dan tempat belajar.

Itulah sebabnya para ulama pada zaman dulu berlomba-lomba mengerjakan amal-amal di atas. Mereka semua membuang jauh-jauh egonya untuk mementingkan diri sendiri. Kiranya, sudah saatnya bagi kita meneladani apa yang mereka lakukan pada zaman dulu. Sehingga, timbangan amal kebaikan kita lebih berat daripada timbangan amal buruk. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Asep Sulhadi
http://hikmah08.multiply.com/journal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar