Kamis, 21 Oktober 2010

KHIDIR (KHIDIR)

Pertemuan antara Musa AS dengan Khidir adalah salah satu peristiwa yang penting di dalam kehidupan Musa AS. Hal ini dijelaskan dengan rinci di dalam Surat Kahfi. Latar belakang peristiwa ini diriwayatkan dari Hadits Bukhari oleh Abi-bin-Kaab RA.

Pada suatu hari Bani Israil bertanya kepada Musa AS, “Siapakah yang paling berilmu di dunia ini.” Beliau menjawab, “Aku adalah yang paling berilmu.” Allah SWT tidak menyukai jawaban ini. Musa AS diharapkan menjawab bahwa Allah SWT lah yang Maha Mengetahui. Oleh karena itu Allah SWT bermaksud untuk memberi lagi pelajaran kepada Musa AS seperti yang telah dilakukan Allah SWT kepada manusia terpilih lainnya. Allah SWT memberitahu Musa AS bahwa ada seorang hambaNya yang lebih berilmu dibandingkan daripadanya dan bahwa hamba ini berada ditempat dimana dua lautan bertemu. Musa AS sangat penasaran untuk belajar lebih banyak dari hamba ini. Musa AS memohon kepada Allah SWT untuk memberinya petunjuk lebih rinci mengenai tempat ini.

Allah SWT memerintahkan Musa AS untuk menaruh seekor ikan ke dalam sebuah baskom/panci dan berjalan menuju tempat dimana dua sungai bertemu. Orang berilmu itu akan berada ditempat dimana ikannya akan menghilang. Musa AS memulai perjalanannya dengan pelayan yang masih kecil Yusha bin Noon sampai mereka mencapai sebuah batu karang. Mereka berdua menyandarkan kepala dan beristirahat sementara di sana.

Ikan itu keluar dari baskom/panci dan masuk ke dalam laut. Jejak jalan ikan ini dengan menakjubkan telah menciptakan sebuah terowongan. Pelayannya melihat kejadian ini. Tetapi, ia kemudian lupa menceritakan kepada Musa AS tentang kaburnya ikan tersebut, jadi mereka terus berjalan melanjutkan perjalanannya selama satu hari satu malam lagi. Kemudian Musa AS memerintahkan pelayannya untuk mengeluarkan ikan tersebut karena ia sangat lapar. Keduanya merasa sangat kelelahan karena perjalanan tersebut. Pelayan itu berkata kepada Musa AS, “Aku lupa mengatakan bahwa ikan itu telah lepas ketika kita beristirahat di dekat batu karang tadi.” Musa AS menjawab, “Itu adalah tempat yang kita cari.” Jadi mereka kembali menuju batu karang tersebut. Disana mereka melihat Khidir. Musa AS menyapanya. Khidir bertanya, “Apakah kamu Musa AS dari Bani Israil?” Musa AS menjawab, “Benar, dan saya mohon engkau mau mengajarkanku beberapa pengetahuan yang kau miliki.”

Percakapan yang panjang terjadi antara Musa AS dan Khidir. Keterangan lebih rinci dari percakapan ini terdapat dalam Hadits dan juga di dalam Al Kahfi 62 - 82

Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini". Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali." Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya Rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.

Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".

Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu". Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku" Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku". Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".

Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku". Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu.

Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu". Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.

Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai Rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".

Mari kita mencoba menarik beberapa pelajaran dari cerita Musa AS dan Khidir ini:

1. Janganlah membual, walaupun faktanya kelihatan benar.

2. Allah SWT tidak menjadi marah kepada manusia pilihanNya bila ia berbuat salah. Allah SWT kemudian memberinya tambahan pelajaran agar ia bisa lebih melihat sesuatu dalam warna sesungguhnya.

3. Musa AS sangat bersemangat untuk menimba pelajaran dari Khidir walaupun Allah SWT telah memberinya ilmu yang banyak. Jadi menimba ilmu adalah termasuk sunnah para Nabi.

4. Menimba ilmu memerlukan kerja keras yang banyak dan kesabaran. Jenis dari kesulitan bermacam-macam pada tiap kasus. Sebagai contoh, pelayan Musa AS lupa melaporkan kaburnya ikan waktu berada dekat batu. Mereka telah berjalan selama sehari semalam dan harus kembali ketempat semula, mengalami banyak sekali kesulitan dan kelelahan.

5. Seorang murid harus menunjukkan hormatnya kepada gurunya. Musa AS adalah seorang Nabi yang besar, tetapi ia menyapa gurunya, Khidir, dengan rendah hati dan penuh hormat.

6. Allah SWT hanya memberikan pengetahuan khusus dan terbatas kepada para NabiNya dan orang pilihanNya. Pengetahuan Allah SWT sendiri adalah tak terbatas. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ketika Musa AS dan Khidir berada di dalam perahu, seekor burung menghampiri. Burung itu beristirahat dipinggiran perahu dan meminum sedikit air laut dengan paruhnya. Khidir berkata kepada Musa AS, “Perbandingan ilmu kita berdua dibandingkan dengan ilmu Allah SWT adalah seperti perbandingan air pada paruh burung itu dengan air di dalam laut.”

7. Nabi Musa AS mengajarkan kita tatacara bepergian. Ia menjelaskan kepada pelayannya tentang tujuan perjalanan mereka, serta tempat akhir perjalanan sebelum mereka memulai perjalannya. Kita harus membagi pengetahuan ini dengan pelayan kita. Sayang sekali banyak majikan yang menganggap hal itu sebagai merendahkan derajat mereka bila membagi pengetahuan perjalanannya dengan pelayannya.

8. Khidir berkata bahwa segala perbuatannya yang luar biasa itu adalah bukan kemampuannya sendiri. Allah SWT telah memberinya pengetahuan khusus yang tidak diberikan kepada Nabi Musa AS. Jadi segala bentuk pengetahuan adalah karunia dari Allah SWT. Ia memberikan karuniaNya kepada siapapun yang dipilihNya. Allah SWT mengetahui segala yang gaib dan kita amat terbatas dalam pengetahuan dan pemahaman kita.

Kita bersyukur kepada Allah SWT atas kehendakNya memberi kita petunjuknya yang rinci ini untuk kebaikan kita semua.


“Lessons for Every Sensible Person”
Author by Imtiaz Ahmad M. Sc., M. Phil. (London)
Translated by Ir. H. Ismail Umar and Hj. Titie Wibipriatno

http://imtiazahmad.com/reminders/in_khidir.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar