Kamis, 16 Februari 2012

MANUSIA TIDAK LUPUT DARI SALAH & KHILAF

Manusia itu spt lantai, setiap hari, setiap detik selalu aja ada debu yg menempel dan menjadi kotor. Sebersih apapun seseorang, dia tak akan luput dari kesalahan dan kekeliruan. Baik karena khilaf, lupa, tidak sengaja atau malah di sengaja sekalipun. Namanya juga manusia, tempat salah dan lupa. "Manusia tak luput dari salah" itu benar, tapi JANGAN jadikan itu sbg alasan untuk selalu berbuat kesalahan. KESEMPURNAAN itu yg harus kita cari. Mengerjakan sesuatu dgn sempurna itu yg harus kita lakukan, meski tidak akan pernah bisa sempurna.

****************************


Manusia itu seperti lantai, setiap hari, setiap detik selalu aja ada debu yang menempel dan menjadi kotor. Sebersih apapun seseorang, dia tak akan luput dari kesalahan dan kekeliruan. Baik karena khilaf, lupa, tidak sengaja atau malah di sengaja sekalipun. Namanya juga manusia, tempat salah dan lupa. Al insaanu mahallul khoto wan nisyaan.

Begitupun sebagai umat, tak lepas dari kesalahan dan kekeliruan menempuh jalan kekhilafan dalam mengambil keputusan. Maka di utuslah Nabi dan Rasul yang menunjukkan jalan kebaikan kepada umat. Lalu setelah habis masa kenabian setelah sang penghulu para nabi Muhammad Saw wafat berpindah pula tugas itu kepada umat yang menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Ulama yang memegang peranan penting dalam proses ini, membimbing umat menuju cahaya kegemilangan sepeninggal Rasul. Kalau ada yang kotor di bersihkan, kalau ada yang keliru di luruskan. Begitulah kiranya tugas para tokoh agama, entah apa sebutannya : kyai, ustadz, habib, syekh, guru, mu'allim, atau cendekiawan. Seperti kain pel, dia bersihkan lantai yang kotor agar kembali menjadi bersih. Masalahnya, tidak setiap waktu kain pel yang semula bersih akan tetap terus bisa membersihkan dengan baik.

Menjadi orang yang memberi taushiah penyejuk hati, mengajar pengajian atau sibuk berda'wah ternyata tidak semudah penampilan di kasat mata. Menyerukan kebaikan selalu bermula dari hati. Hati yang bersih akan membuat orang yang diajaknya berbuat baik dan meninggalkan keburukan akan terbukalah hatinya. Hati yang kotor akan kehilangan ketajaman kata dan teladan.
Bukan pula pekerjaan yang mudah di lakoni, karena setiap ucap kata yang keluar, harus di barengi dengan ke ikhlasan dan konsistensi dalam ucapan. Sunggguh besar kebencian di sisi Allah orang yang mengatakan apa yang tidak ia lakukan.

Jika Muhammad sang utusan pun mohon ampun pada TUHANnya paling sedikit seratus kali dalam sehari, bagaimana mungkin seorang manusia biasa telah cukup dengan apa yang telah di lakukannya...
Hati-hati ketika menjadi pemimpin, salah mengucap pun, pengikut setianya akan manut (nurut). Kalau banyak kesalahan akan banyak pula orang yang ikut bersalah. Kalau salah mengucap, banyak orang yang menjadi korban kesalahannya.

Dari kasus kain PEL dapat diambil kesimpulan ;
Alih-alih membersihkan justru mengotori, alih-alih meluruskan justru membuat orang tersesat. Jadi pemimpin itu sulit.
Selain paham dia butuh keikhlasan.Lillahi ta'ala. Wallahua'lam bishshowab..


“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dgn serta merta mencabutnya dari hati manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dgn cara mewafatkan para ‘ulama. Kalau Allah tdk lagi menyisakan seorang ‘ulama pun, maka manusia akan menjadikan pimpinan-2 yg bodoh. Kemudian para pimpinan bodoh tersebut akan ditanya & mereka pun berfatwa tanpa ilmu. Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan. [HR. Al-Bukhari (100, 7307) Muslim (2673)]

Ulama ...
dengan ilmu, engkau tuntun kami menjadi mulia
dengan hikmah, engkau bimbing kami lebih bijaksana
dengan akhlak, engkau menjadi uswah hasanah
menyambung rantai taqwa, mengenalkan ajaran RasulNya

Dalam kekosongan kami ...
engkau tuangkan air pengetahuan, ...
pelepas dahaga, haus arti dan makna kehidupan
Dalam pencarian kami ...
engkau tunjukkan arah
kepada siapa kami menyembah ...
kepada siapa kami berserah diri
kepada siapa kami haturkan ikhtiar ini
kepada siapa kami berkaca
kepada siapa kami mencinta, perisai nafsu kabut logika ini ...
kepada siapa kami akan kembali,
mempertanggungjawabkan tiap langkah dalam perjalanan singkat ini


cintamu pada umat ini ...
ikhlasmu berbagi dengan kami
sikap amanahmu menjaga warisan para Nabi
ilmu, waktu, fikiran dan tenagamu ...
telah menghidupkan warna pelangi dalam diri kami
berwarna apik dalam akhlak
mengisi harmoni alam dalam ilmu
memancarkan keindahan dalam berbagi
ditengah tetesan berkah, bahkan musibah ...
berhias syukur dan sabar di tengah pancaroba

Sungguh ..., kami tahu
dalam kerasnya sikapmu,
engkau menginginkan kami menjadi yang terbaik
dalam amarah penuh cintamu
engkau takut hati, fikiran, iman dan potensi suci kami terusik

Dalam do'a
engkau sebut kami dihadapNya
engkau pintakan hidayah dan pertolonganNya
engkau teteskan air mata ...
roja' dan khouf akan maghrifoh dan adzabNya
meski kami tak pernah meminta ...

Sungguh ....,
terkadang kami tak sadar
betapa makna perjuanganmu begitu besar
sehingga kami mendapati cahaya yang begitu bersinar
cahaya dalam hati, fikiran dan jiwa kami yang terpancar
sadar sebagai hamba, teguh menjaga amanah
hidup penuh berkah, berbagi kebaikan dengan siapa saja
iman, islam dan ihsan ..., serta taqwa kepadaNya
sebuah warisan yang lebih berharga dari dunia beserta semua isinya.



http://www.facebook.com/note.php?note_id=177335948986998

1 komentar:

  1. Al-khilaf (perselisihan pendapat) di antara manusia adalah perkara yang sangat mungkin terjadi. Yang demikian karena kemampuan, pemahaman, wawasan dan keinginan mereka berbeda-beda. Namun perselisihan masih dalam batas wajar manakala muncul karena sebab yang masuk akal, yang bukan bersumber dari hawa nafsu atau fanatik buta dengan sebuah pendapat. Meski kita memaklumi kenyataan ini, namun (perlu diingat bahwa) perselisihan pada umumnya bisa menyeret kepada kejelekan dan perpecahan. Oleh karena itu, salah satu tujuan dari syariat Islam yang mudah ini adalah berusaha mempersatukan persepsi umat dan mencegah terjadinya perselisihan yang tercela. Tetapi, karena perselisihan merupakan realita yang tidak bisa dihindarkan dan merupakan tabiat manusia, Islam telah meletakkan kaidah-kaidah dalam menyikapi masalah yang diperselisihkan, berikut orang-orang yang berselisih, serta mencari cara yang tepat untuk bisa sampai kepada kebenaran yang seyogianya hal ini menjadi tujuan masing-masing pribadi. Para salaf (generasi awal) umat Islam telah terbukti sangat menjaga adab di saat khilaf, sehingga tidak menimbulkan perkara yang jelek, karena mereka selalu komitmen dengan adab-adab khilaf.
    (Kata pengantar Dr. Mani’ bin Hammad Al-Juhani terhadap kitab Adabul Khilaf hal. 5)

    BalasHapus