Senin, 19 Agustus 2013

50 Tahun Kompas Gramedia







Ketika majalah Intisari terbit pertama kali, 17 Agustus 1963, tidak terbayangkan itulah awal kehadiran kelompok usaha Kompas Gramedia. Lima puluh tahun kemudian, masuk akal jika Kompas Gramedia telah bersosok, atau mengutip ungkapan Prof De Volder sebagai ”lembaga yang organik sekaligus yang organis”.

Kompas Gramedia (KG) dengan bisnis inti industri informasi, atau pabrik tulisan atau kata-kata—Gramedia: grafika media—terdiri atas berbagai bagian yang beragam. Bagian-bagian itu bekerja sama dan berinteraksi melaksanakan fungsi masing- masing. Fungsi-fungsi yang beragam itu secara organis bekerja sama dan bersinergi menjalankan peran dan panggilan yang terikat oleh tujuan dan falsafah bersama.

Dalam statusnya yang organik sekaligus organis itulah hidup, berkembang, dan berfungsi Kompas Gramedia, dinamis dan senantiasa berubah sejalan dengan perkembangan masyarakat (medium is the extension of man). Sejalan dengan itu, bidang yang menjadi perhatian dan sarana pun beragam.

KG yang awalnya berusaha di bidang knowledge industry—Intisari 1963, harian Kompas 1965, Toko Buku Gramedia 1970, Percetakan Gramedia 1971, Radio Sonora 1972, majalah Bobo 1973, dan koran-koran daerah dengan brand Tribun baru setelah tahun 1987—dengan segala variasi bidang usahanya diikat dalam satu falsafah bersama, yakni opsi dasar (optio fundamentalis) yang digagas, dibayangkan, sekaligus menjadi tali simpul kebersamaan.

Small in the making. Ungkapan itu menggambarkan cita-cita bahkan mimpi para perintis dan pendiri Kompas Gramedia 50 tahun lalu. Para perintis dan pendirinya berangkat tidak dengan modal uang, tetapi dengan ide dan cita-cita. Selain sebelumnya bertemu dalam berbagai kegiatan, kami—Saudara PK Ojong dan saya—juga bertemu dalam kesamaan cita-cita, persepsi, dan impian untuk ikut ambil bagian mengembangkan Indonesia.

Inklinasi dan pandangan politik kami sama: Indonesia Kecil. Indonesia bukanlah kotak-kotak yang terbagi-bagi dalam sektor-sektor dan bagian-bagian yang terpisah secara rigid, melainkan Indonesia yang satu berwarna-warni, beragam dalam segala hal. Bagian-bagian memiliki kekhasan yang tidak luluh karena kebersamaan, tetapi menjadi mosaik indah dan produktif yang disebut Indonesia. Saling menunjang secara sinergik, organik sekaligus organis. Indonesia Kecil menjadi ideologi yang terus dikembangkan, juga setelah KG merambah keluar dari pakem knowledge industry.

KG ingin menjadi sarana, jembatan, dan titik temu berbagai kebedaan negara-bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam cita-cita, tetapi juga dalam membangunnya sebagai lembaga yang organik sekaligus yang organis.

Salah satu pembawa obor Ungkapan small Indonesia in the making jauh dari rasa jemawa. Serba tahu diri dan penuh pengertian, Kompas Gramedia dengan roh yang mendasari berbagai kegiatan bisnisnya hanya salah satu pembawa obor. Banyak perusahaan lain dari sisi finansial jauh lebih besar dan jauh lebih pantas menyandang gelar pembawa obor.
Akan tetapi, sejak awal para pendirinya merintis, mendirikan, dan mengembangkan usaha ini tidak hanya usaha bisnis. Ketika mendirikan Intisari, mungkin belum sedetail seperti ketika mendirikan Kompas, kami mengambil posisi dan menjabarkan independensi kami: usaha ini sebagai bagian dari ikut serta membangun sebuah Indonesia. Dasarnya kesamaan kemanusiaan Indonesia, heterogenitas Indonesia yang beragam dan di atas keberagaman itulah Indonesia yang satu. Bhinneka Tunggal Ika. Ikut serta berusaha terus-menerus agar Indonesia menjadi lebih baik.

Saya teringat kata-kata Matsushita tentang kelompok usahanya. Laba bukanlah cermin kerakusan perusahaan. Laba tanda kepercayaan masyarakat. Laba pertanda efisiensi. Setiap perusahaan memiliki kebudayaan korporat yang berbeda, yang tumbuh kalau ada nilai-nilai sebagai roh yang dihayati bersama oleh seluruh pimpinan dan karyawan. Nilai-nilai itu disampaikan sebagai tradisi lisan dan tertulis, dalam keteladanan dan sosok-sosok manusia yang terlibat di dalamnya.

Kami bahu-membahu, memperkaya dan mengembangkan etos dan etika itu, mentransfernya sebagai budaya korporat. Budaya itu terus diperkaya, dipraktikkan, dan dirumuskan menjadi kerangka dan pedoman kerja. Muaranya plus-minus ikut serta mengambil bagian dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Jiwa dasarnya Indonesia Kecil, kemanusiaan yang beriman, demi kemaslahatan manusia dan kemanusiaan. Jiwa dasar itu menjadi tali pengikat, roh, sumber referensi yang penerjemahannya senantiasa disesuaikan dan diperkaya oleh kondisi dan perkembangan zaman; diturunkan dalam perilaku jujur, bekerja tuntas, tegas tetapi punya hati.

Perusahaan ini berkembang selain karena kerja keras, kompetensi dan sinergi, juga berkat penyelenggaraan Allah (providentia dei) lewat tangan-tangan kita manusia, dengan kelebihan dan kekurangan kita. Selayaknya rasa terima kasih dan bersyukur disampaikan. Jauh dari sikap jemawa dan arogan, KG menjadi sarana dan jalan bagi kebahagiaan banyak orang. Bekerja senantiasa merupakan praktik dan refleksi ibadah, ora et labora, berdoa dan bekerja.

Lima puluh tahun Kompas Gramedia tumbuh dan berkembang berkat kerja sama kita yang berpilin tangan secara sinergik, mendapat kepercayaan masyarakat, didasari oleh cita-cita tidak sekadar usaha bisnis, tetapi juga mengembangkan ide-ide Keindonesiaan. Keberhasilan ini berkat bantuan banyak pihak, para pemangku kepentingan. Kesempatan ini sekaligus untuk mengucapkan terima kasih kepada para pihak karena saling menyertai dan mendukung perjalanan KG sebagai bagian dari mengembangkan Indonesia Kecil.
Ke depan, tantangan semakin berat, tetapi niscaya beban itu menjadi ringan manakala terdukung bersama. Hari ini niscaya endapan hari kemarin sekaligus proyeksi esok hari!

Oleh: JAKOB OETAMA

Sumber : Kompas Cetak


Tidak ada komentar:

Posting Komentar