Senin, 15 November 2010

Arafah Hujan Tangis dan Keharuan Saat Wukuf

Suasana Wukuf di Lembah Arafah sungguh sangat mengharukan. Rombongan-rombongan jamaah yang sudah datang sejak semalam, Ahad (14/11) malam, tidak pernah meninggalkan aktifitas ibadah. Sejak semalam, tenda-tenda selalu dipenuhi jamaah yang sedang berdzikir dan bertafakkur dengan dipandu oleh masing-masing kiai atau ustadz melalui pengeras suara.

Sementara di luar tenda, di antara sela-sela lorong tenda, trotoar-trotoar dan ruangan-ruangan terbuka atau di bawah-bawah pohon, hampir-hampir tidak ada yang sepi dari jamaah yang sedang berdoa, berdzikir maupun membaca al-Qur`an. Pemandangan seperti ini berlangsung hingga sore hari, Senin (15/11).

Bahkan sejak Senin siang tadi, ketika matahari mulai tergelincir ke arah barat dan waktu Sholat Dzuhur dimulai, kegiatan ibadah wukuf di Arafah mencapai puncaknya. Tenda-tenda semakin penuh dan ruang-ruang di luar tenda juga semakin padat. Di tenda-tenda jamaah Indonesia, kita dapat melihat suasana yang seragam, semua jamaah tertunduk dalam doa dan kekhuyukan.

Meski tidak ada larangan untuk berdiam atau melakukan ibadah wukuf di dalam tenda, namun beberapa jamaah lebih memilih berdzikir dan bertafakkur di luar tenda. Sejak melaksanakan Sholat Dzuhur, hampir semua jamaah tidak lagi beranjak dari tempatnya masing-masing. Dengan berjamaah atau sendiri-sendiri mereka terus menerus berdoa dan berdzikir kepada Allah SWT. Masing-masing terpekur dengan pikiran dan persiimpuhan munajatnya masing-masing.

Namun pemandangan ini rupanya tidak berlangsung lebih lama dari waktu Dhuhur. Sebentar kemudian, ketika bayang-bayang mentari telah melebihi benda-benda di atas bumi, dan waktu Sholat Ashar mulai menjelang, pemandangan mendadak berubah. Suasana haru kini meliputi wajah setiap jamaah, mata-mata menjadi sembab memerah dan suara-suara tertahan dalam isak parau. Sementara lantunan doa terus mengalun di setiap tenda meningkahi air mata yang bercucuran dari tiap pasang mata jamaah.

Ketika matahari semakin rendah, padang Arafah pun berubah menjadi menjadi lembah yang dipenuhi keharuan oleh hujan tangis. Dengan dikomando oleh ustadz atau kiainya masing-masing, para jamaah haji di semua tenda hampir serempak berdiri dan bersalam-salaman. Mereka berbaris berjajar dan saling berpelukan dengan mata berkaca-kaca.

Suami-isteri saling berpelukan dan bermaaf-maafan dalam tangis-tangis tertahan. Mereka yang bersahabat dengan teman-temannya juga saling bersalaman dan mulai saling berusaha mencoba memanggil nama baru teman-temannya dengan embel-embel gelar haji di depannya.

Karena rata-rata jamaah Indonesia sudah menunaikan Sholat Ashar dengan Jama` Taqdim, maka suasana ini tampak utuh dan tidak terpotong oleh kegiatan jamaah yang meninggalkan tempat untuk mengambil Wudhu Sholat Ashar. Hingga akhirnya keharuan berangsur reda dengan sendirinya.

Sementara itu sore mulai menjelang, di tenda-tenda petugas, kesibukan telah dimulai. Mereka yang akan bertugas ke Muzdalifah demi malayani para jamaah yang akan mabit (bermalam/menginap) di sana, akan segera berangkat lebih awal sebelum matahari terbenam. Red: Krisman Purwoko


http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/umroh-haji/10/11/16/146984-arafah-hujan-tangis-dan-keharuan-saat-wukuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar