Sabtu, 24 November 2012

Pesan Dari Hujan



Tadi pagi aku dapat pesan dari hujan. Katanya dia datang sebagai rahmat dari Tuhanku. Dia akan menyirami rerumputan, pepohonan, ladang, sawah, dan pekarangan milik kami. Karena akan sangat merepotkan jika kami harus menyirami seisi bumi. Jika hujan tidak datang, bagaimana mungkin tanaman bisa tumbuh, daun-daun bisa silih berganti muncul, biji-bijian bisa terisi, bunga-bunga bisa bermekaran, dan buah bisa ranum menguning.
”Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diatur-Nya menjadi sumber-sumber di bumi kemudian ditumbuhkannya-Nya dengan air itu tanaman-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu Kami melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal”. (QS.Az-Zumar,39:21).

Siang ini aku juga dapat pesan dari hujan. Dan lagi-lagi dia bilang dia diperintahkan datang sebagai rahmat dari Tuhanku. Sungai yang mulai mengering, waduk yang mulai menyusut, sumur yang mulai menurun permukaannya kini kembali terisi. Kami tak khawatir lagi tak bisa masak, minum, wudlu, mandi, dan mencuci. Ternak kami pun bisa terus makan, minum dan menghasilkan.
Dialah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.’‘ (An-Nahl, 10-11)

Malam inipun hujan belum beranjak pergi, dan dia masih setia mengirimkan pesannya untukku. Pesan itu masih sama, dia turun sebagai rahmat dari Tuhanku. Dia turun dengan butirannya yang tidak berat laksana bongkahan kerikil, dia turun dengan kadar yang seharusnya. Tanpa menjadikan genting kami roboh, kepala kami sakit dan tanah pijakan kami hancur. Tanpa menjadikannya terasa asin sehingga tak bisa kami minum. Dia turun merata di sekeliling tanpa harus menghalaunya dengan tangan kami, sehingga orang-orang di sekitar kami pun akan merasakan rahmat ini.
Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih. Maka, kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan, seperti) gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (Annur ayat 43)

Maka terangkanlah kepada-Ku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, nisaya Kami jadikan dia asin, maka mengapa kamu tidak bersyukur.” (Al Waaqi’ah, 68-70)

Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.”(Ar-Ruum, 48)

Lagi-lagi, hujan mengirim pesan kepadaku. Dia tak pernah diturunkan untuk menjadi bencana. Dia hanyalah air yang turun dan terus mengalir ke bawah, menjadikan akar pepohonan sebagai pegangan, mencari jalan yang lapang untuk terus mengalir dan mencari muara di ujung perjalanannya. Lalu jika pegangan itu hilang, tumpukan sampah menghalangi jalannya dan muara itu tak ada lagi, bagaimana dia bisa melewatinya? Sedangkan dia hanya air yang terus ingin mengalir. Jika akhirnya dia tak mampu tersimpan dan menumpahkannya di tengah-tengah kami, apakah dia tak lagi menjadi rahmat?
Dan sekali lagi, hujan mengirim pesan kepadaku, katanya ”sampai kapanpun aku adalah rahmat dari Tuhanmu, tapi dirimulah yang membuat rahmat itu menghilang dan merubahnya menjadi bencana”.
Astaghfirullah- al-’adzîm al-ladzî lâ ilâha illâ huwa al-hayyul-qayyûm wa atûbu ilaih



Tidak ada komentar:

Posting Komentar