Jumat, 19 April 2013

Danjen Kopassus Siap "Tukar Kepala'" dengan 11 Anggotanya



Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayor Jenderal TNI Agus Sutomo membela mati-matian 11 prajurit penyerang sekaligus pembunuh 4 tahanan di LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Bahkan, ia rela 'tukar kepala' dengan 11 orang prajuritnya itu.
"Bila perlu, yang 11 orang saya tukar. Dia di luar saya di dalam, saya siap. Lima tahun lagi saya pensiun, apapun bentuk hukuman saya siap," tegasnya usai menghadiri HUT Kopassus di Gedung Balai Komando Kopassus, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (16/4/2013) siang.

Menurut Agus, korps yang identik dengan baret merahnya tersebut adalah satu kesatuan utuh dan bergerak sesuai arah komandannya. Oleh sebab itu, ia sebagai komandan paling tinggi di kesatuan tersebut merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan para prajurit di lapangan.

Kini, lanjut Agus, yang bisa dilakukan pihaknya adalah melakukan pantauan terhadap proses hukum kesebelas orang prajuritnya hingga diadili.
Seperti diberitakan, TNI AD menyebut pelaku penyerangan Lapas Cebongan adalah oknum Grup II Komando Pasukan Khusus Kartasura, Jawa Tengah. Penyerbuan diduga melibatkan 11 anggota Kopassus, dengan satu orang sebagai eksekutor. Mereka membawa 6 pucuk senjata api yang dibawa dari markas latih Gunung Lawu.

Penyerangan itu disebut berlatar belakang jiwa korsa yang kuat terkait pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe. Empat tersangka pembunuhan Santoso yang kemudian ditembak mati, yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait.

Namun, sejak hasil investigasi disampaikan ke publik, TNI belum mengungkap identitas 11 orang prajurit tersebut. Kala itu, Kapuspen TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul berdalih pihaknya belum akan mengungkap identitas atas alasan dalam penyelidikan internal.

SUMBER :


KOMENTAR 


1. The Silent Executor

Membaca kisah pembantaian 4 tahanan di penjara Sleman, membuat gue pribadi terhenyak atas daya rekat kekerabatan batin antar anggota 'komunitas' yang disebut 'esprit de corps'. Setelah berhari-hari mendengar kasak kusuk berita simpang siur, akhirnya 'the real story' justru sangat menggugah.

Kita barangkali tak kan pernah tahu alasan sebenarnya kenapa Santoso ada di Hugo's Cafe malam itu, dan kenapa dia dihinakan dan disiksa oleh 4 preman yang konon menguasai the underworld of Yogya. Dari luka2nya jelas Santoso ditusuk, dihajar, ditendang, dipukuli dan diseret bagai bangkai anjing sampai mati. Barangkali ketika rasa sakit sudah tak tertahankan lagi, dia kepengen segera mati sambil mencoba sayup2 mengingat wajah istrinya yang hamil tua. Ketika Santoso tahu maut telah menjemput, tak ada jalan lain baginya kecuali pasrah tuntas agar kehangatan rahim Ibunya kembali menyelimuti sekujur tubuhnya yang telah rusak dihajar babak belur.

Anggota Kopassus bernama U sedang latihan di Gunung Lawu ketika mendengar berita keji ini. Dia tahu sebagai 'pasukan pembela keamanan bangsa' haram baginya bertindak main hakim sendiri. Barangkali dia merenung - atau jika dia Muslim dia akan segera berwudhu dan sholat Istikharah - memandang rembulan dan memohon signal dari atas sana. Abangnya, pelatihnya telah dihinakan. Apapun salahnya, tidak pantas insan makhluk Tuhan diperlakukan bagai binatang. Dia gundah, 'apa yang harus kuperbuat?'

Barangkali menjelang fajar dia sampai pada satu ujung yang tak kenal jalan pulang. Point of no return. Jika aku harus membalas perlakuan ini, I have to make it worthwhile!!!
I have to make a statement. Pesan perkasa untuk bikin negara terguncang karena telah lalai melindungi warganya.

Aku akan jadi Rambo. Seluruh bekal latihan bertahun kan kugunakan untuk membalas darah dengan darah, patah dengan patah. Penghinaan pada Santoso harus dibalas tuntas. Dia terkejut ketika 8 orang yang juga pernah dilatih dan dibela Santoso komit untuk membantu. Mereka siap mempertaruhkan karir, bahkan jiwa.

Mereka berangkat, bergerak efisien. Dalam waktu beberapa jam penghinaan dibalas 4x lipat. One tortured soul for 4 lost ones. Mereka tahu bahwa dalam waktu cepat, kasus ini akan terungkap, dan mereka akan disidang dalam pengadilan militer, dihukum dan dipecat dengan tidak hormat.

But is it all worth it? Apakah ketika 1 saja warga Yogya menyatakan setuju dengan tindakan ini - di warung kopi maupun di ranah maya - all is worth it? Kita bukan hakim, kita hanyalah pengamat yang turut merasa pilu atas peristiwa mengejutkan ini.

Seandainya U tinggal di Amrik, belasan publishing house dan produser flim akan rebutan membeli hak kisahnya. Dan barangkali judulnya pun telah disiapkan, yaitu: The Executor!

Amrie Noor

itb77-bounces@bhaktiganesha.or.id; on behalf of; amrie.mad@gmail.com
Fri 4/5/2013 10:39 PM

2.  TNI Pengangguran Kelas Tinggi

Maraknya aksi kekerasan yang terjadi antara TNI dan Polri merupakan warisan persoalan pemisahan wewenang TNI-Polri yang belum diselesaikan. Pengalihan sebagian peran TNI kepada Polri disinyalir kuat menjadi penyebab hal tersebut.

Hal itu dikatakan mantan Wakil Komandan Jenderal Kopassus Sutiyoso, dalam sebuah acara diskusi bertajuk Kecolongan Aksi Cebongan di Jakarta, Sabtu (6/4/2013) siang.
"Setelah dipisahkan, fungsi TNI hanya sebagai alat pertahanan negara. Ini berfungsi jika negara diserang oleh negara lain. Kalau seperti saat ini, negara tidak diserang, maka TNI jadi pengangguran kelas tinggi," kata Sutiyoso.

Dirinya mengatakan, sejumlah fungsi keamanan negara yang sebenarnya dapat ditangani TNI diambil alih oleh Polri. Hal ini, di antaranya, penanggulangan kasus terorisme hingga narkoba. Hal itulah yang akhirnya justru menjadi beban psikologis yang harus dialami TNI sebagai instansi yang berwenang sebagai alat pertahanan negara.
"Di Kopassus kita punya Den 81. Itu adalah unit elit TNI yang digunakan untuk menanggulangi persoalan terorisme. Namun yang terjadi sekarang, yang menangani persoalan teroris adalah Densus 88," ujarnya.

Menurutnya, saat ini hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah yaitu perlu membenahi peraturan yang mengatur tugas dan wewenang TNI di masyarakat. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus memperhatikan kesejahteraan di tubuh TNI. Dengan demikian, tidak ada lagi kesenjangan di tubuh aparat. Sutiyoso mengatakan, kesenjangan kesejahteraan memicu terjadinya tindakan radikal di antara dua instansi bela negara seperti yang terjadi di OKU maupun Lapas Cebongan.
"Intinya porsinya perlu diatur. Polisi cukup tangani persoalan tertentu dan tidak perlu semuanya," ujarnya.
  

http://nasional.kompas.com/read/2013/04/06/19324353/Sutiyoso.TNI.Pengangguran.Kelas.Tinggi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar