Selasa, 28 Juli 2009

Dokter Perempuan di Era Turki Usmani


Sejarah peradaban Islam mencatat, begitu banyak rumah sakit yang didirikan oleh kaum perempuan. Para perempuan pendiri rumah sakit di era kekhalifahan itu, biasanya adalah istri, anak perempuan atau ibu dari para sultan. Namun, seluruh staf atau pegawai rumah sakit pada masa itu adalah kaum Adam.

Prof Nil Sari, guru besar pada Fakultas Kedokteran Cerrahpahsa, Universitas Istanbul, Turki dalam sebuah penelitiannya, mengungkapkan, pada era kekhalifahan Turki Usmani sudah mulai banyak perempuan yang berprofesi sebagai dokter. Mereka sudah berpraktik baik di dalam istana kesultanan maupun di luar istana.

''Dokter perempuan pada era itu berbeda dengan bidan,'' ujar Nil Sari. Pada masa itu, bidan yang bertugas untuk membantu proses kelahiran dikenal dengan istilah ebe atau kabile. Sedangkan, dokter perempuan dikenal dengan sebutan tabibe. Sedangkan dokter pria dikenal sebagai tabib.

Istilah itu, ditemukan Nil Sari, melalui sebuah lukisan miniatur bertarikh abad ke-15 M pada sebuah risalat tentang operasi pembedahan yang bertajuk, CerrahiyetUl Haniye of Sabuncuoglu. Dalam risalah itu, dokter perempuan sudah terlibat dalam operasi terhadap seorang pasien perempuan.

Menurut Nil Sari, para dokter perempuan di era itu sudah terlibat dalam operasi atau penyembuhan penyakit-penyakit kewanitaan. Sejumlah dokumen yang berhubungan dengan istana, kata Nil Sari, membuktikan peran dokter wanita di era kekhalifahan Turki Usmani.

''Baik di istana Adrinople yang dibangun pada 1450 M maupun di istana tua Bayezid dan istana Topkapi terdapat rumah sakit yang besar,'' papar Nil Sari. Rumah sakit di istana Topkapi dibangun sekitar abad ke-17 M yang dikenal sebagai "Cariyeler Hastanesi". Di rumah sakit itu, sudah terdapat tim kesehatan khusus yang terdiri dari para dokter perempuan untuk menangani kesehatan para selir.

Tim kesehatan yang terdiri dari perempuan itu bernama "hastalar ustasi". Dokternya dikenal dengan panggilan hekime kadin atau dokter perempuan, Sedangkan asistennya disebut cariyesi. ''Gaji mereka terdaftar pada 1798-99. Tempat mandi dan dapur peninggalan rumah sakit untuk para selir di Istana Topkapi hingga kini masih ada,'' papar Nil Sari.

Pada saat itu, dokter perempuan juga tak hanya menangani pasien perempuan. ''Kami memiliki arsip dokumen tentang pasien pria yang dioperasi oleh dua dokter perempuan,'' ungkap Nil Sari. Pasien-pasien itu, tinggal di tempat yang berbeda-beda, berjauhan satu dengan yang lainnya.

Kedua dokter perempuan itu adalah dokter yang tak memiliki kantor. Mereka berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya, lalu menetap di daerah itu untuk sementara ketika ada pasien yang harus ditangani. Dokter-dokter perempaun yang berpindah-pidah tempat itu, suatu saat bisa menjadi dokter istana.

''Ketika pelayanan kesehatan di istana tak mampu menyembuhkan seorang wanita atay seorang anak Sultan, dokter perempuan dari luar bisa dipanggil ke istana,'' papar Nil Sari. Berdasarkan dua dokumen yang terdapat di Istana Topkapi yang berasal dari pertengahan abad ke-17 M, mengisahkan tentang upaya kepala dokter istana Cemalzade Mehmed Efendi yang mengundang seorang dokter perempuan terkemuka yang dikenal sebagai kejime kadin.

Dokter perempuan itu berasal dari Scutari. Sang dokter perempuan itu diundang ke "Saray-i Atik", istana tua, untuk menyembuhkan tiga pasien perempuan bernama, Ferniyaz Kalfa, Lalezar Kalfa dan Nazenin Kalfa. ''Dokter pria dan dokter perempuan pada masa itu benar-benar sangat dihormati,'' ungkap Nil Sari.

Kiprah dan peran dokter perempuan di Kesultanan Ottoman juga dicatat oleh seorang Duta Besar Swedia bernama, d'Ohsson, pada abad ke-18 M. Ia juga menyebut dokter perempuan itu dengan nama hekime kadin. Menurut d'Ohsson, dokter perempuan di Turki itu kaya akan pengalaman, namun pengetahuannya tak terlalu luas. Menurut d'Ohsson, dokter perempuan di era Turki Usmani juga berprofesi sebagai bidan.

Sementara itu, Ali Riza Bey, mencatat, istana pernah mengundang seorang dokter perempuan bernama Meryem Kadin. Ia diundang secara khusus, karena tim medis istana Turki Usmani tak mampu menyembuhkan Abdulmecid, putra mahkota yang akan mewarisi tahta pada awal abad ke-19 M.

''Dokter perempuan ini, berhasil menyebuhkan Abdulmecid,'' papar Ali Riza Bey. Sebagai hadiah, sang dokter perempuan diberikan gaji bulanan dan akses bebas untuk memasuki istana para selir. Menurut dia, kiprah para dokter perempuan di istana berlanjut hingga paruh kedua abad ke-19 M.

Satu dari empat dokter Muslim di antara 10 dokter yang bekerja di istana Yildiz pada tahun 1872 M adalah seorang dokter perempuan bernama ''Tabibe Gulbeyaz Hatun". Ia bergaji 200 akces per bulannya.

Abdulaziz Bey mencatat, dalam tradisi Turki Usmani, para dokter perempuan kerap diundang ke istana untuk menghadiri beragam perayaan. Mereka juga diberika penghargaan yang dikenal dengan sebutan "Bairam".

Pada era kejayaan Turki Usmani, dokter-dokter perempuan yang disebut sebagai ''morti tabibe'' juga bekerja di kantor karantina. ''Kami menemukan gaji mereka tercatat dalam daftar upah para pegawai karantina. Catatan itu diperoleh dalam sebuah dokumen bertarikh 1842 M,'' ungkap Nil Sari yang juga Kepala Etik Kedokteran dan Departemen Sejarah, Istanbul University, Sekolah Kedokteran Cerrahpasa.

Sumber lainnya yang membuktikan kiprah para dokter perempuan Muslim juga terdapat dalam ukiran batu yang terdapat di Masjid Aya Sophia. Di tempat itu terdapat sebuah tulisan pada batu yang bertuliskan, ''tabibe kadin,'' seorang dokter Muslim yang ditulis pada tahun 1802 M.

Para dokter perempuan Muslim di era keemasan Turki Usmani mempelajari ilmu kedokteran dari ibu mereka, yang juga dokter. Para perempuan di era itu juga sudah banyak yang bisa meracik obat-obatan. Fakta ini membuktikan betapa perempuan telah mendapatkan tempat untuk menduduki profesi penting dalam kehidupan sosial.


Sekolah Kedokteran di Era Turki Usmani

Tak hanya sekolah dasar yang tumbuh pesat di era keemasan Kerajaan Usmani. Sekolah yang levelnya lebih tinggi, seperti madrasah atau perguruan tinggi juga bermunculan. Dari madrasah itulah lahir sarjana-sarjana handal yang menguasai sains dan peradaban.

Itulah salah satu modal yang membuat Imperium Turki menjadi negara yang kuat, pada masanya. Kekuatan pemerintahan Usmani yang mampu menciptakan stabilitas politik dan ekonomi juga turut menopang perkembangan madrasah. Sistem pendidikan madrasah yang diterapkan pemerintahan Usmani sedikit-banyak turut mengadopsi warisan dari Dinasti Seljuk Turki. Bagi Kerajaan Usmani, pendidikan merupakan bidang yang terbilang amat penting.

Tak heran jika di setiap wilayah yang ditaklukannya, pemerintahan Usmani selalu membangun madrasah di sekitar masjid. Ini merupakan bagian dari kebijakan penaklukan yang dilakukan Imperium Usmani. Bagi Turki Usmani, agama, ilmu pengetahuan, dan pendidikan merupakan tiga hal yang penting. Melalui pendidikan, pemerintahan Ottoman itu akan memiliki pegawai yang terdidik dan berkualitas.

Madrasah pertama yang dibangun pemerintahan Usmani berada di Iznik (Nicea). Adalah Orhan Gazi - penguasa Dinasti Usmani -- yang kali pertama membangun madrasah itu. Dia membangun madrasah itu, tak lama setelah menaklukan kota itu pada 1330-1331 M. Untuk mengelola dan membiayai operasional madrasah itu, Orhan membentuk lembaga wakaf. Orhan juga ikut menjadi pengajar bersama wakilnya mevlana Davud Al-Kaysery yang telah menamatkan pendidikannya di Mesir.

Sejumlah ilmuwan terkemuka pada waktu itu, seperti Davud Al-Kayser dan penggantinya Taceddin Al-Kurdi, serta Alaedin Esved juga turut mengajar di madrasah itu. Antara abad ke-14 hingga 16, tak kurang dari 115 ilmuwan telah lahir dari madrasah yang berada di Anatolia dan negara Islam lainnya. Sejak saat itulah, setiap penguasa Usmani mendirikan madrasah.

Sultan Murad II di Edirne mendirikan Dar Al-Hadits Madrasah. Karamanoglu Ali Bey pada 1415 mendirikan Akmadrasa di Nigde. Sultan Muhammad II juga mendirikan Sahn-i Saman madrasa. Di Bursa Lala Sahin Pasha Madrasa yang didirikan pada 1348, tak sembarang guru bisa mengajar. Hanya guru yang berilmu dan berwawasan luas yang boleh mengajar.

Madrasah didirikan tak hanya mencetak ulama. Namun, juga ilmuwan yang menguasai filsafat, matematika, astronomi, ilmu alam, geografi, serta kedokteran. Mulai dari abad ke-14 hingga Sultan Muhammad berkuasa, Imperium Usmani memiliki sekitar 42 madrasah yang tersebar di Bursa 25 madrasah, 13 madrasah di Edirne, dan empat madrasah di Iznik. Dalam waktu yang singkat, jumlah perguruan tinggi yang dimiliki Kerajaan Usmani terus bertambah banyak. Beberapa tahun kemudian, jumlahnya bertambah menjadi 82 madrasah. Itu berarti setiap dua tahun, berdiri dua perguruan tinggi atau madrasah. Setiap madrasah dirangking berdasarkan statusnya.

Sayangnya, perkembangan dan kemajuan yang dicapai madrasah- madrasah di era Usmani itu mulai menurun pada abad ke-17 M. banyak pemikir Turki memperkirakan kemunduran itu terjadi akibat terlalu banyaknya jumlah mahasiswa yang belajar dan turunnya kualitas tenaga pengajarnya. Pendidikan Kedokteran Zaman Usmani

Imperium Usmani memiliki konsep dan metode khusus dalam mendidik tenaga medis. Selain sudah memiliki tabib -- yang dikenal sebagai spesialis penyakit dalam pada era itu pemerintahan Usmani juga sudah memiliki dokter spesialis bedah, dokter spesiali orthopedi, dan lainnya. Para dokter itu dididik dengan cara yang berbeda-beda. Dokter pada masa itu menempati posisi yang amat tinggi.

Para dokter itu dididik dan ditempa di sebuah madrasah dan dar al-shifa alias rumah sakit (RS). Di era itu, RS tak hanya menjadi tempat mengobati pasien, namun juga menjadi tempat bagi para calon dokter menempa diri. Di RS Kayseri, para calon dokter belajar mengenai dunia kedokteran secara teori dan praktik.

Anak muda yang ingin menjadi dokter disebut talib. Sedangkan, mahasiswa kedokteran mendapat gelar Shaqirdi tabib. Para sakird atau mahasiswa kedokteran itu ikut hadir menangani berbagai kasus secara langsung di RS. Sedangkan di madrasah mereka mempelajari seluk-beluk kedokteran secara teori.

Kerajaan Usmani Turki memiliki tradisi baru dalam membangun RS, yang berbeda dengan Dinasti Seljuk. Salah satunya adalah RS Bursa - bagian dari kompleks Sultan Yildirim. Di tempat itu juga dibuka sekolah kedokteran. Di RS Bursa itu ada ruang belajar dan ruangan guru yang juga para dokter. Di Istanbul, pemerintahan Usmani membangun RS Fatih pada 1470 M yang juga sekolah kedokteran. Selain itu di Edirne juga dibangun RS dan sekolah kedokteran yang bernama RS Bayezid II pada 1484. Hingga abad ke-19 M, para dokter dididik di RS yang sekaligus menjadi sekolah kedokteran. hri

By Republika Newsroom
Senin, 27 Juli 2009 pukul 15:42:00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar