Kamis, 23 Juli 2009

Tips Mengobati Penyakit Kuwas (Kurang Wawasan)


Sebagai anak-anak Adam yang ‘nggak sengaja’ hidup di abad 21, kita tidak dapat mengelak dari pergerakan arus informasi yang begitu cepat. Peristiwa-peristiwa local dan global juga terjadi begitu cepat. Ketertinggalan informasi berarti kehilangan posisi dan kesempatan dalam eskalasi penentuan masa depan pribadi, masyarakat local maupun global.

Perubahan cepat juga terjadi dalam cara berpikir manusia modern. Media massa berlomba menguasai cara berpikir dan selera manusia modern. Kekurangan wawasan dan kemiskinan prinsip dan filsafat hidup akan membuat manusia sekarang menjadi beo-beo yang mengulang-ulang apapun yang mereka lihat dan dengar tanpa filterisasi sama sekali.

Untuk dapat ‘hidup sukses dan selamat’ di era informasi abad 21 satu ini diperlukan jurus-jurus jitu agar kita bukan hanya tidak ketinggalan jaman bahkan juga leading sebagai seorang muslim yang memiliki misi hidup yang diberikan Sang Pencipta, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS adz-Dzariyat: 56)

1. al-Qur’an sebagai Operating System Otak Seorang Muslim

Yang pertama harus disiapkan adalah operating system di kepala kita yang menampung dan mengolah informasi-informasi yang beredar. Tidak banyak manfaatnya atau bahkan justru berbahaya, apabila seseorang banyak menyerap informasi tanpa memiliki system berfikir yang mampu mengarahkan, memilah dan memilih mana di antara sekian banyak informasi tersebut yang valid dan available, yang benar dan bermanfaat. Betapa banyak informasi yang walaupun banyak beredar tetapi belum tentu benar. Yang benar pun belum tentu bermanfaat.

Operating System yang paling afdhol yang Allah berikan pada kita adalah al-Qur’an. Tentu saja untuk bisa memanfaatkan al-Qur’an secara maksimal kita harus yakin bahwa keimanan kita ter-install secara baik dalam hati kita. Karena al-Qur’an hanyalah memberikan atsar yang optimal kepada hati yang segar dengan keimanan.

Dalam memahami al-Qur’an diperlukan juga program-program penunjang yang secara singkat dan padat dijelaskan oleh Dr Yusuf al-Qordhawi dalam Kaifa Nata’amal ma’al Qur’an (Bagaimana Berinteraksi dengan al-Qur’an). Ilmu-ilmu penunjang memahami al-Qur’an seperti Asbabun Nuzul, Nasikh wal Mansukh, al-mujmal wal mubayyan, dan lain sebagainya terintegerasi dengan baik dalam tafsir-tafsir seperti Tafsir Ibnu Katsir, Fathul Qadir, dan Adhwa’ul Bayan. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an sangat membantu memahami pesan-pesan al-Qur’an dalam konteks-konteks kontemporer. Tafsir ini barangkali satu-satunya tafsir yang sedemikan rupa menjadikan ayat-ayat al-Qur’an begitu hidup. Bisa dikatakan bahwa siapapun yang ingin merasakan degupan jantung al-Qur’an tidak boleh dia melewatkan tafsir ini. Meskipun demikian, sebagaimana kekuatan tafsir ini adalah sentuhan kekiniannya, pada saat itu juga kita perlu memperhatikan korelasi kontekstualnya dengan jaman kita yang dalam beberapa hal sudah mengalami perubahan relative meskipun secara prinsip masih analog.

Yang mutlak diperlukan untuk melengkapi operating system al-Qur’an adalah pengetahuan tentang hadits-hadits Nabi. Al-Qur’an adalah petunjuk verbal yang perlu dilengkapi dengan petunjuk operasional. Yang berbeda dari hadits adalah tidak semua hadits shahih atau valid untuk dijadikan pedoman. Penting diperhatikan mana hadits yang shahih mana yang dha’if. Meskipun tidak semua hadits dha’if maknanya salah.

Hadits Arba’in Nawawiyah adalah kumpulan hadits yang disusun oleh Imam Nawawi, di mana beliau memilih hadits-hadits yang merupakan intisari ajaran Islam. Setingkat di atas Hadits Arba’in adalah kitab Riyadhush Sholihin. Hadits-hadits di Riyadhush Sholihin derajatnya secara umum shahih atau hasan. Kitab tersebut sangat membantu orang awam yang ingin mendalami ajaran Islam. Bagi yang ingin menambah pengetahuan tentang sunnah, pilihan selanjutnya adalah Shahih Muslim kemudian Shahih al-Bukhari. Dan untuk membantu memahami dua kitab tersebut kita perlu merujuk Syarah an-Nawawi yang lebih menjabarkan Shahih Muslim, juga Fathul Bari yang menerangkan Shahih al-Bukhari. Tentu saja kemampuan bahasa Arab dan ilmu-ilmu alat seperti Ushul Fiqh sangat menentukan dalam ketepatan memahami teks-teks Qur’an dan Sunnah.

2. Road Map Sebelum Jalan

Sebelum seseorang memperbanyak informasi, yang lebih harus dibangun adalah konstruksi berpikir yang baik. Ini dibuat dengan cara belajar secara sistematik ilmu-ilmu tertentu. Biasanya lembaga pendidikan formal memberikan struktur berpikir dalam bentuk kurikulum. Dan jaminan validitas dan otoritas keilmuan memang sering diperankan oleh pendidikan formal. Dalam ilmu-ilmu keislaman hal itu juga diperhatikan. Karena itu para ulama mengatakan, “Janganlah belajar Qur’an dari mushhafi (orang yang hanya membaca mushhaf) dan jangan belajar fiqh dari shuhufi (orang hanya belajar dari buku).” Bahwa hanya sekedar mendapat pengetahuan dari membaca tidaklah cukup, bahkan cenderung rawan. Ilmu yang bisa diandalkan sebenarnya adalah ilmu yang didapatkan dari proses belajar mengajar kepada orang yang kompeten. Ini bukan berarti bacaan bebas tidak bermanfaat. Tetapi harus dimulai dengan belajar dulu dasar keilmuan dari ahlinya, baru kemudian mengembangkannya dengan berbagai bacaan.

Untuk lebih memahami dan mengambil manfaat dari berita-berita ekonomi misalnya, sebaiknya kita mempelajari dasar-dasar ilmu ekonomi. Untuk lebih menguasai berita-berita politik, lebih baik kita membaca dulu tentang teori-teori ilmu politik. Dan itulah yang dinamakan wawasan yang sebenarnya.

Ini bukan berarti mempelajari Islam hanya mungkin lewat jalur formal. Jalur informal dalam banyak kondisi bisa lebih baik jika lembaga formal ternyata memuat banyak kekurangan. Karena yang menetukan adalah content dan kualitas manhaj dan narasumber, bukan formalitasnya.

Wawasan tidak hanya ditentukan dari jumlah informasi yang didapat, tetapi juga pada kualitas dan kapasitas kelimuan yang dimiliki. Di jaman sekarang memang hampir mustahil untuk menguasai segala macam ilmu pengetahuan. Karena di jaman ini spesialisasi sudah begitu dalam dan jauh, sehingga tidak mungkin seseorang dapat cukup dalam untuk menguasai semua cabang ilmu. Tetapi seseorang yang ingin memiliki wawasan luas haruslah memperbanyak pengetahuan tentang dasar-dasar berbagai cabang ilmu. Sebagaimana dilustrasikan oleh Mushthafa Shadiq ar-Rafi’I, “Mengetahui segala sesuatu di dalam satu hal (spesialisasi), dan mengetahui satu hal dari segala sesuatu (general).”

Artinya dia menguasai segala sesuatu yang berkenaan dengan spesialisasinya. Dan dia mengetahui sedikit dari berbagai macam bidang pengetahuan. Sehingga tidak ada bidang keilmuan yang sama sekali blank baginya. Minimal memahami prinsip-prinsip umumnya.

Untuk jaman kita sekarang mungkin mustahil kita semua menjadi ahli computer, tetapi sangat fatal apabila kita sama sekali tidak tahu bagaimana memanfaatkan computer. Begitu juga tidak perlu kita semua menjadi ahli politik, tetapi sangat berbahaya kalau kita sama sekali buta politik. Begitu seterusnya.

3. Rutin Meng-Up Date

Seiring dengan bergulirnya waktu dan berpacunya berbagai peristiwa, informasi-informasi tentang berbagai perubahan terus berlangsung. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pengetahuan kita pada waktu tertentu. Proses membaca dan mengikuti perkembangan haruslah menjadi kegiatan rutin seperti rutinnya makan dan minum. Lebih jauh Imam Ahmad bahkan mengatakan bahwa kebutuhan manusia akan ilmu lebih besar dari pada kebutuhannya akan makan dan minum. Karena itu kita mesti selalu memperbaharui pengetahuan kita.

Urgensi Up date ini bukan hanya untuk mengikuti perkembangan informasi dan peristiwa tetapi juga mengokohkan basis-basis normative yang secara alami sangat mungkin mengendur dimakan waktu, atau terlupakan dikarenakan berbagai beban dan persoalan hidup. Itulah sebabnya seorang muslim dianjurkan untuk secara rutin membaca dan mentadabburi al-Qur’an. Wirid al-Qur’an ini selain memperkokoh dan mengingat kembali komitmen moral yang telah didapat, dia juga mendapatkan informasi, wawasan dan perspektif baru dengan membaca dan mentadabburi al-Qur’an dengan kondisi dan dimensi waktu yang berbeda.

Mengulang-ulang buku-buku yang bermutu dan berkapasitas lintas waktu juga bermanfaat dalam mengup-date kualitas wawasan dan pemikiran. Tetapi tentu saja hal-hal baru tidak boleh dilewatkan.

4. Check and Recheck

Rasulullah SAW bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukuplah seseorang dianggap berbohong jika dia mengatakan semua yang didengarnya.” (HR Muslim)

Determinasi informasi bisa ekstrem antara benar dan tidak, bisa juga agak bias antara yang akurat dan tidak, antara yang asumsi dengan yang murni kenyataan tanpa diselipi intepretasi pribadi. Karena itu seorang intelek harus selalu kritis dan teliti. Metodologi kritik informasi yang dipakai para ahli hadits dalam banyak hal dapat diterapkan.

5. Memperbanyak Jendela

Semakin banyak kita mempunyai jendela informasi semakin luas wawasan kita. Berikut jendela-jendela yang perlu dimiliki kader dakwah:

- Jendela bahasa. Semakin banyak bahasa yang dikuasai semakin luas kemungkinan seseorang memperluas wawasan. Dua bahasa internasional utama yang sebaiknya dikuasai kader dakwah selain bahasa local adalah bahasa Arab dan bahasa Inggris. Dan yang terpenting dari bahasa bukanlah formalitasnya tapi penggunaannya. Semakin sering digunakan baik secara pasif ataupun aktif akan semakin efektif.

- Jendela buku. Semakin banyak buku yang dibaca semakin baik. Volume bacaan sangat menentukan wawasan seseorang. Tapi yang lebih penting adalah kualitas bacaan. Di bidang spesialisasi seseorang sebaiknya selalu memilih karangan-karangan yang berkualifikasi dunia atau minimal level nasional. Untuk buku-buku popular ilmiah diusahakan sedapat mungkin dicermati kapasitas ilmiahnya.

- Jendela internet. Inilah jendela terbaru yang hadir di jaman kita. Volume informasi yang hampir tak terbatas oleh dimensi tempat dan waktu begitu menarik ditambah tampilan yang lebih atraktif membuat jendela ini begitu diminati. Tetapi kualitas informasi di sini sangat beragam mulai dari yang amat sangat berbahaya sampai yang amat sangat bermanfaat. Diperlukan kecermatan dan kebijaksanaan dalam memanfaatkan jendala ini.

- Jendela guru. Terutama bagi generasi muda, yang sangat berpengaruh dalam pembentukan wawasan adalah guru. Yang dimaksud guru disini adalah semua orang yang secara berkala memberikan ilmu baik dia adalah pengajar formal ataupun non formal seperti guru di sekolah, dosen, murabbi ataupun ustadz.

- Jendela media massa. Jendela ini pada masa kini sangat digdaya bahkan sering kali berlebihan dalam mempengaruhi opini dan selera masyarakat. Seorang yang ingin memperbaiki kualitas wawasannya tidak boleh melewatkan informasi dari media massa, tetapi jangan hanya mengandalkan media massa sebagai sumber informasinya. Wajib mengikuti informasi di media massa tetapi harus pula mengimbanginya dengan sikap kritis dan usaha untuk mencari informasi pembanding terhadap informasi-informasi yang destruktif.

Wallahu ta’ala a’alm. (fij)

By Fahmi Islam Jiwanto, mengenyam pendidikan dasar sampai menengah di Indonesia, kemudian melanjutkan studi ke Universitas Islam Madinah, hingga menyelesaikan S1 fakultas Syariah, kemudian menimba ilmu dari ulama Azhar Mesir. Dilanjutkan dengan merantau ke negeri Yaman, hingga mendapatkan “Syahadah Masy-yakhoh” (disejajarkan dengan magister) dari Universitas al-Iman. Saat ini yang bersangkutan sedang menyelesaikan program S3 di Maroko.

Copyright © 2009 Lentera Hidup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar