Kamis, 30 Juli 2009

Kebajikan


Kebajikan tampaknya merupakan sebuah kata yang telah ketinggalan jaman alias kuno. Di dalam kehidupan yang penuh dengan persa-ingan, antar kelompok-kelompok yang saling bertentangan, dan di antara berbagai jenis hubungan atau relasi antar manusia, prinsip keuntungan dan prinsip kemampuan sepertinya telah menggeser posisi prinsip moral.

Tentunya kita juga menyadari bahwa pada situasi tertentu tidak perlu terlalu menggunakan kebajikan. Kita juga pernah mendengar tidak sedikit cerita-cerita yang mengatakan bahwa kebajikan dan kejujuran merupakan kebodohan.

Ada pula yang mengatakan pada kita bahwa jika kita berhadapan dengan serigala jahat atau ular berbisa, maka apabila kita memperlakukannya dengan kebajikan, berarti kita membawa kehancuran diri kita sendiri, berarti kita "cari penyakit" sendiri, kapok, kebajikan berarti membantu serigala jahat atau ular berbisa, sama artinya kebajikan itu berarti idiot.

Akan tetapi hendaknya kita juga berpikir kembali, di antara orang-orang yang membutuhkan bantuan, mereka yang kedinginan dan yang luka parah menantikan uluran tangan kebajikan untuk menolong mereka, ada berapa jumlah di antara mereka itu yang merupakan serigala jahat atau pun ular berbisa?

Kita juga hendaknya bertanya, segenap mahluk di alam semesta ini, berapa perbandingan ular berbisa dan serigala jahat?

Jika hanya demi ular berbisa dan serigala jahat yang jumlahnya terbatas ini, kita tidak segan-segan memandang semua mahluk sebagai ular berbisa dan serigala jahat, tidak segan-segan menggunakan cara-cara untuk memperlakukan serigala jahat dan ular berbisa sebagai pedoman hidup kita, maka hendaknya kita bercermin kembali, penyakit macam apa yang kita derita ini?

Kita juga hendaknya bertanya, di antara orang-orang yang malang yang telah kita perlakukan dengan cara kita menghadapi para serigala jahat dan ular berbisa, ada berapa di antaranya yang benar-benar merupakan serigala jahat dan ular berbisa yang mampu melewati cobaan waktu?

Jikalau memperlakukan ular berbisa dan serigala jahat dengan segala kebajikan dikatakan sebagai seseorang yang telah pikun, lalu pada saat kita menghadapi orang yang bukan serigala jahat maupun ular berbisa namun kita tetap bersikukuh menggunakan sikap kita dalam memperlakukan serigala jahat dan ular berbisa, orang macam apakah diri kita ini?

Bukankah dengan begitu berarti kita sudah semakin mirip dengan serigala jahat atau pun ular berbisa?

Ketika kebajikan dan kejahatan saling berhadapan, kebajikan selalu tampak lemah tak berdaya, sedangkan kejahatan akan selalu tampak begitu besar dan kuat. Kejahatan akan menjulurkan tangan kejam tanpa keraguan sedikit pun untuk menyakiti kebajikan, sementara kebajikan itu sendiri selalu beradap pada posisi tidak bertahan apalagi melawan.

Kejahatan akan menghalalkan apa pun yang dilakukannya, dan oleh karena itu kejahatan memiliki berbagai jenis senjata. Sedangkan kebajikan tidak melakukan apa pun, dan oleh karenanya senjata yang dimiliki sangat minim jika dibandingkan dengan kejahatan. Kebajik-an acap kali kalah di tangan kejahatan.

Namun orang pada umumnya cenderung lebih menyukai kebajikan, menyambut baik kebajikan, dan mendambakan kebajikan.

Dengan memiliki kebajikan kita baru dapat meraih kebahagiaan, dengan memiliki kebajikan kita baru dapat bergaul dalam damai dan kebahagiaan, dengan memiliki kebajikan kita baru dapat mencurahkan segenap pikiran dan tenaga untuk mengerjakan hal-hal yang bersifat membangun, dengan memiliki kebajikan kita baru dapat melepaskan diri dari pertarungan yang menghabiskan energi dan tidak pernah berkesudahan, dengan memiliki kebajikan kita baru dapat memperoleh kesehatan yang normal, dengan memiliki kebajikan kita baru dapat mewujudkan kedamaian dunia.

Inilah kekuatan dari kebajikan. Kekuatan dari kebajikan justru terletak pada hakikatnya sebagai milik manusia.

Kebajikan itu dimiliki oleh manusia, dimiliki oleh sejarah, dimiliki oleh peradaban, dimiliki oleh akal budi, dimiliki oleh ilmu pengetahuan.

Kebajikan merupakan milik manusia yang lebih beradab, lebih agung, yang berkembang dengan lebih baik. Kebajikan merupakan milik masyarakat yang lebih beradab, dan lebih demokratis, lebih berkembang dan lebih maju.

Setiap kali kejahatan menang sekali dari kebajikan, dirinya akan tertekan sekali, sebab ia telah menunjukkan kejelekan-nya sendiri. Setiap kali kebajikan kalah sekali dari kejahatan, dirinya akan tumbuh berkembang, karena ia telah menunjukkan kecerahan dirinya sendiri.

Kebajikan adalah suatu kecerdasan, suatu pandangan jauh, suatu keyakinan, suatu kekuatan jiwa, suatu keselamatan jiwa, suatu kemantapan yang tenang menghadapi apa pun, suatu kultur, suatu kebahagiaan, suatu optimistis.

Kebajikan juga dapat dikaitkan dengan kenaifan, juga bisa dikaitkan dengan kedewasaan luar biasa. Pada umumnya kebajikan tidak melakukan kejahatan bukan karena tidak bisa melainkan karena tidak mau melakukannya.

Manusia yang berkebajikan bukannya tidak bisa melindungi diri dan melawan, akan tetapi dia tidak akan menyalah gunakan haknya untuk “membela diri secara sah”. Acap kali adalah demikian, anak kecil bersifat baik dan jujur, orang kuat yang benar-benar memahami kehidupan dan dunia juga bersifat baik dan jujur, hanya orang yang "setengah-setengah" ibarat setengah botol air, yang paling tidak baik.

Orang budiman sangat berlapang dada, orang keji selalu dirudung murung. Lebih-lebih orang yang jahat sering terisolasi, seperti kedatangan musuh, pekikannya sayu menyayat, kelakuannya pun hina, tidak merasakan kedamaian, hatinya selalu diselimuti kegelisahan.

Dan orang yang berkebajikan selalu dengan senyum menghadapi realita, selamanya tidak akan kehilangan keyakinan dan cita-citanya akan dunia, manusia, negara dan teman. (The Epoch Times/lin)

Erabaru News
http://erabaru.or.id/featured-news/48-hot-update/3396-kebijakan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar