Jumat, 17 Juli 2009

Rebiya Kadeer, Jutawan yang Jadi Aktivis


Sejak 2005, Muslimah asal Uighur ini tinggal di Virginia, Amerika Serikat (AS). Namun nama Rebiya Kadeer selalu disebut-sebut tiap kali ada gejolak muncul di Xinjiang. Dia dianggap sebagai dalang setiap pertikaian yang melibatkan etnis Uighur.

Tak banyak yang tahu, sebelum ia dijebloskan ke penjara oleh pemerintah Cina, Rebiya Kadeer merupakan pengusaha dan pegiat filantropi di Cina. Ia pernah menggerakkan proyek 1.000 ibu rumah tangga. Melalui proyek ini, ia membantu para wanita itu untuk mengawali usaha.

Semua dibiayai dari dana pribadi. Usaha yang didirikan mantan buruh cuci ini maju pesat dan mendulang banyak untung. Warga lokal menyebutnya: sang jutawan.Dari pundi-pundi yang dihasilkan dari usahanya itulah, ia membiayai berbagai kegiatan sosial. Ia menyediakan lapangan kerja bagi warga Uighur dan memberikan pelatihan ketrampilan kepada mereka. Ia ingin Uighur mampu memiliki kesejahteraan hidup.

Dari kegiatannya ini, Rebiya kemudian dipilih sebagai badan penasihat nasional Cina, Chinese People's Political Consultative Conference (CPPCC). Ia juga dikirim menjadi salah satu delegasi Cina yang dikirim konferensi dunia tentang wanita yang diselenggarakan PBB pada 1995.

Namun, petaka kemudian menghampiri dirinya saat suaminya yang orang Uighur, Sidik Rouzi, yang juga mantan tahanan politik memutuskan untuk terbang ke AS pada 1996. Sidik mendekam di penjara karena kampanyenya menentang perlakuan pemerintah Cina terhadap etnik minoritas.Langkah suaminya itu berdampak bagi dirinya. Paspor Rebiya ditahan dan polisi juga mengusiknya. Dan pada 1998, pemerintah juga menghalanginya agar tak terpilih kembali dalam CPCC.

Ujungnya, ia ditangkap pada Agustus 1999 di tengah perjalanan saat akan bertemu dengan delegasi dari AS. Kunjungan delegasi United States Congressional Research Service ini adalah untuk melakukan klarifikasi terkait banyaknya tahanan politik di Xinjiang. Di sela-sela kunjungan, mereka ingin bertemu dengan Rebiya.

Namun niat mereka tak pernah kesampaian. Rebiya ditangkap oleh polisi saat dalam perjalanan menemui mereka. Selain itu, polisi Cina juga menyatakan bahwa Rebiya berupaya mengirimkan surat kabar lokal yang memuat laporan kegiatan Uighur di Xinjiang ke suaminya di AS. Padahal surat kabar yang ingin ia kirimkan merupakan surat kabar yang secara luas dibaca di Xinjiang.

Pada 10 Maret 2000, pengadilan Urumqi menyatakan dakwaan bahwa Rebiya telah membahayakan keamanan negara. Ia kemudian mendekam di penjara dan dibebaskan tahun 2005. Di AS, ia menjelma menjadi aktivis. Ia mendirikan dan memimpin dua organisasi Uighur di pengasingan, yaitu World Uighur Congress dan Uighur American Association.

Ia membantah tudingan pemerintah Cina bahwa dirinyalah yang menggerakkan amuk massa di Urumqi, Xinjiang pada 5 Juli lalu. Kerusuhan ini menyebabkan 184 orang tewas. ''Saya memperjuangkan hak-hak dasar Uighur dan penentuan nasib sendiri,'' katanya.

Rebiya yang lahir di Altay, Xinjiang, 21 Januari 1947 itu, menyatakan permasalahan di Xinjiang, tak akan sepenuhnya tuntas bila pemerintah Cina tak transparan dan justru sebaliknya menyalahkan kekuatan asing. "Perdamaian yang sebenarnya tak akan bisa dicapai jika tak ada pengakuan adanya diskriminasi etnik di Xinjiang," ujarnya. fer/itz

By Republika Newsroom
Jumat, 17 Juli 2009 pukul 16:12:00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar