Kamis, 30 Juli 2009

Keberanian Milik Orang “Biasa”


That one simple word carries such a heavy meaning to it, such power. It can vary from something as simple as being kind so someone that no one else will befriend to the extreme of holding your ground in the face of a raging battle.

There are so many kinds of bravery and yet one thing remains constant for each of them: they are all highly respected. (http://burnheart.deviantart.com/)

Untuk hidup orang memang membutuhkan keberanian. Untuk bertahan hidup orang membutuhkan keberanian. Untuk bertahan hidup dan menjalani impian, orang membutuhkan keberanian. Untuk tetap bertahan dalam keyakinan mengenai kehidupan apa yang harus dijalani, orang membutuhkan keberanian.

Kata “keberanian” atau “courage” begitu mendominasi pikiran. Saat ini saya sedang mengagumi keberanian sepasang suami-istri yang membuka warung makan Nasi Gandul,demikian kami biasa menyebutnya, daerah Tebet Timur. Tepatnya sekitar 100 meter dari pasar tebet timur (PSPT). Warung itu memiliki dua makanan andalan; nasi Gandul dan nasi Pindang Iga.

Sepertinya keduanya selalu tampak gembira. Senyum selalu mengembang di bibir mereka. Dalam kondisi apapun. Mereka sangat ramah terhadap pembeli dan kadang-kadang terasa sok akrab. Karena itulah saya menjadi cepat akrab dengan mereka. Pada satu waktu saya mengobrol dengan sang suami. Mencoba untuk bertanya seputar kehidupan yang dijalaninya.

Rupanya mereka telah berdagang cukup lama di Jakarta. Kurang lebih lima tahun. Sebelum di Tebet, mereka memiliki warung cukup lumayan di daerah Glodok. Namun beberapa bulan lalu, warungnya kena gusur. Mereka harus mulai lagi dari awal. Mencari tempat dagang di wilayah lain. Alhasil, mereka menemukannya di daerah Tebet Timur. Satu juta rupiah perbulan yang harus di keluarkan untuk mengontrak tempat yang memiliki ukuran sekitar 4×4 meter. Tempat itu berfungsi juga sebagai tempat tinggal.

Rutinitas mereka tiap hari adalah; tiap jam lima pagi sang suami pergi belanja ke pasar Jatinegara. Mulai jam 10 pagi hingga jam 12 malam mereka berjualan di tempat itu. Kadang-kadang jam 8 pagi saya sering lihat si suami sedang makan pagi di warteg yang letaknya dekat dengan warung mereka. Rupanya dia kelelahan setelah berbelanja di pasar. Sementara sang istri sibuk mempersiapkan masakan.

Walau baru sekitar dua bulan, tampaknya mulai banyak pengunjungnya. Terakhir saya lihat mereka telah membuka kios rokok dan minuman dingin di depan warungnya. ”Lumayalah lah mas, untuk nambah-nambah,” demikian cetus sang Istri. Tapi ada satu masalah yang menghadap mereka. Sang suami berkata pada saya, ternyata pemilik tempat itu mau menjual kiosnya ke seseorang. Otomatis bila itu hal itu terjadi, mereka harus mencari tempat berjualan yang baru lagi.”Ah, nasib pedagang kaki lima,” demikian tutur sang suami sambil tersenyum.

Anehnya, pada saat bicara demikian tak tampak kekhawatiran di wajahnya. Luar biasa. Mereka menjalani hidup, yang tampaknya sangat sulit itu, dengan senyum. Tanpa mengeluh. Tetap bekerja penuh gembira dan bersemangat. Itulah keberanian. Itulah keberanian menjalani hidup.

Kemudian saya juga menemukan pemberani lainnya, yaitu pemilik bengkel Honda daerah Tebet. Saat itu saya sedang melakukan service motor di tempatnya. Itu rutinitas yang biasa saya lakukan tiap dua bulan. Pertama-tama kami mengobrol hal-hal bersifat umum. Tentang keluarga, hobi dan kerjaan. Kemudian , saya berkisah kepadanya, bahwa saat ini saya dan istri sedang mencoba bisnis baju. Hanya bermodal sedikit uang, relasi dan nekad.

Sambil tersenyum dia bertutur pada saya. Bahwa, bisnis itu modal utamanya adalah keberanian. Setelah itu baru yang lain. Itu yang dia lakukan saat memulai bisnis bengkel. Dengan penuh keberanian dia meninggalkan pekerjaan kantoran. Dan memulai bisnis bengkelnya 10 tahun yang lalu. Padahal sebagai pegawai kantor dia memperoleh gaji yang cukup memadai. Pada tahun 1997 dia telah di gaji sekitar 5 juta rupiah. Tapi dia berfikir bahwa model kerja seperti ini tidak akan membuatnya kaya. Dan juga dia tak dapat memaksimalkan kemampuan yang dimiliki. Dan memang akhirnya, dia sukses dengan bisnisnya.

Sayang, saat itu motor saya sudah selesai di servis. Sehingga kita harus mengakhiri pembicaraan yang mulai menarik itu. Tapi, sebelum saya keluar, dia tiba-tiba menunjukan sebuah buku tentang bagaimana memulai bisnis dari nol. Dia menyarankan agar saya membeli buku tersebut. Saya mengiyakan, dan kemudian memotret sampul buku itu.

Pengalaman mengobrol dengan kedua orang itu cukup membesarkan hati saya. Maklum, beberapa hari ini saya sedang ”kehilangan” keberanian untuk terus menggapai mimpi. Untuk dapat bersabar,tekun dan bekerja keras dalam mewujudkan mimpi. Pikiran saya malah dipenuhi beragam ketakutan yang tidak jelas. Oleh karena itu, saya butuh bergaul dengan orang-orang yang telah melewati proses kehidupan dengan penuh keberanian. Bergaul dengan orang-orang yang terlihat “biasa” tetapi memiliki mental pejuang. Orang-orang sederhana yang jiwanya tidak sederhana. Orang-orang yang berani berusaha dari nol. Hanya bermodal keyakinan, kerja keras, berani hidup sederhana dan selalu berdoa kepada Yang Maha Memberi. Mereka-lah orang-orang luar biasa.


Jumat, 22 Juni, 2007 oleh Yogi Prasetya
http://netsains.com/2007/06/keberanian-milik-orang-biasa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar