Selasa, 21 Juli 2009

Seperti Apa Komunikasi yang Matang


Nabi Musa a.s. terlibat dalam satu dialog dengan Firaun, cuplikan dari Al Quran surat Asy Syu’raa mulai ayat 23, tokoh yang diangkat Al Quran menjadi simbol penguasa yang mempertuhankan dirinya di hadapan rakyatnya.

Fir’aun, “ Siapakah Tuhan penguasa alam ? ”

Musa, “ Tuhan adalah pencipta dan pemelihara langit dan bumi, dan apa yang ada diantara keduanya. Jika kalian meyakininya.”

Fir’aun berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Denger enggak tuh apa kata si Musa?!”

Musa melanjutkan penjelasannya, “Tuhan adalah pencipta dan pemelihara kalian, dan juga Tuhan orang tua dan nenek moyang kalian.”

Fir’aun, “Sesungguhnya Rasul kalian yang diutus kepada kalian ini sungguh seorang yang gila!”

Musa masih melanjutkan penjelasannya, ” Tuhan adalah pencipta dan penguasa Timur dan Barat dan ruang yang ada diantara keduanya. Jika kalian benar-benar berpikir.”

Fir’aun, “Kalau kalian menjadikan Tuhan selain aku, aku akan jadikan kalian penghuni penjara!”

Musa,”Apakah engkau akan lakukan itu juga, meskipun aku datang dengan bukti dan argumentasi yang jelas …?”

Kita mendapatkan Musa a.s dan Firaun mewakili dua kutub yang berbeda dalam berkomunikasi. Yang pertama mencerminkan cara komunikasi yang matang, sedangkan yang terakhir menunjukkan cara komunikasi yang tidak matang.

Sejak awal Firaun tidak mendasarkan dialog ini dengan keinginan mendapatkan kebenaran objektif. Ini kemudian nampak dengan sikapnya yang mengejek saat mengatakan “Denger enggak tuh apa kata si Musa ?!??, atau bahkan menuduh Nabi Musa gila (menyerang pribadi pembawa pesan), dan akhirnya mengancam siapa yang mengikuti Nabi Musa akan menjadi penghuni penjaranya?

Ini adalah sikap membentengi publik dari nilai-nilai kebenaran. Tiga sikap ini menunjukkan peningkatan intensitas ketidakmatangan Firaun berkomunikasi. Ketika terdesak dalam argumentasi, semakin tidak rasional lontaran ucapan yang dia keluarkan. Ucapannya semakin enggak nyambung dengan masalah yang dia tanyakan sendiri, yaitu “Siapa Tuhan alam semesta itu?”

Sebaliknya Nabi Musa a.s. nampak begitu elegant dan konsisten memfokuskan dirinya pada jawaban atas pertanyaan Firaun itu. Sebuah pertanyaan yang memang isi jawabannya adalah misi da’wah yang mesti dia sampaikan. Walaupun tiga penggalan tanya jawab saja telah menyebabkan Firaun semakin emosional. Musa a.s. tetap tenang dan dengan jelasnya menggambarkan siapa Tuhan alam semesta.

Bahkan ketika Firaun mengancam dengan penjara, dia menjawab dengan tenang, bahwa dia akan sampaikan bukti sebagai penguat pernyataannya. Sebetulnya nampak dari dialog, sebelum itu Musa a.s. telah menurunkan tuntutan kepada Firaun dari ‘meyakini‘ menjadi ‘memikirkan‘ penjelasannya, ketika melihat Firaun keras kepala dengan kepongahannya.

Dialog di atas mengajarkan satu prinsip mendasar dalam berkomunikasi dan proses transfer pengetahuan. Yaitu, kematangan dan keberhasilan komunikasi terletak pada usaha yang optimal untuk menjelaskan pesan yang ingin kita sampaikan sejelas mungkin. Usaha ini harus dilakukan dengan landasan argumentasi dan sistematika penjelasan yang matang dan terstruktur.

Dan kematangan ini teruji konsistensinya ketika dihadapkan pada gangguan yang senantiasa terjadi pada proses komunikasi. Apakah sang komunikator terpancing mengikuti gangguan, ataukah dia tetap memelihara pesan utama? Semakin besar level rasional yang dimiliki oleh sebuah pesan, semakin berhasil pula komunikasi yang dilakukan.

Semakin kuat keyakinan akan pentingnya pesan, semakin teguh pula kita menyampaikannya. Tapi perlu diwaspadai juga, bisa jadi karena kuatnya keyakinan, kita kadang terlupa akan pentingnya cara penyampaian, dan secara tidak sadar kita bisa juga jatuh pada ketidakmatangan berkomunikasi. Semestinya kita tetap membiasakan metoda penyampaian yang penuh hikmah dan argumentatif. Karena dari sikap inilah kita menemukan kearifan seorang komunikator dalam menyampaikan pesan. Seperti arifnya Musa a.s. berdialog di hadapan Firaun.

Kadang kita masih terbawa emosi ketika lawan komunikasi mengajukan argument yang berbeda, atau bahkan berseberangan dengan pesan yang kita sampaikan.
Masih arifkah kita menghadapinya??
Matangkah kita dalam berkomunikasi dengan orang lain??

madhysta.com
Menciptakan Irama Kehidupan yang Harmonis dan Dinamis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar