Kamis, 20 Desember 2012

Kebahagiaan Istri adalah Kebahagiaan Suami



Membahagiakan pasangan kita adalah hal yang sangat penting dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. Di dalamnya akan banyak sekali keuntungan yang diperoleh jika pasangan kita merasa berbahagia. Betapa sukses hidup Rasulullah SAW dan para sahabat, karena peran istri-istri mereka karena merasa menjadi manusia yang dibahagiakan oleh suami-suaminya.

Adanya ketenteraman dalam kehidupan berumah tangga merupakan prasyarat bagi lancarnya pencapaian tujuan berumah tangga. Tiap anggota keluarga memiliki tugas dan cita-cita yang harus dikejar dalam hidup ini. Suami bertugas sebagai pemimpin sekaligus pencari nafkah.

Sedangkan istri adalah ratu yang mengatur kondisi rumah tangga sekaligus madrasah bagi anak-anaknya untuk mengenal dunia dan segala tata kehidupannya. Anak-anak adalah tunas yang harus tumbuh dan berkembang hingga dapat menjadi sumber kebahagiaan bagi keluarga dan masyarakat.
Semua tugas dan cita-cita itu hanya bisa terlaksana manakala suasana damai dan tenteram selalu hadir dalam rumah. Betapa sulit mencapai semua tujuan dan cita-cita tersebut manakala suasana yang hadir di rumah dipenuhi dengan amarah, saling curiga dan tak peduli satu sama lain apalagi sampai tak bertegur sapa (komunikasi tidak lancer) hingga berhari-hari lamanya.

Dari banyak kasus, kegagalan (baca; perceraian) dalam membina rumah tangga seringkali dimulai dari tercabutnya rasa aman, damai dan komunikasi yang kurang lancer dari rumah. Dan, peran istri untuk menghadirkan suasana ‘surgawi’ itu tak dapat diganti oleh orang lain, bahkan seorang khadimat (pembantu) sekalipun. Manakala istri merasa bahwa sang suami memberinya kebahagiaan dan keikhlasan, maka tugas mengurus rumah tangga akan mudah dikerjakan.
Kebahagiaan tidak terletak pada banyaknya harta dan tingginya jabatan seseorang, tetapi ia berada di dalam hati. Tumpukan materi dan sanjungan yang tiada henti bukanlah prasyarat seseorang untuk meraih kebahagiaan. Itu semuanya bermuara pada hati. Seorang suami harus memiliki kelembutan dan kepekaan rasa. Ia harus tahu kapan hati istrinya ‘luka’ dan kapan hatinya sedang bahagia.

Wanita pemalu atau pendiam biasanya hanya menyimpan saja luka di dalam hatinya tanpa mau mengatakan kepada siapapun, sekalipun kepada suaminya. Tidak ada satu nasihat pun yang dapat diterima oleh istri manakala kita menyampaikannya dengan kemarahan atau tak melihat perasaan istri.

Rasulullah SAW pun memberi label pada laki-laki, bahwa yang paling di antara mereka (para suami) adalah yang paling baik sikapnya terhadap istrinya. “Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kamu terhadap istri.” Demikian sabda Nabi SAW.
…Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS. An Nisa: 19)

Marilah kita kenali dan perlakukan hati istri kita dengan baik agar mereka dapat berbahagia, dan agar tujuan dalam membentuk keluarga yang penuh sakinah, mawaddah dan rahmat dapat tercapai. Sudahkah kita memberikan suasana damai dan ikhlas terhadap istri kita. Wallahua’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar