Selasa, 18 Desember 2012

Keunggulan Dan Keberkahan Dinar


Sebelum menguraikan keunggulan dinar, akan dipaparkan terlebih dahulu  mengenai sejarah dinar dirham secara ringkas, pengertian dinar dirham dan dinar-dirham dalam ayat  Alquran.


Sekilas Sejarah Dinar

Sebelum kedatangan  Islam,  dinar merupakan mata uang yang digunakan dalam transaksi perdagangan, baik international maupun domestik. Bangsa Arab yang dikenal  sebagai pedagang banyak melakukan  kegiatan dagang dengan bangsa Romawi Byzantium, Bangsa Persia dan para pedagang lain yang melewati negeri Arab. Berbagai jenis uang dinar emas dan perak dirham beredar dalam perdagangan mereka.

Pada saat itu, kota Makkah menjadi pusat perdagangan dan pertukaran mata uang, sehingga banyak para pedagang dari berbagai negeri datang ke kota Makkah untuk bertemu dan melakukan transaksi perdagangan dengan menggunakan mata uang dinar dan dirham. Kota Mekkah ketika itu menjadi kota dagang internasional yang dilalui tiga jalur besar  perdagangan dunia, Pertama, lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab, dikenal sebagai jalur dagang Selatan.  
Kedua, jalur dagang Romawi dan Persia disebut sebagai jalur dagang Utara, Ketiga, jalur dagang Sam dan Yaman disebut jalur Utara-Selatan.

Masyarakat Arab Quraish memiliki tradisi melakukan perjalanan dagang dua kali dalam setahun, yaitu pada musim panas ke negeri Syam (Syria sekarang) dan pada musim dingin ke negeri Yaman.(Hasan, 2005: 31). 

Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Quraisy ayat 1-4 :
Artinya :”Karena kebiasaan orang-orang Quraish, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyambahTuhan pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan dari ketakutan” (QS Al-Quraisy:1-4)

Ketika Islam datang, Rasulullah menerima keberadaan mata uang dinar dan dirham  sebagai alat pertukaran dan pembayaran, Penerimaan Rasululllah  akan mata uang dinar dan dirham disebut sebagai sunnah taqririyah (pengakuan dan penerimaan nabi atas praktek yang ada pada saat itu.)

Anwar, dalam makalahnya, “Sejarah Penggunaan Matawang Dinar” yang dipresentasikan pada National Dinar Conference di Kuala Lumpur, (2002) mengatakan bahwa mata uang dinar telah mulai dicetak dan digunakan sejak masa awal pemerintahan Islam. Namun, kata “dinar” bukanlah berasal dari bahasa Arab, tetapi  berasal dari bahasa Yunani dan Latin. Secara bahasa, dinar berasal dari kata Denarius (Romawi Timur) dan dirham berasal dari bahasa Aramaic-Persia yaitu dari kata Drachma (Persia). Dalam versi lain dikatakan dirham diambil dari uang perak “Drahms”, yang digunakan orang-orang Sassan di Persia. Drahms telah diambil dari nama uang perak “Drachma” yang digunakan oleh orang-orang Yunani.

Dalam sejarah umat Islam, Rasulullah dan para sahabat menggunakan dinar dan dirham sebagai mata uang mereka, disamping sebagai alat tukar, dinar dan dirham juga dijadikan sebagai standar ukuran  hukum-hukum syar’i, seperti kadar zakat dan ukuran pencurian. Pada masa kenabian, uang dinar dan dirham digunakan sebagai alat transaksi perdagangan oleh masyarakat arab.

Dinar dan dirham yang pertama sekali digunakan umat Islam,  dicetak oleh orang-orang Persia. Mata uang yang pertama dicetak itu adalah Dirham perak Sassanian Yezdigird III dalam bentuk koin (logam) yang selanjutnya digunakan umat Islam untk pertama kalinya dalam sejarah Islam.  Tahun 20 H, Umar bin Khathab mencetak dinar baru dengan pola tetap seperti dinar Romawi hanya di tambah lafadz Bismillah dan  Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Dinar dan dirham yang digunakan pada masa Khalifah Usman bin Affan juga tidak jauh berbeda dengan koin yang digunakan bangsa Persia, kecuali perbedaan penulisan bahasa di sisi uang Dirham tersebut. Penulisan bahasa Arab dengan nama Allah dan bagian dari ayat-ayat al-Qur’an di Dinar dan Dirham sudah menjadi budaya umat Islam kala itu tatkala mencetak uang Dinar.

Dinar dan dirham dicetak pertama kali pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 695 M/77 H. Beliau mengarahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham dengan nilai 10 Dirham yang mempunyai harga sama dengan 7 Dinar (mithqal). Setahun kemudian, beliau menyerukan agar Dinar dicetak dan digunakan di seluruh wilayah kekuasaannya. Di koin Dinar itu, kata-kata “Allah adalah Esa” dan “Allah adalah Abadi” ditulis menggantikan gambar-gambar binatang yang sebelumnya tertera di Dinar.  Sejak saat itu, uang Dinar telah pula dicetak berbentuk bulat, di satu sisi bertuliskan “La Ilaha Illallah” dan “Alhamdulillah” dan di sisi lain tertera nama Khalifah yang mencetak uang dan tanggal pencetakannya.

Kemudian, sudah menjadi hal yang lumrah, di atas koin Dirham ditulis “Sallallahu ‘Alayhi Wa Sallam” dan kadang-kadang ditulis pula potongan ayat-ayat al-Qur’an. Dinar dan Dirham tetap menjadi mata uang sah umat Islam kala itu sampai runtuhnya khalifah Islamiyah. Sejak keruntuhan khalifah Islamiyah, berbagai jenis dan bentuk uang kertas dan logam (fiat money) mulai diperkenalkan.

Menurut hukum Islam, uang dinar yang dipergunakan adalah setara 4,25 gram emas 22 karat dengan diameter 23 milimeter. Standar ini telah ditetap pada masa Rosulullah dan telah dipergunakan oleh World Islamic Trading Organization (WITO) hingga saat ini. Sedangkan uang dirham setara dengan 2.975 gram perak murni. Dinar dan dirham adalah mata uang yang berfungsi sebagai alat tukar baik sebelum datangnya Islam maupun sesudahnya (Sanusi, 2002).

Dalam perjalanannya sebagai mata uang yang digunakan, dinar dan dirham cenderung stabil dan tidak mengalami inflasi yang cukup besar selama ± 1500 tahun. Penggunaan dinar dan dirham berakhir pada runtuhnya khalifah Islam Turki Usmani 1924.

Di Bumi Nusantara, Dinar dan Dirham sudah mulai digunakan ketika Sultan Muhammad Malik Al-Zahir (1297-1326) berkuasa di Kerajaan Samudera Pasai. Dinar Pasai memiliki berat 0,60 gram dan berdiameter 10 mm mempunyai mutu 18 karat. Di bagian depan Dinar Pasai tertera nama Muhammad Malik Al-Zahir dan di bagian belakangnya tertera ungkapan ‘al-Sultan al-’Adl‘.[1] Seperti di Pasai, mata uang emas yang digunakan di Kelantan-Patani pada kurun yang sama yang terdiri dari jenis-jenis kijang dan dinar matahari juga tertera di atasnya tulisan ‘Malik al-‘Adl‘.

Ungkapan yang sama juga tertera pada uang Timah Terengganu yang disebut Pitis yang digunakan pada tahun 1838. Di Negeri Kedah pula, Sultan Muhammad Jiwa Zainal Syah II (1710-1760) turut mengeluarkan mata uang emas yang dinamakan Kupang yang ditempa ungkapan ‘Adil Syah‘ yang berarti Raja Yang Adil. Ungkapan keadilan (al-‘Adl) yang tertera di atas uang emas jelas menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai keadilan ditegakkan dalam sebuah perekonomian.[2]

Al-Qur’an Tentang Dinar dan Dirham

Dalam Alquran, Allah swt menyebut dinar dan dirham sebagai mata uang yang digunakan manusia, namun Alquran tidak secara eksplisit memerintahkan penerapan dinar dirham sebagai mata uang. Alqur’an dan Hadist juga tidak pernah mengklaim bahwa dinar dan dirham adalah satu-satunya mata uang yang sah digunakan umat Islam dalam melakukan setiap transaksi dan berbagai aktivitas ekonomi lainnya. Namun demikian, penyebutan kata-kata dinar dan dirham dalam ayat-ayat berikut secara implisit menunjukkan pengakuan Allah terhadap superioritas dinar dan dirham. Sebutan Dinar dan Dirham, misalnya terdapat dalam ayat-ayat berikut:
Dan di antara Ahli Kitab, ada orang yang kalau engkau amanahkan dia menyimpan sejumlah besar harta sekalipun, ia akan mengembalikannya (dengan sempurna) kepadamu, dan ada pula di antara mereka yang kalau engkau amanahkan menyimpan sedinar pun, ia tidak akan mengembalikannya kepadamu kecuali kalau engkau selalu menuntutnya…” (Q.S. Ali Imran: 75);
Dan (setelah terjadi perundingan) mereka menjualnya dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja bilangannya…” (Q.S. Yusuf: 20).

Sedangkan dalam ayat lain, perkataan emas dan perak direkamkan untuk menjelaskan fungsi dari emas dan perak tersebut. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, lalu mati sedang mereka tetap kafir, maka tidak sekali-kali akan diterima dari seseorang di antara mereka: emas sepenuh bumi, walaupun ia menebus dirinya dengan (emas yang sebanyak) itu…” (Q.S. Ali Imran: 91); dan “…Dan (ingatlah) orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak membelanjakannya pada jalan Allah, maka khabarkanlah kepada mereka dengan (balasan) azab siksa yang tidak terperi sakitnya” (Q.S. at-Taubah: 34).

Semua ayat di atas tidak memerintahkan penerapan dinar, karena bentuk kalimatnya adalah khabariyah (berita) dan juga tidak menjelaskan bahwa hanya uang dinar emas dan dirham perak yang sah dan halal digunakan umat Islam dalam melakukan berbagai aktivitas ekonomi. Ayat-ayat di atas hanya menjelaskan fungsi emas (dinar) dan perak (dirham) sebagai alat penyimpan nilai (store of value), alat penukar (medium of exchange), dan alat pengukur nilai (standard of measurement).

Merujuk pada ayat-ayat di atas, mayoritas para fuqaha (Ahli hkum Islam) tidak mengharamkan mata uang  selain Dinar dan Dirham, seperti fulus, Dolar, Euro, Rupiah atau berbagai jenis uang hampa (fiat money) lainnya dapat digunakan sebagai mata uang negara asal saja tidak terkontaminasi dengan unsur-unsur spekulasi, riba, gharar, dan gambling.[3] Walaupun demikian, para ulama lebih menggalakkan agar umat Islam menggunakan Dinar dan Dirham, dan secara bertahap meninggalkan Dolar dan berbagai jenis mata uang hampa lainnya, kerana dinar dan dirham memiliki tingkat kestabilan yang lebih tinggi.

Meskipun, dalam Alquran, tidak terdapat perintah secara eksplisit penerapan dinar, namun sunnah Rasulullah Saw secara nyata mengakui mata uang dinar dirham dan menjadikanya sebagai alat pembayaran keagamaan, seperti zakat, diyat, dan ukuran-ukuran hukuman dalam jinayat. Dengan demikian, jika dipandang dari ilmu hadits, maka  pengakuan Rasulullah akan dinar dan dirham, dapat dipandang sebagai sunnah taqririyah. 

Praktek penerapan dinar dalam Islam di masa Rasulullah terlihat pada uraian berikut :

1.. Islam mewajibkan zakat pada emas dan perak dan  menetapkan pula adanya nishab tertentu berdasarkan standar emas. Rasulullah Saw bersabda, “Pada setiap 20 dinar zakatnya adalah setengah dinar”. Artinya nisbah zakat dinar (emas ) adalah 20 dinar (atau 85 gr emas), dan zakatnya sebesar 2,5 persen (1/40). Rasulullah saw, juga bersabda, “Pada setiap 200 dirham zakatnya adalah 5 dirham”. Artinya nishab zakat dirham (perak) adalah 200 dirham (atau 595 gr perak), dan zakatnya adalah 2,5 persen (1/40).

2. Islam mewajibkan pembayaran diyat (denda) dengan emas dan perak serta menentukan ukuran tertentu untuk masing-masingnya. Diyat berupa emas besarnya 1000 dinar, sedangkan diyat berupa perak besarnya 12.000 dirham. Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a. bahwa pernah ada seseorang dari kabilah Bani Ady terbunuh. Nabi Saw, kemudian menetapkan bahwa diyatnya adalah sebesar 12.000 dirham (HR. Ashab as Sunan).

Diriwayatkan pula dari Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr ibn Hasm. Ia menerimanya dari bapaknya dan bapaknya menerimanya dari kakeknya. Disebutkan bahwa rasulullah saw, pernah menulis surat kepada penduduk yaman. Dalam suraat iotu Ralulullah saw bersabda, Dalam jiwa seorang mukmin (yang terbunuh) ada diyat 100 ekos unta… dan bagi yang mempunyai dinar (diyatnya 1000 dinar” (HR an-Nash’i)

1.     Islam mewajibkan potong tangan dalam kasus pencurian,. Islam telah menentukan kadar minimal nilai harta yang dicuri supaya hukum potong tangan dapat ditertapkan, yaitu seperempat dinar atau 3 (tiga) dirham., Diriwayatkan dari ‘Aisyiyah ras, bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda , “Tidak dipotong tangan pencuri kecuali dalam (barang senilai) seperempat dinar atau leih : (HR Kamsah).

2.   Ketika menetapkan hukum tukar menukar uang (sharf), Islam menetapkan uang dalam bentuk emas dan perak. Sharf adalah menukarkan atau membeli uang dengan uang, baik dalam jenis yang sama seperti membeli emas dengan emas atau perak dengan erak, maupun antar jenis yang berbeda, seperti membeli emas dengan perak atau membeli perak dengan emas. Diriwayatkan dari Abu Bakrah ra bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda :
“Rasulullah saw, melarang jual beli perak dengan perak dan emas dengan emas, kecuali dengan nilai setara (sama nilainya), beliau membolehkan kita membeli perak dengan emas menurut kehendak kita, serta membolehkan kita membeli emas dengan perak menurut kehendak kita (HR al-Bukhari dan Muslim).

Hukum-hukum Islam di atas yang dikaitkan dengan emas dan perak menunjukkan bahwa emas dan perak merupakan satuan mata uang standar yang telah ditetapkan berdasarkan legitimasi (taqririyah) Rasulullah saw, untuk menilai berbagai barang dan jasa (Zallum, 1988). Oleh sebab itu, jika negara hendak mencetak mata uang tertentu, negara haruslah mencetak mata uang standar emas (dinar) dan perak (dirham), tidak boleh mencetak yang lain (An Nabhani, 1963).

Zallum(1988) kemudian mengusulkan cetakan dinar emas akan dikeluarkan negara, beserta bagian-bagian dan kelipatan-kelipatannya, seperti ditunjukkan pada tabel 3 berikut :

Tabel 1

Cetakan Dinar Emas
Cetakan Dinar Emas
Berat Emas (gram)
Keterangan
¼ dinar
1.0625
Ukuran Minimal potong tangan
½ dinar
2.125
Kadar zakat untuk setiap 20 dinar
1 dinar
4.25
Standar berat dinar
5 dinar
21,25
¼ nishab zakat
10 dinar
42,5
½ nishab zakat
20 dinar
85
Nishab zakat

Pencetakan uang dinar di atas mengikuti ketentuan standar berat (wazan) dinar syar’i, y aitu 4,25 gram emas. Cetakan ¼ dinar adalah nishab nilai harta minimal untuk pemotongan tangan pencuri. Cetakan ½ dinar adalah kadar zakat untuk setiap 20 dinar, sedangkan zakatnya adalah 2,5%. Sementara itu, cetakan 5 dan 10 dinar merupakan kelipatan dinar yang berdasarkan pada nishab zakat, yaitu 20 dinar.

Zallum(1988) juga mengajukan usulan mengenai cetakan mata uang dirham perak, beserta bagian-bagiandan kelipatan-kelipatannya, seperti ditunjukkan pada tabel 4 berikut.

Tabel 2.
Cetakan Dirham Perak
Cetakan Dinar Emas
Berat Emas (gram)
Keterangan
½ dirham
1.4875
-
1 dirham
2.l975
Standar berat dirham
5 dirham
14.675
Kadar zakat untuk setiap 200 dirham
10 dirham
29.75
-
20 dirham
59,5
-

Negara juga boleh mencetak satuan mata uang yang lebih kecil dari nilai dinar dan dirham, seperti yang tertera dalam tabel 2 dan tabel 3, guna memudahkan muamalah untuk barang-barang remeh yang murah harganya. Akant etapi, mengingat kandungan nilai dari satuan emas dan perak ini kecil saja, maka sulitkiranya untuk mencetak dinar atau dirham dalam cetakan logam murni.

Karena itu ditambahkan pula pada cetakan dinar dan dirham ini logam-logam lain dalam prosentase tertentu, dengan syarat ada kejelasan berapa nisbah emas dan perak yang terkandung dalam mata uang dicetak, agar tidak timbul kesamaran atau keraguan (Zallum, 1988).

Selain itu alasan sunnah taqririyah, dari sisi metode istimbath, penerapan dinar dan dirham mengandung kemaslahatan yang luar biasa, sementara mata uang kertas dan dollar (fiat money) telah terbukti menciptakan kekacauan moneter, ketidakadilan, ketidak-stabilan moneter dan finansial, mengakibatkan inflasi, membuka pintu spekulasi valas dan perdagangan mata uang,dsb. Berdasarkan kemasalahatan dinar itu, maka penerapan dinar dirham merupakan perintah syariah. Sebagaimana terdapat dalam kaedah syariah yang sangat popular :
أَيْنَمَا وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ.

“Dimana saja terdapat kemaslahatan, maka di sana  syariah (hukum) Allah”,
Jadi karena penerapan dinar dirham mengandung kemaslahatan perekonomian bagi umat manusia, maka penerapan dinar dirham adalah perintah syariah berdasarkan ‘urf dan kemaslahatan, dan tentunya berdasarkan sunnah Rasulullah Saw. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penerapan dinar dirham mengandung berkah, karena ia mengandung keutamaan dan kemaslahatan, bahkan keadilan dan sejumlah keunggulan yang luar biasa.

Keunggulan Dinar Emas

Mengapa mata uang emas menjadi pilihan? Hal ini dikarenakan, emas sebagai mata uang memiliki sejumlah keunggulan-keunggulan jika dibandingkan dengan uang fiat. Berikut adalah keunggulan mata uang emas:

1. Mata uang emas memiliki nilai nominal yang sama dengan nilai intrinsiknya. 

Tidak seperti pencetakan dinar yang di back up 100% oleh emas, pemerintah kapan saja dapat mencetak uang hampa karena tidak perlu di back up oleh emas. Artinya, masalah utama uang hampa (fiat money) adalah tidak adanya nilai intrinsik (harga yang dikandung uang tersebut). Bank Sentral yang pertama kali mengeluarkan uang hampa itu dapat memungut keuntungan luar biasa. Keuntungan ini diperoleh dari perbedaan ongkos pencetakan dan nilai legal uang. Perbedaan ini dalam istilah keuangan disebut “seigniorage”. Uang hampa ini diperkenalkan dalam sebuah ekonomi sebagai hutang atau pinjaman. Kemudian bank-bank komersial memungut keuntungan melalui penciptaan deposit berganda (multiple deposit creation) dengan meminjamkan kepada masyarakat. Sistem uang fiat dan penetapan cadangan minimum (minimum reserve requirement) bank ternyata telah memudahkan penggandaan uang dilakukan. Sebagai contoh, jika jumlah cadangan yang disyaratkan dimiliki setiap bank adalah 10%, dengan jumlah deposit Rp. 1.000, bank akan dapat menggandakan jumlah deposit menjadi Rp. 10.000. Proses penggandaan uang ini akan menimbulkan inflasi.

2. Nilai mata uang emas lebih stabil.

Kestabilan dinar akan mengeliminir upaya-upaya spekulasi di pasar Valas. Penggunaan dinar emas diyakini akan menutup semua gerak para spekulan untuk meraup keuntungan di pasar Valas melalui aktivitas arbitraging.Fluktuasi Dolar juga akan menentukan keuntungan/kerugian para pemegang Dolar. Hal ini dialami para konglomerat Arab Muslim yang mendepositokan uangnya di bank-bank di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya yang telah mengalami kerugian luar biasa ketika terjadi tragedy pemboman gedung World Trade Centre (WTC), 11 September 2001 di New York. Tragedi “11 September 2001” itu telah menyebabkan Dolar terdepresiasi luar biasa sehingga menyebabkan para konglomerat Arab mengalami kerugian bermilyar-milyar Dolar. Hal ini akan berbeda dengan menyimpan uang dalam bentuk Dinar emas yang tidak pernah berfluktuasi.

3. Nilai dinar emas adalah tetap dan tidak menimbulkan inflasi.

Sejak mulai digunakan hingga saat ini, Dinar (sekitar Rp. 400.250) masih bisa digunakan untuk membeli barang-barang dengan kuantitas dan kualitas yang sama yang dapat dibeli ketika dinar digunakan tempo doeloe.

4. Nilai dinar emas juga tidak pernah mengikuti hukum ekonomi sebagaimana digambarkan oleh kurva penawaran dan permintaan (supply and demand curve).

Selama kurun 1988-1997, dunia mengalami pasokan emas sebanyak rata-rata 319 ton per tahun, tetapi harganya tetap relatif stabil. Malah, pada kurun 1994-1997, saat dunia mengalami defisit emas sebesar 384% harganya justru turun 14%. Realita ini persis seperti diakui oleh Alan Greenspan, dalam bukunya yang berjudul: Gold and Economic Freedom sebagai berikut: “ in absence of the gold standard, there is no way to protect savings from confiscation trough inflation” (tanpa kehadiran uang standar emas, tidak ada cara untuk memproteksi penyusutan tabungan akibat inflasi).

5. Emas terbukti kebal dari segala krisis ekonomi.

Ketika krisis Peso Meksiko, 1995, nilai emas disana naik 107% dalam waktu tiga bulan, ketika krisis Rupiah pada 1997, nilai emas di Indonesia melonjak 375% dalam kurun waktu tujuh bulan, dan ketika krisis Rubel di Rusia, 1998, nilai emas di Rusia naik 307% dalam waktu delapan bulan. Secara umum, meskipun harga emas dalam Dolar AS turun sekitar 30 % sejak 1990, rata-rata harga emas di dunia justru naik sebesar 20%.

6. Penggunaan Dinar akan mengurangi ketergantungan keuangan (financial dependency) para penggunanya terhadap Dolar akibat mismanajemen
modal.

Ini dapat dilihat dari dunia perdagangan Internasional. Negara yang memiliki pembayaran defisit (mayoritas dunia Muslim) berarti jumlah dana dalam negeri lebih banyak mengalir ke luar negara ketimbang dana asing yang masuk ke dalam negara. Dalam kata lain, jumlah impor jauh lebih besar dari jumlah ekspor.            
Hal ini akan menyebabkan terjadinya capital flight yang tinggi menyebabkan devisa akan turun, kalupun tidak minus. Bila ini terjadi, maka untuk menutupi defisit budget negara harus didanai dengan hutang luar negeri. Keterpaksaan berhutang akan memerangkapkan negara penghutang terhadap keharusan untuk memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan negara donor (pemberi hutang), yang sifatnya sangat mencekik leher negara penghutang. Tahun ini Indonesia harus membayar bunga utang lebih Rp70 triliun plus cicilan utang lebih Rp. 60 triliun total sekitar Rp140 triliun. (Vincent Wijaya, Waspada).

Hal ini akan terus meningkat sesuai dengan kenaikan suku bunga.    Keharusan menggunakan Dolar ketika membayar hutang akan menyebabkan nilai uang negara penghutang semakin rendah. Konsekuensinya, Negara penghutang berada pada pihak yang dirugikan karena harus membayar hutang dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan hutang sesungguhnya. Ini semata-mata karena karena ketidakstabilan (appresiasi) nilai Dolar. Lain halnya, jika berhutang dengan Dinar maka sampai kapan pun dan dalam keadaan bagaimana pun, nilai Dinar tidak pernah berubah.

Selain alasan di atas, superioritas Dinar telah terbukti ketika AS menggunakan uang standar emas pada tahun 1879. Pada saat itu, tingkat inflasi di negara Super Power itu menurun drastis menyamai tingkat inflasi ketika uang standar standar emas digunakan pada tahun 1861. Penyebab utama krisis ekonomi yang berulangkali menerpa dunia karena pengadopsian sistem keuangan global yang menggunakan fiat money, bukan Dinar Emas.
Kembali kepada isu model penerapan uang emas, Malaysia sebagai pelopor diberlakukannya kembali sistem uang emas dalam transaksi internacional menegaskan bahwa negara itu tidak akan mengganti sistem mata uangnya yaitu ringgit dan sen dengan mata uang emas. Malaysia berusaha mengembalikan sistem Britten Woods yang pernah berlaku. Penggunaan mata uang emas untuk perdagangan internasional selain akan menyebabkan efisiensi, maka kestabilan nilai emas sebagai alat tukar akan dapat meningkatkan nilai ekspor.

Ini sejalan dengan  hasil kajian yang dilakukan oleh Esquivel dan Larrain (2002) dalam paper diskusi kelompok G-24, dinyatakan bahwa volatilitas nilai tukar yang berfluktuasi berdampak negatif terhadap laju ekspor negara-negara berkembang. Lebih lanjut dinyatakan bahwa peningkatan satu persen kenaikan volatilitas nilai tukar dari mata uang akan menurunkan ekspor negara-negara berkembang rata-rata sebesar 2 persen. Volatilitas nilai tukar juga memiliki pengaruh negatif pada investasi asing langsung di beberapa negara. Selain itu, volatilitas menimbulkan uncertainty dan selanjutnya meningkatkan additional cost dalam perdagangan (Hamidi, 2006).

Keuntungan dari Penggunaan Dinar dalam Perdagangan Internasional

Penggunaan dinar dalam perdagangan internasional terutama dalam perdagangan bilateral akan memberikan berbagai keuntungan (Meera, 2004:95-98), di antaranya:

1.     Mengurangi dan menghapus resiko nilai tukar. Resiko yang ditimbulkan dari perubahan nilai tukar akan mempengaruhi aktivitas ekonomi dunia terutama perdagangan internasional. Kehadiran uang dinar akan menghapus setiap resiko yang ditimbulkan dari nilai tukar karena dinar adalah mata uang yang stabil dan menguntungkan bagi setiap negara yang melakukan perdagangan, walaupun harga nilai emas berfluktuasi, tetapi tingkat perubahannya lebih kecil dibandingkan dengan tingkat fluktuasi uang kertas saat ini.

2.   Penggunaan dinar akan mengurangi terjadinya spekulasi, manipulasi dan arbitrasi terhadap mata uang nasional. Ketika tiga negara seperti Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalam melakukan perdagangan maka akan ada tiga jenis mata uang. Tetapi dengan menjadikan dinar sebagai mata uang tunggal dalam perdagangan, maka tidak akan ada spekulasi atau arbitrasi yang terjadi dalam perdagangan tersebut. Pada prakteknya, situasi ekonomi dan politik sebuah negara akan mempengaruhi nilai tukar mata uangnya dan akan berengaruh pada pasar dan aktivitas ekonomi, tetapi dengan dinar sebagai mat uang global, hal tersebut tidak akan berpengaruh signifikan karena dinar bukan milik suatu negara tertentu.

3.   Penggunaan dinar akan mengurangi biaya transaksi perdagangan (transaction cost) dan meningkatkan perdagangan. Jumlah uang dinar yang sedikit akan bisa menutupi transaksi dalam jumlah besar serta memberikan peluang kepada negara yang tidak memiliki cadangan devisa yang cukup sekalipun.

4.   Penggunaan uang dinar dalam perdagangan akan meningkatkan perdagangan yang pada akhirnya akan meningkatkan kerjasama antar negara peserta. Disamping itu, penggunaan dinar akan mempengaruhi kondisi mata uang domestik yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem moneter nasional.

5.   Penggunan uang dinar dalam perdagangan internasional akan mengurangi sovereignty (kekuasaan). Dengan sistem perdagangan uang fiat saat ini telah memberikan peluang dan ruang kepada negara-negara maju untuk menguasai perekonomian dunia dan memperlebar jurang antara negara kaya dengan negara miskin. Penggunaan dinar akan mengurangi ketergantungan negara berkembang dan miskin terhadap perekonomian negara maju, mengingat sebagian besar sumber daya alam di dunia ini berada di negara-negara berkembang.

Bukan Romantisme Sejarah tetapi argument rasional yang ilmiah

Al-Ghazali membolehkan menggunakan uang fiat dengan persyaratan ketat seperti kewajiban menjaga kestabilan nilainya oleh pemerintah, dan Ibnu Khaldun menambahkannya untuk mendasarkan nilai uang fiat tersebut pada cadangan emas. Artinya mengajukan proposisi bahwa dinar adalah mata uang paling layak digunakan tidak sekedar berdasarkan romantisme sejarah Islam ataupun landasan ideologis semata. Penggunaan dinar  mestinya dilandasi argumen kelayakan yang berdasar nilai-nilai positif seperti stabil (stable) dan tahan lama (durable). Alasan dasar stabilitas merupakan unsur terpenting dari sebuah mata uang  karena dapat  melindungi nilai asset dari spekulasi dan hilangnya nilai likuiditas akibat volatilitas nilai tukar ( Anwar 2002 )[4].

Daya beli uang yang tidak  berfluktuasi mencerminkan kekuatan dari sebuah alat tukar.  Stabilitas mata uang dapat terpenuhi jika nilai nominal = intrinsik. Selain itu uang juga harus bersifat tahan lama sehingga tidak mudah rusak.
Selain stable dan durable, dari pemikiran beberapa Islamic Scholar dari  mulai Ibnu Taimiyah, Ibnu Maskawih, sampai pemikir ekonomi kontemporer, beberapa syarat tambahan agar sesuatu layak dipakai sebagai uang yaitu: Portable, uang harus praktis dan dapat digunakan dalam transaksi dimanapun; Divisible, uang dapat dipecah/digunakan dari transaksi kecil sampai besar.

Untuk transaksi kecil dapat menggunakan campuran emas dan logam lain dengan menyatakan nisbah secara transparan untuk mencegah bad money drives out good money

ataupun lewat penggunaan kartu debit seiring dengan perkembangan teknologi terkini; dan terakhir syarat mata uang ialah desirable., menarik artinya sesuatu dapat dianggap uang jika dikehendaki semua orang karena barangnya menarik bagi banyak orang, tidak hanya karena fiat/perintah semata.

Merujuk kepada semua syarat-syarat mata uang di atas, maka kriteria semacam ini hanya mungkin bila mata uang terbuat dari sesuatu yang berharga dan nilainya stabil yaitu emas. Kalaupun digunakan media lain, katakan uang kertas, maka uang kertas tersebut harus didasari oleh  nilai emas (atau perak).

Penutup

Menerapkan kembali mata uang dinar merupakan suatu keniscayaan, karena penerapan dinar akan menciptakan keadilan ekonomi dan mengandung banyak kemaslahatan. Berikut ini disimpulkan keunggulan-keunggulan  dan kemaslahatan mata uang dinar tersebut

1. Penerapan dinar secara luas akan ikut mengurangi inflasi yang selama ini terus membayangi ekonomi berbagai  negara. Inflasi sesungguhnya adalah suatu kemudhratan ekonomi yang harus ditekan. Inflasi adalah fenomena yang signifikan meningkatkan kemiskinan masyarakat.

2. Penerapan dinar juga akan mewujudkan stabilitas ekonomi makro-mikro, sehingga ekonomi negara tidak terombang-ambing dan tidak mengalami volatilitas. Hasil penelitian Esquivel and Larrain (2002) menunjukkan bahwa volatilitas sangat berpengaruh terhadap penurunan export dan investasi.

3. Maslahat penerapan dinar dan dirham juga akan mengurangi secara signifikan tindakan spekulatif. Kalaupun emas dijadikan sebagai barang perdagangan, namun ketiadaan margin dari transaksinya membuat spekulan tidak mau melakukannya. Hal ini karena  adanya keseimbangan antara nilai intrinsik dengan nilai nominal yang terdapat pada dinar.

4. Penerapan dinar menjadi kontribusi nyata sistem moneter syariah yang ikut memperkuat sistem perekonomian nasional, sekaligus memperingan beban ekonomi masyarakat.

5.  Penerapan dinar secara fantastik praktis akan mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Dampak positifnya bagi penciptaan stabilitas moneter  adalah akan semakin kecilnya kemungkinan negara-negara pengguna dinar setiap saat digoyang produsen dolar AS, juga para fund manager –yang sejauh ini terus malakukan spekulasi secara destruktif untuk kepentingannya sendiri dan mengganggu kemaslahatan rakyat banyak di suatu negara. Mengecilnya ketergantungan terhadap dolar AS akan berkorelasi konstruktif terhadap upaya stabilisasi ekonomi makro dan mikro. Inilah spirit perlindungan kebangsaaan terhadap kepentingan nasional yang seharusnya menjadi bentuk baru nasionalisme saat ini. (Agus Wahid 2004).

5. Penerapan dinar dan dirham sebagai mata uang akan menyulitkan masyarakat untuk melakukan  tindakan pemalsuan uang . Hal ini sangat berbeda dengan mata uang kertas yang relatif sangat mudah dipalsukan.

6. Dalam konteks keindonesiaan, penerapan dinar di Indonesia, menyelamatkan destruksi rupiah yang senantiasa terjadi. Dengan demikian penerapan  dinar adalah wujud nyata kecintaan kepada kemaslahatan bangsa.

Berdasarkan kajian ilmiah dan fakta empiris, dapat disimpulkan bahwa mata uang dinar adalah mata uang  terbaik. Dengan kemampuannya  menjaga nilainya sendiri maka Dinar Emas  mempunyai keunggulan sebagai alat tukar terbaik yang dapat meredam terjadinya spekulasi, manipulasi dan menekan inflasi secara signifikan,  sehingga dapat dijadikan sebagai instrumen stabilitas moneter yang ampuh.

[1] Hakikatnya ungkapan ‘al-Sultan al-’Adl‘, ‘Malik al-‘Adil’ dan ‘Adil Syah’ yang tertera di sisi mata uang Pasai, Kelantan-Patani, Terengganu dan Kedah adalah berdasarkan Firman Allah, yang bermakna: “…Allah menyeru berlaku adil dan berbuat kebajikan….” (Q.S. an-Nahl: 90).
[2] Hal ini seperti diungkapkan Salleh (tt), seorang peneliti pada TIME Research Institute, University of Salford, Manchester UK.
[3] Haneef and Barakat (2002) dalam makalahnya “Gold and Silver as Money: A Preliminary Survey of Fiqhi Opinions and their Implications” telah melakukan survey literature terhadap pendapat para Fuqaha tentang uang. Di antara kesimpulan mereka adalah tidak ada konsensus ulama bahwa hanya dinar dan dirham yang dapat digunakan sebagai uang dalam Islam.
[4] Anwar, Muhammad “ Euro and Gold Dinar : A Comparative Study of Currency Union “ . . Kuala Lumpur: International Islamic University Malaysia, 2002

Oleh : Agustianto, Ketua  I DPP  IAEI dan Dosen Pascasarjana Ekonomi Syariah Universitas Indonesia
http://www.agustiantocentre.com/?p=1047

1 komentar: