Rabu, 19 Desember 2012

Harapan Utama Orangtua Terhadap Anak-anaknya





Orang tua itu adalah orang yang sangat berjasa dalam kehidupan kita, seperti contoh seorang ibu dia dengan bersusah payah mengandung kita selama 9 bulan, kemudian setelah kita lahir ke dunia ini beliau mengurus kita sedari bayi rela mengorbankan waktu nya untuk kita, mengurus kita sampai saat ini, memberikan kita sebuah cinta yang abadi, cinta yang takkan pernah tergantikan.


Dan seorang ayah dia adalah orang yang dengan bersusah payah, memeras keringat, membanting tulang hanya untuk menafkahi istri dan anak – anaknya, bekerja siang malam tak kenal lelah berharap anak istrinya mendapatkan kehidupan yang layak dan nyaman.


Lantas kewajiban apa yang dapat kita lakukan untuk kedua orang tua kita ?

1.     Berbakti kepada orang tua.

Qs 46 (Al Ahqof) :15.
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang sholeh yang Engkau ridhoi;
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”

Terjemah Al Ahqof diatas sudah sangat jelas memerintahkan kita untuk berbakti kepada orang tua kita.

2.   Hormat dan mematuhi orang tua.

Hormat dan menghargai kepada keduanya, merendahkan suara dan memuliakan keduanya dengan perkataan dan perbuatan yang baik, tidak menghardik dan tidak mengangkat suara di atas suara keduanya, tidak berjalan di depan keduanya, tidak mendahulukan istri dan anak atas keduanya, tidak memanggil keduanya dengan namanya namun memanggil keduanya dengan panggilan, “Ayah, ibu,” dan tidak bepergian kecuali dengan izin dan kerelaan keduanya.
Dan ada hadits Nabi Muhammad SAW: “Tidak termasuk golongan umatku, mereka yang (tua) tidak menyayangi yang muda, dan mereka yang (muda) tidak menghormati yang tua”
(Riwayat at-Turmudzi).

Jika seorang anak tidak melakukan penghormatan, maka ia disebut anak durhaka. Ini merupakan dosa besar, yang diancam masuk neraka.

Dalam suatu hadits disebutkan: “Diantara dosa-dosa besar adalah menyekutukan Alloh, durhaka kepada orang tua, membunuh dan menyatakan sumpah palsu”. (Riwayat Bukhori).

Seorang laki-laki bertanya kepada Rosululloh SAW,” Ya Rosululloh, Siapa yang paling harus aku hormati ? ” Rosululloh SAW menjawab,”Ibumu”.
Laki-laki itu bertanya lagi,
“Kemudian siapa lagi ?”
Rosululloh SAW menjawab,”Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi,
“Kemudian siapa lagi ?”
Rosululloh SAW menjawab,”Ibumu”.
Laki-laki itu bertanya sekali lagi, “Kemudian siapa ? Rosululloh SAW menjawab,”Bapakmu”. (Shohih Bukhori).

Rosululloh SAW bersabda, “Surga ada dibawah telapak kaki ibu.”

3.   Memuliakan orang tua

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia” (QS. Al-Isro’, 17: 23.)

Karena kedua orang tua, terutama ibu, telah mengawali melakukan kewajiban dengan kasih sayang yang dilimpahkan.
Sejak anak masih berupa bayi, bahkan masih dalam kandungan, hamil dengan penuh kesusahan, melahirkan, menyusui, merawat, mendidik dan menafkahi. Semua itu merupakan bentuk kasih sayang yang telah dilakukan kedua orang tua
(Lihat: QS. Luqman, 31: 14 dan QS al-Ahqof, 46: 15).

Jadi, tinggal anak yang berkewajiban untuk menghormati dan memuliakan kedua orang tuanya.

4.   Rawat dan jagalah mereka dengan penuh cinta

Masyarakat Indonesia sekarang ini, banyak anak yang enggan menyisihkan sebagian waktunya, mengucurkan keringat atau sekadar berlelah-lelah sedikit, untuk merawat orang tuanya
yang sudah ‘uzur’. Terutama sekali, bila anak tersebut sudah berkedudukan tinggi, sangat sibuk dan punya segudang aktivitas.
Akhirnya, ia merasa sudah berbuat segalanya dengan mengeluarkan biaya secukupnya, lalu memasukkan si orang tua ke panti jompo!!

Apakah itu sepadan dengan apa yang dilakukan oleh orang tua terhadap kita dahulu sejak kita masih dalam kandungan sampai pada saat ini, dimana mereka menjaga, merawat kita dengan penuh cinta, kasih sayang, orang tua yang rela tidak tidur semalaman
demi menjaga kita,membanting tulang untuk memberi kita makan, pendidikan dan hidup yang layak.

Apakah dengan memasukan kedua orang tua kita ke panti jompo atau semacamnya itu pantas untuk semua pengorbanan yang telah di lakukan oleh orang tua terhadap kita, seharusnya kita bisa menjaga mereka dikala mereka sudah renta, mungkin kita tidak akan pernah bisa membalas semua pengorbanan orang tua kita sejak dahulu akan tetapi hendak lah kita tunjukan rasa cinta kita, rasa sayang kita terhadap kedua orang tua kita dengan menjaga,
merawat mereka dengan penuh cinta ketika sudah renta sebagaimana apa yang telah mereka lakukan terhadap kita.

Orang tua kita selalu memberikan yang tebaik untuk kita, apakah kita bisa melakukan yang baik untuk orang tua kita.

5.   Mendoakan kedua orang tua.

Wahai Rosululloh, apakah aku masih mempunyai kewajiban bakti kepada orang tua yang harus aku kerjakan setelah kematian keduanya?”
Rosululloh SAW. bersabda, “Ya ada, yaitu empat hal: mendoakan keduanya, memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman keduanya,
dan menyambung sanak famili di mana engkau tidak mempunyai hubungan kekerabatan kecuali dari jalur keduanya.
Itulah bentuk bakti engkau kepada keduanya setelah kematian keduanya.” (HR Abu Daud).

Salah satu dari tanda cinta kasih kita kepada ibu adalah munculnya pengharapan agar si ibu selalu hidup berbahagia.
Bila ia sudah meninggal dunia, kita juga senantiasa mendoakannya, serta memohonkan ampunan untuknya.

Suatu hal yang sangat wajar apabila orangtua memiliki suatu harapan terhadap anak-anaknya, justru sangat aneh rasanya bila ada orangtua yang tidak memiliki harapan apapun terhadap anak-anaknya. Saya tahu, sebagian diantara kita ataupun orangtua kita mungkin memiliki banyak keinginan dan harapan yang tinggi kepada anak-anaknya. Dan itu bukanlah sesuatu yang salah selama harapan-harapan itu tidak keluar dari koridor tuntunan ajaran agama.  Dan dari sekian banyak hal yang diharapkan oleh orangtua, jika disederhanakan mungkin hanya akan menjadi 3 harapan utama, yakni :


1. Tumbuh Dewasa dan Menjadi Orang yang Soleh

Ya, terlepas dari seperti apa kita atau anak-anak kita di masa perkembangannya, orangtua hanya berharap, bahwa kelak ketika anak-anak itu dewasa pada akhirnya bisa menjadi orang yang soleh yang patuh dan taat terhadap ajaran agamanya. Terlebih bagi kita yang beragama Islam, sedangkal apapun pemahaman kita dan sekecil apapun pengamalan kita terhadap ajaran agama itu, kita pasti berharap agar anak-anak kita kelak bisa lebih dari kita, lebih memahami dan lebih banyak mengamalakan ajaran agama itu.

Patut kita renungkan dan kita pertanyakan kepada diri kita sendiri apabila kita tidak memiliki keinginan dan harapan seperti itu. Sungguh, orangtua akan jauh lebih bangga saat anaknya menjadi pejabat, menjadi pimpinan perusahaan, menjadi pengusaha dan orang sukses atau hebat lainnya, tetapi sekaligus juga menjadi orang yang soleh.

Ini harus disampaikan dan dijadikan pedoman utama bagi anak-anak kita agar mereka tidak kehilangan arah dalam mencapai tujuan hidupnya setelah dewasa kelak. Tidak sedikit mereka yang masa kanak-kanaknya rajin beribadat, patuh dan taat kepada orangtua, tetapi kemudian akibat pengaruh lingkungan ataupun semakin lemahnya pengawasan orangtua, malah tumbuh berbelok menjadi orang yang sebaliknya. Hal ini mungkin tidak akan terjadi manakala anak-anak sudah memiliki pedoman yang pasti tentang harus seperti apa mereka setelah menjadi dewasa nanti. Dan inipun menjadi sebuah pertanyaan bagi diri kita sendiri, sudahkah ita menjadi orangtua yang soleh seperti yang diharapkan orangtua kita ? atau jangan-jangan malah kita sendiri belum tahu, seperti apakah orang yang soleh itu ? dan akan lebih mengerikan lagi apabila kita tidak atau belum memiliki sedikitpun keinginan untuk menjadi orang yang soleh ! Naudzubillah, semoga tidak demikian. 
Ingat firman Allah SWT dalam surat Al A’raaf ayat 179, yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al A’raaf: 179)


2. Hidup Sehat & Bahagia

Harapan kedua dari orangtua adalah anak-anaknya selalu dalam kondisi sehat dan hidup dalam kebahagiaan. Itulah mengapa banyak orangtua yang rewel dan gelisah manakala si kecilnya sulit makan, sulit disuruh tidur siang, sulit minum susu, dan sulit-sulit lainnya. Hal itu pulalah yang menyebabkan orangtua selalu menginginkan anak-anaknya masuk rangking di sekolah, mengikuti berbagai kegiatan, mengikuti berbagai les, belajar berbagai keterampilan, dan sebagainya yang diharapkan akan menjadi bekal di masa depannya. Hanya saja pertanyaan selanjutnya adalah, apakah hal itu harus dipaksanakan ?

Tidak sedikit orangtua yang memaksa anak untuk makan, tidur siang, minum susu, vitamin dan sebagainya hanya karena ingin anaknya terlihat gemuk padahal mereka sebenarnya sudah sehat. Tidak sedikit pula orangtua yang memaksa anaknya untuk ikut les berbagai pelajaran, mengikuti berbagai kegiatan, mengikuti kursus berbagai keterampilan, padahal sebenarnya belum urgent untuk anak-anak pada usia itu sehingga menjadikan anak malah merasa tersiksa menjalaniya. Tentu hal ini harus kita kaji ulang kembali dan meluruskan pemahaman yang benar mengenai anak yang sehat dan hidup bahagia itu sendiri.

Untuk masalah kesehatan mungkin tidak sulit, karena banyak parameter-parameter yang dikeluarkan para ahli kesehatan mengenai seperti apa anak-anak yang sehat, yang kemudian bisa kita jadikan acuan perlu tidaknya kita memaksakan sesuatau dengan alasan demi kesehatan anak. Namun untuk kebahagiaan itu sendiri, setiap orang mungkin memiliki parameter yang berbeda, termasuk parameter bahagia yang ditetapkan orangtua terhadap anak. Sekiranya masih ada alternatif lain, sekiranya jalan yang akan ditempuh anak masih sedemikian panjang dimana segala sesutu hal masih sangat memungkinkan terjadi dalam proses pencapaian hidup bahagia itu, mengapa kita harus selalu memaksakan segala sesuatunya dengan alasan untuk kebahagiaan mereka ?

Mungkin hal yang benar-benar harus kita sadari dan kita camkan kepada anak-anak kita adalah bahwa kebahagiaan itu tidak hanya bisa diperoleh melalui uang atau materi atau pangkat dan jabatan. Diluar semua itu masih ada hal lain yang bisa membuat hidup lebih bahagia, yakni jiwa yang bersih, hati yang tentram, serta rasa syukur atas segala nikmat dan karunia-Nya. 

Benarkah demikian ? mari kita tanya diri kita, apakah anda akan bahagia dengan sepeda motor yang anda miliki manakala anda merasa iri melihat tetangga yang memiliki sebuah mobil ? Apakah anda bahagia dengan benda-benda mewah yang ada di rumah anda manakala setiap saat hati anda gelisah karena takut didatangi perampok ? Apakah anda bahagia dengan uang ratusan juta rupiah yang anda miliki tetapi seminggu sekali anda harus cuci darah ?

Intinya uang, materi, pangkat, jabatan, dan sejenisnya memang bisa membuat hidup bahagia selama itu bisa memberikan jiwa yang bersih, hati yang tentram, dan selalu kita syukuri. ; akan tetapi di sisi lain, tanpa uang, materi, pangkat, jabatan dan sejenisnya, selama itu bisa membuat jiwa bersih, hati tentram, dan selalu bersyukur, itupun bisa membawa kebahagiaan yang hakiki. Tetapi tentu saja inipun jangan disalah artikan. Saya hanya sekedar ingin menekankan bahwa orientasi orangtua dalam membuat anak hidup bahagia seharusnya bukan lagi pada materi, pangkat ataupun jabatan, melainkan pada bagaimana agar anak kelak memiliki jiwa yang bersih, hati yang tentram, dan selalu mensyukuri segala nikmat yang diberikan-Nya. 
Mari kita perhatikan firman Allah SWT dalam ayat-ayat berikut, yang artinya :
“Dan jiwa dan apa yang oleh Allah dijadikan untuk menyempurnakannya. Maka Ia mengilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar), maka sungguh beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya dan sungguh merugilah yang mengotori jiwanya”. (QS.As-Syams : 7-10)

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram”. (Q.S Ar-Ra’d (13):28).

“Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S Ali Imran (3):126, (QS. al-Anfal (8):10)

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rizkinya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”. (QS An Nahl (16):112).


3. Hidup Sejahtera & Mampu Menjadi Penolong bagi Orang Lain yang Masih Memerlukan.

Tidak ada satupun orangtua yang ingin melihat anaknya hidup susah. Segala daya dan upaya dilakukan oleh orangtua agar anaknya kelak bisa hidup sejahtera. Dan orangtua akan merasa lebih bahagia, manakala kesejahteraan yang telah diraih anak-anaknya itu bisa pula dirasakan oleh mereka yang masih membutuhkannya dengan cara menolong menyisihkan sebagian dari harta yang dimilikinya. Semua orangtua pasti tidak menghendaki anaknya menjadi orang yang kikir dan bahil, yang tidak menyadari bahwa dari apa yang telah diperolehnya itu masih ada rejeki orang lain didalamnya yang harus disampaikan kepada yang berhak menerimanya.

Terlepas apakah seorang anak kelak akan menjadi seorang pejabat, seorang pimpinan perusahaan, seorang pengusaha sukses, atau hanya menjadi orang biasa, selama dia hidup sejahtera sanggup mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya dan mampu menjadi penolong bagi kepentingan agama dan orang lain yang membutuhkannya, tentu itu akan sangat membahagiakan bagi orang tua.

Masalah kesejahteraan hidup ini merupakan masalah yang benar-benar penting yang tidak boleh diabaikan mengingat banyak berbagai permasalahan yang akan timbul bila hal ini diabaikan. Sedemikian pentingnya, masalah ini tertuang pula melalui firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 9 yang artinya :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS. an-Nisa’ (4) : 9).

Adapun mengenai pentingnya memberikan sebagian harta kepada orang-orang yang berhak menerimanya, tertuang melalui firman Allah SWT dalam surat Al Baqoroh ayat 177, yang artinya :
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orangorang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (Al-Baqoroh:177).

Demikianlah, terlepas dari apapun dan bagaimanapun yang telah orangtua kita lakukan untuk kita, sebagai anak yang sudah dewasa apalagi telah berpredikat sebagai orangtua, tentu kita sendirilah yang memastikan bahwa ketiga hal itu bisa kita raih dengan segala daya upaya dan do’a kita. Sementara sebagai orangtua yang telah memilik anak-anak, kitapun tentu akan berusaha membimbing, mengarahkan, dan membantu anak-anak kita untuk mencapai ketiga hal tersebut. Dan suatu hal yang wajar bila kemudian selama prosesnya terdapat pertentangan dan perbedaan. Tetapi yang terpenting adalah memastikan bahwa perbedaan dan pertentangan itu tidak akan membelokan dari tujuan akhir yang ingin dicapainya. Semoga bermanfaat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar