Minggu, 13 November 2011

hakikat bahagia.



Kita hidup didunia ini tidaklah hidup begitu saja. Kita semua diberikan kesempatan hidup oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan tidak tahu hingga kapan Allah akan memberikan kesempatan hidup ini kepada kita. Bahkan lebih daripada itu, tak satupun dari kita yang bisa menjamin bagaimana akhir kehidupannya kelak. Padahal setiap orang ingin kehidupan yang bahagia. Setiap orang ingin kehidupannya berjalan dengan selamat. Maka akankah kita mampu mencapai kebahagiaan yang didamba itu? Akan selamatkah diri kita? Karena itulah pemahaman tentang hakikat kebahagiaan dan bagaimana jalan yang selamat untuk mencapainya merupakan ilmu penting yang selayaknya kita pahami.


Bahwa kebahagiaan yang sejati itu adalah keridhoan dan lapangnya hati dalam menerima segala ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Menjalani takdir-takdir yang telah digariskan-Nya dengan hati yang bersabar dan bersyukur, Qonaah, dan ridho menerima semua itu, bebasnya hati dari kecemasan akan semua itu, dan rasa penuh arti terhadap segala kenikmatan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah gambaran kehidupan yang selalu berada dalam kebaikan, kehidupan yang halaalan, thoyyibatan.

Bahwa makna kebahagiaan yang dipahami sebagian besar orang dimana mereka menyangka bahagia itu identik dengan kesenangan jasadiyah adalah tidak kena pada esensi kebahagiaan yang hakiki. Lihat saja seorang yang jasadnya nampak mewah belum tentu ia bahagia karena boleh jadi hidupnya selalu gundah. Seorang yang setiap hari jasadnya ditemani istri yang cantik bak diva belum tentu bahagia karena ternyata istrinya tidak setia. Seorang yang berkedudukan tinggi belum tentu bahagia karena jabatan yang ia sandang boleh jadi membuat ia terpenjara. Justru sebagian dari mereka inilah yang hidupnya paling jauh dari kebahagiaan. Yang jiwanya paling hampa dan kering. Yang hatinya paling merindukan ketentraman. Sungguh benar sebuah ucapan “kebahagiaan tidaklah diukur dari apa yang tampak pada lahir para raja, karena kebahagiaan itu biangnya bersembunyi didalam hati manusia”

Rasululloh ShalAllahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“bukanlah yang disebut kaya itu dengan banyaknya harta, akan tetapi kaya adalah yang kaya jiwanya” (Hadist Riwayat Bukhori dan Muslim)

Jalan Yang Haq Untuk Mencapai Kebahagiaan

Allah Berfirman dalam surah Al-Ashr (103) ayat 1 – 3
Demi masa.
Sungguh manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali mereka yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Surat Al-Ashr diatas mengandung pokok-pokok kebahagiaan. Maka sesuai dengan kandungan surat tersebut dan diperkuat dengan surat An-Nahl diatas, maka diketahui ada 4 pokok penyebab kebahagiaan. Yakni Iman, Amal Sholeh, Ahsanul-Lisaan, dan Sabar. Inilah jalan yang haq untuk meraih kebahagiaan. Inilah sebab-sebab kebahagiaan. Dengan mengumpulkan semua ini didalam diri kita maka kebahagiaan yang sempurna dapat dicapai.

Dari pemahaman ini dapat diketahui bahwa Terdapat 4 Penyebab Pokok Ketidakbahagiaan, yaitu :

1. Tidak beriman

kadar kebahagiaan ternyata sesuai dengan kadar keimanan. Hanyalah orang beriman yang mampu mengecap manisnya kebahagiaan yang bersumber dari manisnya iman. Keimanan didalam hatinya menjadi sumber kekuatan dan ketenangan sekaligus iman itu menjadikan ia pantas untuk diselamatkan Allah Azza wa Jalla dalam kehidupan dunia dan akhiratnya[1] . Sebaliknya keberpalingan dan kekufuran adalah penyebab sempitnya kehidupan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman :
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” [Thoha, (20) : 124]
Allah mengancam mereka –orang yang berpaling- dengan kehidupan yang sempit. Duhai, ancaman siapakah yang lebih benar dan lebih menakutkan daripada ancaman Allah –Zat Yang Maha Keras Azabnya-, maka itu berhati-hatilah dari kekufuran akan ayat-ayatnya.
Saudaraku.. Semakin mantap dan teguh iman seseorang, semakin tetaplah hatinya didalam ketenangan dan ketentraman. Sebaliknya; semakin terombang ambing keyakinan seseorang maka semakin terombang ambinglah ia diantara ketentraman dan ketakutan, diantara ketenangan dan kegelisahan, diantara kekuatan jiwa dan kelemahannya, dan semua ini adalah bentuk dari sempitnya penghidupan yang telah diancamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Karena itu barangsiapa yang hendak meraih kebahagiaan yang tetap, tetapkanlah hatinya dengan keimanan. Janganlah mencampuri keimanannya dengan syirik dan keragu-raguan karena besarnya syubhat didalam hati akan setara dengan besarnya penghalang hati untuk teguh diatas kedamaian dan kebahagiaanya. upaya untuk terus membersihkan hati dari segala syubhat harus terus dilakukan demi kebahagiaan dan ketenangan hati itu sendiri. Dan salah satu bentuk keimanan yang paling menentramkan dalam perkara ini adalah “tawakkal” dengan sebenar-benar tawakkal.

2. Tidak beramal sholeh

kebahagiaan tidak akan bisa terealisasi kecuali dengan beramal sholeh sebagaimana keimanan tidak akan nampak kecuali dengan beramal sholeh. Seseorang yang mengangankan kebahagiaan tapi tidak ada usaha nyata atas angan tersebut sama halnya orang yang mengikrarkan keimanan tapi tidak nampak usaha atas keimanan tersebut. Usaha nyata yang dimaksud disini tiada lain adalah beribadah dan bekerja sesuai apa yang dituntunkan dalam Syariat Allah yang mulia ini, tanpa membuat sesuatu yang menyelisihinya atau keluar dari batas-batas yang ditetapkannya.
Beramal sholeh adalah bentuk syiar yang paling jelas akan baiknya agama seseorang. Berkata Imam Bukhori Rahimahulloh : ‘Aku menjumpai berkali-kali dari satu masa ke masa yang lain, lebih dari seribu orang laki-laki dari kalangan ahli ilmu dari hijaz, Makkah, Madinah, Kuffah, Bashroh, Wasith, Baghdad, Syam, Mesir,…Maka tidaklah aku melihat seorangpun dari mereka berselisih dalam hal ini, yaitu; Agama adalah ucapan dan perbuatan. [Syarh Ushulul I’tiqod Ahli Sunnah, 1/173-174]
Bahkan sebagian Ahlul’ilm menyatakan bahwa mereka yang mengatakan bahwa dirinya menginginkan Sa’dah Wan Najaah (*kebahagiaan dan kemenangan) namun tidak nampak padanya amalan nyata menuju itu maka ia adalah seorang pendusta (*yakni karena mengatakan apa yang tidak diperbuatnya)

3. Tidak mengajak kepada kebaikan

tidak ada kebaikan pada sebagian besar perkataan manusia kecuali mereka yg mengajak pada kebenaran dan kesabaran. Lidah adalah ujungnya hati. (*yakni Seorang yang baik lidahnya menunjukan baik keadaan hatinya) Dan antara lidah dan hati memang saling mempengaruhi. Hati yang bahagia akan memicu lidah untuk mengucapkan kata-kata yang membahagiakan. Begitupun sebaliknya, lidah yang terbiasa dilatih mengucapkan kata-kata yang baik akan mempengaruhi hati untuk selalu merasa bahagia. Antara lidah dan hati ada keterikatan yang kuat. Maka Allah memerintahkan untuk selalu membasahi lidah dengan dzikir, dan hanyalah dengan berdzikir mengingat Allah hati akan tentram.

4. Tidak bersabar

ketidak sabaran adalah awal kesengsaraan, sungguh ketidaksabaran adalah awal kesengsaraan. Maka barangsiapa yang hendak mencari kebahagiaan, hendaklah ia mempersiapkan dirinya dengan kesabaran. Manusia memiliki himmah (*cita-cita), dan salah satu sebab kebahagiaan manusia adalah terpenuhinya apa yang menjadi himmah-nya. Dan himmah tidak bisa terpenuhi begitu saja melainkan harus ada ujian dan proses perjuangan untuk meraihnya. Maka kesabaran akan selalu menjadi hiasan dalam proses meraih himmah tersebut. Belum pernah kita temukan dimuka bumi ini seseorang yang mendapatkan sesuatu yang menjadi cita-citanya dengan cuma-cuma begitu saja. Selalu ada perjuangan dan cobaan yang menguji. Selalu ada rasa sakit dan kepayahan yang menghalangi. Semakin tinggi pucuk pohon yang hendak dicapai, semakin besar pula terpaan angin yang siap mendera. Karena itu menghayalkan bahwa kebahagiaan bisa diraih tanpa kesabaran adalah suatu angan-angan kosong belaka, sedangkan mengumpulkan kemenangan bersama kesabaran itulah bukti benarnya pemahaman akan kehidupan. Ketahuilah; Sesudah ilmu itu adalah amal, sesudah amal itu dakwah, dan sesudah dakwah itu adalah sabar. Maka sabar adalah penjaga bagi 3 perkara penting sebelumnya, yakni ilmu, amal, dan dakwah.


Sumber (di Edit seperlunya); http://pustakasunnah.wordpress.com/2010/08/17/hakikat-kebahagiaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar