Selasa, 31 Juli 2012
Witir, Bukan Sekadar Penutup Tarawih
Witir bukanlah semata-mata penutup shalat tarawih (qiyamul lail) di bulan Ramadhan, walaupun akhir tarawih selalu ditutup dengan witir. Witir merupakan shalat sunah muakkadah yang jumlahnya ganjil (1, 3, 6, 9 dan 11) dan menjadi penutup shalat sunah seseorang dalam waktu sehari semalam.
Sifat shalatnya yang ganjil sangat disukai oleh Allah SWT, sebab keganjilan merujuk pada ke-esa-annya. Oleh sebab itu, rangkaian shalat sunah seseorang dalam sehari semalam hendaknya ditutup dengan witir sebagai bukti pengesaan hamba kepada Tuhan.
Umumnya kaum Muslimin bermalas-malasan dan melupakan shalat witir di luar bulan Ramadhan. Padahal Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh Allah SWT telah memberikan tambahan banyak karunia dengan shalat witir yang lebih baik bagimu daripada unta gemuk yang bagus." (HR. Tirmidzi).
Di dalam madzhab Hanafi, hukum shalat witir adalah wajib (di bawah fardu dan di atas sunnah muakkadah) serta wajib diganti (qadha) lain waktu jika tidak dilakukan atau terlupakan.
Hal tersebut karena madzhab Hanafi secara tekstual bersandar pada hadis yang sanadnya shahih dari Buraidah bin Al-Hashib Al-Aslami bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Shalat witir adalah hak, barang siapa tidak lakukan witir maka ia bukan golongan kita (diucapkan tiga kali)." (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Witir yang dimaksud di sini bukanlah witir setelah shalat Isya, melainkan witir menjelang shalat Subuh, setelah seorang hamba habis-habisan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berbagai shalat sunahnya. Sehingga saat terjadi pergantian jaga antara malaikat malam ke siang dan sore ke malam, mereka dapat menemui kita dalam keadaan bersujud kepada Allah SWT.
Walaupun diperbolehkan shalat witir satu rakaat, namun sebagian ulama memakruhkannya. Hal tersebut karena asal muasal rakaat shalat adalah dua atau yang dapat dibagi dua. Sehingga sempurnanya witir adalah tiga rakaat karena ia bilangan ganjil terkecil yang dapat dibagi dua dan utamanya dilakukan dengan dua rakaat plus satu, bukan tiga rakaat sekaligus.
Dari Abdullah Ibnu Abbas, Abdullah bin Mas'ud dan Aisyah RA berkata, "Rasulullah SAW melakukan shalat witir dengan tiga rakaat."
Adapun jumlah terbesar shalat witir sebelas rakaat tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya antara berbagai madzhab.
Semoga Allah SWT memberikan kemudahan kepada kita untuk melakukan shalat witir di luar Ramadhan sebagaimana Allah meringankan kita melaksanakannya di bulan Ramadhan. Apalagi setelah kita menyadari banyaknya tambahan karunia yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang melanggengkan penutupan shalat sunahnya dengan witir.
Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA
Senin, 30 Juli 2012
SHOLAT & BERDOA
SHOLAT dan BERDOA :
tidak boleh PART TIME, tidak boleh SOMETIME, apalagi NO TIME, harus ON TIME, mesti FULL TIME, kalau bisa OVER TIME, sebab kita bisa meninggal ANYTIME..!!!
Meghina para ulama dan Akibatnya
Meghina para ulama
terbagi menjadi dua:
Pertama: Menghina pribadi mereka, misalnya orang menghina sifat-sifat mereka baik dari sisi bentuk ciptaan atau akhlak mereka, ini haram berdasarkan, firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Hujurat: 11).
Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini, “Allah Taala melarang mengejek orang yakni menghina dan memperolok-olok orang sebagaimana diriwayatkan di dalam ash-Shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, ‘Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.’ Yang dimaksud dengannya adalah merendahkan dan meremehkan mereka, ini haram karena bisa jadi yang dihina lebih mulia kedudukannya di sisi Allah dan lebih Dia cintai daripada orang yang mengejek dan menghina.”
Kedua: Menghina ulama karena mereka ulama, karena ilmu syar'i yang mereka miliki, ini kekufuran karena ia menghina agama Allah Ta'ala. Begitu pula menghina orang shalih karena keteguhannya beragama dan berpegang kepada sunnah, hinaan di sini mengarah kepada agama dan sunnah.
Mengapa menghina ulama dengan pertimbangan kedua termasuk kekufuran?
1- Allah menganggap menghina orang-orang mukmin menghina Allah Taala, ayat-ayatNya dan rasulNya shallallahu 'alaihi wasallam. Firman Allah Tabaraka wa Taala, “Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan rasulNya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (At-Taubah: 65-66).
Sebab turunnya ayat ini, Abdullah bin Umar berkata, dalam perang Tabuk seorang laki-laki berkata dalam suatu majlis, “Kami tidak pernah melihat seperti para qurra` itu, paling rakus makannya, paling dusta lidahnya dan paling takut di medan perang.” Lalu seorang laki-laki dalam majlis berkomentar, “Kamu dusta, kamu orang munafik, aku akan melapor kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” Hal tersebut sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan al-Qur`an turun. Abdullah bin Umar berkata, “Aku melihat laki-laki itu bergelayutan di pelana unta Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersandung batu, dia berkata, ‘Ya Rasulullah, kami hanya main-main dan bersenda gurau.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan rasulNya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.”
Dalam Fatwa al-Lajnah ad-Daimah tercantum, “Mencela agama memperolok-olok sesuatu dari al-Qur`an dan sunnah, memperolok-olok orang yang bepegang kepadanya dari sisi apa yang dia pegang seperti berjenggot atau behijab untuk muslimah maka ini adalah kufur jika dilakukan oleh mukallaf, patut dijelaskan kepadanya bahwa ia kufur, jika setelah mengetahui dia tetap teguh di atasnya maka dia kafir.” (Fatawa al-Lajnah ad-Da`imah 1/256-257).
2- Allah menyebutkan bahwa memperolok-olok dan menghina orang-orang mukmin lebih-lebih ulama adalah sebab masuk Neraka Jahannam.
Ketika penghuni neraka berteriak, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya dan kembalikanlah kami ke dunia, jika kami kembali kepada kekafiran, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim." (Al-Mukminun: 107). Allah Taala menjawab, ‘Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara denganKu. Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hambaKu berdoa (di dunia), ‘Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah pemberi rahmat yang paling baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga kesibukanmu mengejek mereka, menjadikanmu lupa mengingatKu dan kamu selalu mentertawakan mereka.” (Al-Mukminun: 108-110).
3- Menghina para ulama karena ilmu syar'i yang mereka miliki dan karena mereka mengikuti al-Qur`an al-Karim dan sunnah nabi yang shahih pada hakikatnya adalah penghinaan terhadap ayat-ayat Allah dan pelecehan terhadap syariat agama Allah.
Tidak ragu bahwa penghinaan ini merupakan kekufuran yang bertentangan dengan iman. Firman Allah Taala, “Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan.” (Al-Jatsiyah: 9).
Ibnu Hazm berkata, “Shahih dengan nash bahwa siapapun yang menghina Allah atau salah seorang malaikat atau salah seorang nabi atau ayat al-Qur`an atau salah satu kewajiban agama, semua itu adalah ayat-ayat Allah, dia kafir setelah hujjah sampai kepadanya.” Wallahu a’lam.
Pertama: Menghina pribadi mereka, misalnya orang menghina sifat-sifat mereka baik dari sisi bentuk ciptaan atau akhlak mereka, ini haram berdasarkan, firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Hujurat: 11).
Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini, “Allah Taala melarang mengejek orang yakni menghina dan memperolok-olok orang sebagaimana diriwayatkan di dalam ash-Shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, ‘Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.’ Yang dimaksud dengannya adalah merendahkan dan meremehkan mereka, ini haram karena bisa jadi yang dihina lebih mulia kedudukannya di sisi Allah dan lebih Dia cintai daripada orang yang mengejek dan menghina.”
Kedua: Menghina ulama karena mereka ulama, karena ilmu syar'i yang mereka miliki, ini kekufuran karena ia menghina agama Allah Ta'ala. Begitu pula menghina orang shalih karena keteguhannya beragama dan berpegang kepada sunnah, hinaan di sini mengarah kepada agama dan sunnah.
Mengapa menghina ulama dengan pertimbangan kedua termasuk kekufuran?
1- Allah menganggap menghina orang-orang mukmin menghina Allah Taala, ayat-ayatNya dan rasulNya shallallahu 'alaihi wasallam. Firman Allah Tabaraka wa Taala, “Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan rasulNya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (At-Taubah: 65-66).
Sebab turunnya ayat ini, Abdullah bin Umar berkata, dalam perang Tabuk seorang laki-laki berkata dalam suatu majlis, “Kami tidak pernah melihat seperti para qurra` itu, paling rakus makannya, paling dusta lidahnya dan paling takut di medan perang.” Lalu seorang laki-laki dalam majlis berkomentar, “Kamu dusta, kamu orang munafik, aku akan melapor kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” Hal tersebut sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan al-Qur`an turun. Abdullah bin Umar berkata, “Aku melihat laki-laki itu bergelayutan di pelana unta Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersandung batu, dia berkata, ‘Ya Rasulullah, kami hanya main-main dan bersenda gurau.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan rasulNya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.”
Dalam Fatwa al-Lajnah ad-Daimah tercantum, “Mencela agama memperolok-olok sesuatu dari al-Qur`an dan sunnah, memperolok-olok orang yang bepegang kepadanya dari sisi apa yang dia pegang seperti berjenggot atau behijab untuk muslimah maka ini adalah kufur jika dilakukan oleh mukallaf, patut dijelaskan kepadanya bahwa ia kufur, jika setelah mengetahui dia tetap teguh di atasnya maka dia kafir.” (Fatawa al-Lajnah ad-Da`imah 1/256-257).
2- Allah menyebutkan bahwa memperolok-olok dan menghina orang-orang mukmin lebih-lebih ulama adalah sebab masuk Neraka Jahannam.
Ketika penghuni neraka berteriak, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya dan kembalikanlah kami ke dunia, jika kami kembali kepada kekafiran, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim." (Al-Mukminun: 107). Allah Taala menjawab, ‘Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara denganKu. Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hambaKu berdoa (di dunia), ‘Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah pemberi rahmat yang paling baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga kesibukanmu mengejek mereka, menjadikanmu lupa mengingatKu dan kamu selalu mentertawakan mereka.” (Al-Mukminun: 108-110).
3- Menghina para ulama karena ilmu syar'i yang mereka miliki dan karena mereka mengikuti al-Qur`an al-Karim dan sunnah nabi yang shahih pada hakikatnya adalah penghinaan terhadap ayat-ayat Allah dan pelecehan terhadap syariat agama Allah.
Tidak ragu bahwa penghinaan ini merupakan kekufuran yang bertentangan dengan iman. Firman Allah Taala, “Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan.” (Al-Jatsiyah: 9).
Ibnu Hazm berkata, “Shahih dengan nash bahwa siapapun yang menghina Allah atau salah seorang malaikat atau salah seorang nabi atau ayat al-Qur`an atau salah satu kewajiban agama, semua itu adalah ayat-ayat Allah, dia kafir setelah hujjah sampai kepadanya.” Wallahu a’lam.
Rahasia Puasa
Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan
yang mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita.
Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan yang
akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.
Disinilah
letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa sebagai
salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr.
Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima
rahasiapuasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita
rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.
Menguatkan Jiwa
Dalam hidup hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang didominasi
oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang menjadi keinginannya
meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu serta
merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah untuk memerangi
hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh
nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang
bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan,
malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang melawan
hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt sebagai Tuhan
yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan.
Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya yang
artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya. (QS
45:23).
Dengan
ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa
nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia
akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci dan ini
akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit hingga segala
do’anya dikabulkan oleh Allah Swt, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Ada
tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka: orang yang berpuasa hingga
berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizalimi. (HR. Tirmidzi).
Mendidik Kemauan
Puasa
mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam kebaikan,
meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa
yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik,
meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar. Karena itu, Rasulullah Saw
menyatakan: Puasa itu setengah dari kesabaran.
Dalam
kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang
muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat seseorang tidak
akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi
yang sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak
akan berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat sulit.
Menyehatkan Badan
Disamping
kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar juga
akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya
dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para dokter
atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu meragukannya lagi.
Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut memang harus
diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin
harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus
dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga
untuk udara.
Mengenal Nilai Kenikmatan
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang
Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai
mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan dua, dapat
dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah seterusnya.
Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa yang diperolehnya
sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak orang yang memperoleh
sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang kita peroleh.
Maka
dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan
merenungi tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi juga disuruh
merasaakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada
kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah
terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita berbuka puasa,
terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau
seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadahpuasa guna mendidik
kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah berikan agar kita
selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti
kenikmatan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil. Rasa
syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak, baik dari segi jumlah
atau paling tidak dari segi rasanya, Allah berfirman yang artinya: Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasati
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS 14:7)
Mengingat dan Merasakan
Penderitaan Orang Lain
Merasakan
lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya
penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang
kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara
penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan
menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya
yang mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum teratasi, seperti
penderitaan saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai
wilayah lain di Tanah Air serta yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya
seperti di Chechnya, Kosovo, Irak, Palestina dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu,
sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan
demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang
menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan
menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan demikian,
hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta,
kikir dan sebagainya.
Allah berfirman yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah
untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS 9:103)
Sambut dengan Gembira
Karena
rahasia puasa merupakan sesuatu yang amat penting bagi kita,
maka sudah sepantasnyalah kalau kita harus menyambut kedatangan Ramadhan tahun
ini dengan penuh rasa gembira sehingga kegembiraan kita ini akan membuat kita
bisa melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan ringan meskipun sebenarnya
ibadah Ramadhan itu berat.
Kegembiraan kita terhadap datangnya bulan Ramadhan harus kita
tunjukkan dengan berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan Ramadhan tahun
sebagai momentum untuk mentarbiyyah (mendidik) diri, keluarga dan masyarakat
kearah pengokohan atau pemantapan taqwa kepada Allah Swt, sesuatu yang memang
amat kita perlukan bagi upaya meraih keberkahan dari Allah Swt bagi bangsa kita
yang hingga kini masih menghadapi berbagai macam persoalan besar. Kita tentu
harus prihatin akan kondisi bangsa kita yang sedang mengalami krisis, krisis
yang seharusnya diatasi dengan memantapkan iman dan taqwa, tapi malah dengan
menggunakan cara sendiri-sendiri yang akhirnya malah memicu pertentangan dan
perpecahan yang justeru menjauhkan kita dari rahmat dan keberkahan dari Allah
Swt.
Sahur, Jamuan Ketuhanan yang Terabaikan
Sahur merupakan jamuan “ketuhanan” yang sering terabaikan oleh
kaum Muslim. Padahal mengakhirkan sahur merupakan salah satu petunjuk kenabian
dalam beribadah puasa.
Banyak orang bermalas-malasan malakukan sahur karena merasa kuat menahan lapar dan dahaga mulai terbit matahari hingga terbenamnya.
Padahal, di dalam ajuran pengakhiran sahur terkandung banyak urgensi dan manfaat, diantaranya:
Pertama, sahur mengandung keberkahan dunia dan akhirat. Keberkahan dunia di antaranya orang yang melakukan sahur menjadi lebih sehat dan mendapatkan cukup energi sebelum menjalankan puasa.
Sedangkan keberkahan akhirat antara lain orang yang bersahur memperoleh ridha Allah SWT. Dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,"Bersahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur terdapat berkah." (HR. Bukhari-Muslim).
Kedua, sahur merupakan pelestarian tradisi (sunnah) Rasulullah SAW. Mereka yang menjaga kelestarian tradisi tersebut mendapatkan pahala dari Allah SWT. Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa menghidupkan sunahku, maka ia telah mencintaiku. Dan barang siapa mencintaiku, maka ia akan bersamaku di surga." (HR. Tirmidzi)."
Ketiga, sahur merupakan bentuk aktivitas yang membedakan antara model puasa kaum Muslim dengan Ahlul Kitab. Rasulullah SAW bersabda, "Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahlul Kitab terletak pada jamuan sahur." (HR. Muslim).
Keempat, orang yang melakukan sahur mendapatkan doa dari para malaikat dan ridha Allah SWT. Dari Abu Said Al-Khudri RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Sahur mengandung keberkahan, maka janganlah ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air, karena Allah SWT dan malaikat-Nya mendoakan kepada orang-orang yang melakukan sahur." (HR. Ahmad).
Kelima, sahur menjadi pengingat niat bagi yang belum berniat puasa pada malam hari atau menjelang tidur. Niat puasa Ramadhan merupakan salah satu wajib puasa sehingga tidak sah puasa Ramadhan tanpa didahului niat. Dari Hafsah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, maka berarti ia tidak berpuasa." (HR. Abu Dawud).
Keenam, sahur menjadi pembuka kebaikan, penyebab ibadah sunah, zikir dan doa pada waktu sepertiga malam yang merupakan waktu dikabulkannya doa dan permintaan. Allah SWT berfirman, "Dan dari sebagian malam bertahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Isra': 79).
Ketujuh, sahur sekaligus berfungsi untuk mengusir setan karena orang yang sahur bangkit dari tidurnya dengan doa, berwudhu dan shalat sunah atau Subuh. Rangkaian kegiatan itu secara otomatis mengusir ikatan setan di kepala manusia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Setan mengikat tengkuk (kuduk) salah seorang dari kalian saat tidur dengan tiga ikatan.”
“Pada setiap ikatan dia membisikkan kepadamu: “Malam masih panjang (maka tidurlah).” Jika dia bangun lalu berzikir kepada Allah, maka lepaslah satu ikatan. Jika dia berwudhu, maka lepaslah dua ikatan. Dan jika dia shalat, maka lepaslah seluruh ikatan itu. Sehingga pagi harinya dia mulai kegiatan dengan penuh semangat dan jiwa bersih. Jika tidak, maka dia akan memasuki waktu pagi dengan jiwa yang sempit dan penuh kemalasan.” (HR. Bukhari ).
Kedelapan, sahur menjadikan seseorang lebih siap dalam menjalankan puasa dan menggairahkan semangat beraktivitas. Dengan bersahur seseorang berada tepat pada garis start puasa yang tepat disertai kesiapan bekal jasmani dan rohani yang mantap. Selesai sahur, berbagai aktifitas kebaikan menunggu sebagai bentuk kelanjutan dari permulaan kebaikan yang dikerjakan, sekaligus tanda diterimanya kebaikan di sisi Allah SWT. Wallahua’lam.
Banyak orang bermalas-malasan malakukan sahur karena merasa kuat menahan lapar dan dahaga mulai terbit matahari hingga terbenamnya.
Padahal, di dalam ajuran pengakhiran sahur terkandung banyak urgensi dan manfaat, diantaranya:
Pertama, sahur mengandung keberkahan dunia dan akhirat. Keberkahan dunia di antaranya orang yang melakukan sahur menjadi lebih sehat dan mendapatkan cukup energi sebelum menjalankan puasa.
Sedangkan keberkahan akhirat antara lain orang yang bersahur memperoleh ridha Allah SWT. Dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,"Bersahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur terdapat berkah." (HR. Bukhari-Muslim).
Kedua, sahur merupakan pelestarian tradisi (sunnah) Rasulullah SAW. Mereka yang menjaga kelestarian tradisi tersebut mendapatkan pahala dari Allah SWT. Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa menghidupkan sunahku, maka ia telah mencintaiku. Dan barang siapa mencintaiku, maka ia akan bersamaku di surga." (HR. Tirmidzi)."
Ketiga, sahur merupakan bentuk aktivitas yang membedakan antara model puasa kaum Muslim dengan Ahlul Kitab. Rasulullah SAW bersabda, "Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahlul Kitab terletak pada jamuan sahur." (HR. Muslim).
Keempat, orang yang melakukan sahur mendapatkan doa dari para malaikat dan ridha Allah SWT. Dari Abu Said Al-Khudri RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Sahur mengandung keberkahan, maka janganlah ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air, karena Allah SWT dan malaikat-Nya mendoakan kepada orang-orang yang melakukan sahur." (HR. Ahmad).
Kelima, sahur menjadi pengingat niat bagi yang belum berniat puasa pada malam hari atau menjelang tidur. Niat puasa Ramadhan merupakan salah satu wajib puasa sehingga tidak sah puasa Ramadhan tanpa didahului niat. Dari Hafsah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, maka berarti ia tidak berpuasa." (HR. Abu Dawud).
Keenam, sahur menjadi pembuka kebaikan, penyebab ibadah sunah, zikir dan doa pada waktu sepertiga malam yang merupakan waktu dikabulkannya doa dan permintaan. Allah SWT berfirman, "Dan dari sebagian malam bertahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Isra': 79).
Ketujuh, sahur sekaligus berfungsi untuk mengusir setan karena orang yang sahur bangkit dari tidurnya dengan doa, berwudhu dan shalat sunah atau Subuh. Rangkaian kegiatan itu secara otomatis mengusir ikatan setan di kepala manusia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Setan mengikat tengkuk (kuduk) salah seorang dari kalian saat tidur dengan tiga ikatan.”
“Pada setiap ikatan dia membisikkan kepadamu: “Malam masih panjang (maka tidurlah).” Jika dia bangun lalu berzikir kepada Allah, maka lepaslah satu ikatan. Jika dia berwudhu, maka lepaslah dua ikatan. Dan jika dia shalat, maka lepaslah seluruh ikatan itu. Sehingga pagi harinya dia mulai kegiatan dengan penuh semangat dan jiwa bersih. Jika tidak, maka dia akan memasuki waktu pagi dengan jiwa yang sempit dan penuh kemalasan.” (HR. Bukhari ).
Kedelapan, sahur menjadikan seseorang lebih siap dalam menjalankan puasa dan menggairahkan semangat beraktivitas. Dengan bersahur seseorang berada tepat pada garis start puasa yang tepat disertai kesiapan bekal jasmani dan rohani yang mantap. Selesai sahur, berbagai aktifitas kebaikan menunggu sebagai bentuk kelanjutan dari permulaan kebaikan yang dikerjakan, sekaligus tanda diterimanya kebaikan di sisi Allah SWT. Wallahua’lam.
Oleh: Dr
Muhammad Hariyadi, MA
Minggu, 29 Juli 2012
The Queen Sequence - Opening Ceremony - London 2012 Olympic Games
Bagi para penikmat teori konspirasi, kemeriahan upacara
pembukaan Olimpiade London 2012 yang berlangsung Jumat (27/7) malam waktu
setempat, bisa dibilang sebagai ajang pamer lambang Zionisme, Iluminate,
Satanisme. Bagaimana tidak, simbol-simbol Dajjal bertebaran dalam upacara yang
berlangsung selama tiga jam tersebut.
Apakah Anda perhatikan bentuk Olympic Stadium, tempat berlangsungnya upacara pembukaan tersebut. Di atas podium stadiun tersebut ada lampu berbentuk piramida. Menariknya, posisi lampunya adalah di segitiga kecil di puncak piramida tersebut. Lambang ini sudah ada di uang satu dollar AS yang sejak lama dipercaya sebagai piramida terpenggal atau unfinish pyramid dimana di atas piramid tak sempurna itu terdapat 'Eye of Horus' atau mata Dajjal yang selalu memperhatikan.
Upacara itu juga menyajikan tarian yang melibatkan ribuan penari. Uniknya, tarian tersebut mirip dengan tarian Dewa Ra atau Dewa Matahari, Tuhannya kaum pagan. Dan di tengah-tengah adegan menari, ada adegan dimana dua pemuda dan pemudi yang sedang dimabuk cinta, dan tanpa malu-malu mereka berciuman yang disambut sorakan para penari lainnya. Adegan ini dinilai sebagai provokasi penghalalan 'seks bebas'.
Tak hanya tarian dan siluet Dewa Ra yang dipamerkan, upacara itu juga didominasi warna biru (warna yang identik dengan kaum Liberal). Selain itu ada juga bukit buatan 'mageddon' atau bisa disebut sebagai bukit armagedon (perang akhir zaman).
Apakah Anda perhatikan bentuk Olympic Stadium, tempat berlangsungnya upacara pembukaan tersebut. Di atas podium stadiun tersebut ada lampu berbentuk piramida. Menariknya, posisi lampunya adalah di segitiga kecil di puncak piramida tersebut. Lambang ini sudah ada di uang satu dollar AS yang sejak lama dipercaya sebagai piramida terpenggal atau unfinish pyramid dimana di atas piramid tak sempurna itu terdapat 'Eye of Horus' atau mata Dajjal yang selalu memperhatikan.
Upacara itu juga menyajikan tarian yang melibatkan ribuan penari. Uniknya, tarian tersebut mirip dengan tarian Dewa Ra atau Dewa Matahari, Tuhannya kaum pagan. Dan di tengah-tengah adegan menari, ada adegan dimana dua pemuda dan pemudi yang sedang dimabuk cinta, dan tanpa malu-malu mereka berciuman yang disambut sorakan para penari lainnya. Adegan ini dinilai sebagai provokasi penghalalan 'seks bebas'.
Tak hanya tarian dan siluet Dewa Ra yang dipamerkan, upacara itu juga didominasi warna biru (warna yang identik dengan kaum Liberal). Selain itu ada juga bukit buatan 'mageddon' atau bisa disebut sebagai bukit armagedon (perang akhir zaman).
Dan ini yang menarik, keberadaan Pohon Ghorqod, pohon yang
dikenal sebagai 'Pohon Yahudi', di tengah-tengah lapangan stadion. Pohon yang
memiliki nama latin Nitraria Retusa itu dipercaya bangsa Yahudi bakal
menyelamatkan mereka dari kejaran kaum muslim di perang akhir zaman. Pasalnya,
dalam satu riwayat diterangkan, ketika perang akhir zaman (armagedon), umat
Yahudi tidak memiliki tempat bersembunyi, kecuali di balik Pohon Ghorqod.
Bukit Armagedon dan Pohon Ghorqod disempurnakan ketika Api Kaldron dinyalakan di tengah-tengah stadion, kali pertama sepanjang perhelatan Olimpiade, Api Kaldron dinyalakan di tengah lapangan stadion, bukan di pinggir lapangan stadion. Lambang piramida kembali muncul pada obor Olimpiade yang memang berbentuk segitiga. Anehnya, penyulut obor dimulai 55 hari di Stonehenge, tempat ritual kaum pagan.
Jika diperhatikan dari udara, api tersebut bakal melambangkan mata horus atau mata Dewa Ra. Dan bila ditelisik lebih jauh, pidato pembukaan di atas bukit Mageddon menandakan, 'seolah-olah' akan ada 'pemimpin bijak' untuk kaum Yahudi yang bicara dari bukit itu kelak. Siapa lagi jika bukan Dajjal. (baca:Olimpiade 2012 Pameran Simbol-simbol Dajjal).
Uniknya, entah sengaja atau tidak, upacara pembukaan tersebut berakhir Sabtu (28/7) tepat pukul 00.00 waktu London. Sabtu atau Sabath adalah hari suci bagi umat Yahudi.
Pembukaan itu pun menjadi panggung sebagai kaum konspirasi menyiapkan 'The New World Order' (tatanan dunia baru) dimana kaum Yahudi ingin menjadikan kaum di luar bangsa Yahudi sebagai budak. Wallahu A'lamBishawab.
Bukit Armagedon dan Pohon Ghorqod disempurnakan ketika Api Kaldron dinyalakan di tengah-tengah stadion, kali pertama sepanjang perhelatan Olimpiade, Api Kaldron dinyalakan di tengah lapangan stadion, bukan di pinggir lapangan stadion. Lambang piramida kembali muncul pada obor Olimpiade yang memang berbentuk segitiga. Anehnya, penyulut obor dimulai 55 hari di Stonehenge, tempat ritual kaum pagan.
Jika diperhatikan dari udara, api tersebut bakal melambangkan mata horus atau mata Dewa Ra. Dan bila ditelisik lebih jauh, pidato pembukaan di atas bukit Mageddon menandakan, 'seolah-olah' akan ada 'pemimpin bijak' untuk kaum Yahudi yang bicara dari bukit itu kelak. Siapa lagi jika bukan Dajjal. (baca:Olimpiade 2012 Pameran Simbol-simbol Dajjal).
Uniknya, entah sengaja atau tidak, upacara pembukaan tersebut berakhir Sabtu (28/7) tepat pukul 00.00 waktu London. Sabtu atau Sabath adalah hari suci bagi umat Yahudi.
Pembukaan itu pun menjadi panggung sebagai kaum konspirasi menyiapkan 'The New World Order' (tatanan dunia baru) dimana kaum Yahudi ingin menjadikan kaum di luar bangsa Yahudi sebagai budak. Wallahu A'lamBishawab.
Kamis, 26 Juli 2012
Merindukan Ramadhan
Merupakan suatu anugerah nikmat yang luar biasa, apabila kita masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk hidup, beraktivitas, dan beribadah di bulan suci Ramadhan yang penuh dengan keagungan, kemuliaan, dan keberkahan.
Betapa tidak, suasana Ramadhan adalah suasana kebatinan, suasana spiritual, suasana rohani, dan suasana samawi. Wajah-wajah orang yang berpuasa yang penuh dengan keikhlasan adalah wajah-wajah calon ahli surga, insya Allah. Wajah yang menggambarkan ketundukan dan kepatuhan pada aturan Allah SWT.
Siap melaksanakan perintah-Nya dan siap pula bersegera meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Sikapnya hanya satu “sami’na wa atho’na” (kami mendengar dan kami siap melaksanakan).
Allah SWT berfirman dalam QS An-Nur [24] ayat 51-52: ”Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. ‘Kami mendengar dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS An-Nur [24]: 51-52).
Ramadhan 1433 H ini menjadi momentum bagi kita untuk meningkatkan amal ibadah sekaligus menumpahkan kerinduan akan kedatangan Ramadhan. Ramadhan merupakan tamu agung, istimewa, dan mulia. Kedatangannya senantiasa memberikan rasa damai, indah, dan kebahagiaan.
Kami rindu untuk segera bertemu denganmu. Rindu karena Ramadhan adalah bulan pendidikan dan training untuk menjadikan kita semua orang-orang yang semakin meningkat ketakwaannya.
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183). Takwa adalah indikator utama kemuliaan seseorang dan suatu bangsa (QS Al-Hujurat [49] ayat 13), sekaligus indikator yang akan mengundang turunnya keberkahan dari langit dan munculnya keberkahan dari bumi.
Perhatikan firman-Nya dalam QS Al-A’raf [7] ayat 96: ”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Mari kita persiapkan mental, fisik, dan ilmu pengetahuan untuk mengisi bulan suci Ramadhan 1433 H dengan penuh kerinduan dan kekhusyukan dalam mencari keridaan Allah. Kita isi hari-harinya dengan ibadah-ibadah yang dianjurkan, seperti membaca Alquran, berzikir, memperbanyak shalat sunah, dan bersedekah.
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat pada bulan Ramadhan dengan penuh keikhlasan dan keimanan, serta mengharapkan ridha Allah, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari). Semoga Allah SWT senantiasa menerima segala amal ibadah kita. Amin. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Oleh: KH
Didin Hafidhuddin
Tarawih, Bukan Pada Hitungan Rakaat
Tarawih merupakan shalat malam (qiyamul lail) di bulan Ramadhan. Tarawih berasal dari kata raahah yang berarti bersantai setelah empat rakaat.
Artinya shalat ini dapat dikerjakan tidak sekaligus dalam satu rangkaian, namun dapat disela-sela dengan kegiatan lain di luar shalat setelah menyelesaikan empat rakaat, empat rakaat.
Rasulullah SAW tercatat tiga kali melakukan shalat tarawih di masjid yang diikuti oleh para sahabat pada waktu lewat tengah malam. Khawatir shalat tarawih diwajibkan karena makin banyaknya sahabat yang turut berjamaah, pada malam ketiga Rasulullah SAW lalu menarik diri dari shalat tarawih berjamaah dan melakukannya sendiri di rumah.
Pada saat selesai shalat Subuh beberapa hari kemudian beliau menyampaikan konfirmasi, “Sesungguhnya aku tidak khawatir atas yang kalian lakukan pada malam-malam lalu, aku hanya takut jika kegiatan itu (tarawih) diwajibkan yang menyebabkan kalian tidak mampu melakukannya.” (HR. Bukhari).
Pada masa kekhalifahannya, Umar bin Khathab memerintahkan shalat tarawih berjamaah dengan imam Ubay bin Ka’ab sebanyak dua puluh tiga rakaat dan bacaan sekitar 200 ayat, setelah sekian lama para sahabat shalat sendiri-sendiri.
Kegiatan tersebut didasari oleh kemaslahatan bersama akan persatuan dan kesatuan kaum Muslim. Menyaksikan indahnya tarawih berjamaah lewat tengah malam, Umar bin Khathab berkata, "Ini adalah bid'ah yang paling nikmat."
Pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, kegiatan shalat tarawih ditambah hingga 33 rakaat dengan alasan perbedaan kualitas ibadah kita dengan Rasulullah SAW. Namun, jumlah rakaat tarawih yang terakhir ini hanya masyhur pada zaman itu dan tidak popular hingga zaman kita saat ini.
Perbedaan jumlah rakaat tarawih disebabkan oleh tidak adanya batasan jumlah rakaat saat Rasulullah SAW melakukannya dalam tiga malam itu. Imam As-Syuyuthi menukil pernyataan Imam Al Taj As-Subhi berkata, “Tidak adanya batasan rakaat karena tarawih adalah shalat sunah. Yang mau sedikit (rakaatnya) silakan, yang mau banyak juga dipersilahkan.”
Di banyak negara, kita menjumpai kaum Muslimin melaksanakan shalat tarawih dengan delapan atau dua puluh rakaat. Di banyak masjid Maroko, shalat tarawih dua puluh rakaat dipecah menjadi dua bagian, yaitu setelah shalat Isya dengan delapan rakaat dan satu jam sebelum Subuh dengan dua belas rakaat plus tiga witir.
Di Indonesia, sekitar dua puluh tahun lalu, rakaat tarawih dapat dipakai untuk mengidentifikasi seseorang apakah dia NU atau Muhammadiyah. Jika shalat tarawihnya dua puluh rakaat, kita akan menyatakan bahwa dia NU. Sebaliknya jika delapan rakaat, dengan mudah kita akan mengatakan dia Muhammadiyah.
Namun saat ini, sejalan dengan pendalaman keagamaan masyarakat dan kemudahan mendapatkan akses informasi keagamaan, ukuran tersebut tidak lagi dapat dipakai untuk menentukan ke-NU-an maupun ke-Muhammadiyah-an.
Pasalnya, sudah banyak orang NU yang berpikir simpel, praktis dan ekonomis sehingga memilih delapan rakaat tarawih plus witir. Sebaliknya, banyak orang Muhammadiyah yang melebihi pemikiran ke-Muammadiyah-annya yang tidak hanya mencukupkan diri dengan delapan rakaat, melainkan dua puluh rakaat.
Tarawih adalah shalat sunah yang dapat dilakukan dengan banyak rakaat dan banyak jeda istirahat. Jangankan dipecah menjadi dua kali, lebih dari dua pun tidak masalah asalkan menambah persaudaraan, kebersamaan, kerukunan dan persatuan umat. Maka sesungguhnya tidak ada ruang bagi kita untuk mempersoalkan rakaat shalat tarawih karena ia shalat sunah, apalagi jika dilakukan dengan visi membangun persatuan umat.
Oleh: Dr
Muhammad Hariyadi, MA
Karakter yang Dicintai Allah
Cinta adalah kecocokan dua hati atau dua pihak. Ia tidak dapat
diperintahkan atau dipaksakan. Ia hadir sebagai buah kecenderungan dan
kecocokan nilai-nilai.
Cinta tidak dapat diobral dengan kata-kata. Ia harus merupakan bukti yang didasari niat baik, hati mendalam dan jiwa mulia.
Allah SWT mencintai beberapa karakter dari kepribadian seorang Muslim. Sesuai dengan dzat-Nya yang Agung, Baik, Mulia, Istimewa, dan sederat sifat baik lainnya, maka unsur-unsur kebaikan itu menjadi inti dari karakter yang dicintai Allah SWT.
Rasulullah SAW menunjukkan jalan kepada kita bahwa untuk memiliki karakter yang dicintai Allah SWT, kita harus memenuhi ketentuan berikut ini: "Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31).
Iman kepada rasul, mengikuti risalahnya, menaati perintahnya, dan menjauhi larangannya merupakan kunci menjadi pribadi yang dicintai Allah. Hal itu karena kegiatan tersebut menjadi bukti nyata kecintaan dan keberpihakan kita pada sifat-sifat keagungan, kebaikan, kemuliaan, keistimewaan dan sifat baik lainnya yang menjadi karakter asli Allah SWT.
Dalam menjawab seorang sahabat yang ingin menjadi bagian dari orang yang dicintai Allah SWT, Rasulullah SAW menyatakan, "Cintailah Apa yang dicintai oleh Allah dan rasul-Nya, dan bencilah apa yang dibenci oleh Allah dan rasul-Nya." (HR. Ahmad).
Umumnya, mereka yang memiliki karakter tersebut adalah orang-orang yang gemar berbuat baik (muhsinin), bertaubat (tawwabin), bertakwa (muttaqin) dan berserah diri (mutawakkilin) kepada Allah SWT sebagaimana tersebut dalam fiman-Nya sebagai berikut:
Pertama, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Al Baqarah: 195; QS. Ali Imran:134 dan 148; QS. Al Maidah: 13 dan 93). Muhsinin di sini adalah orang-orang yang memperbaiki terus amal salehnya, melebihi persyaratan normalnya, dan meningkatkan nilai dan substansi kebaikannya. Kebaikan mereka melebihi kebaikan rata-rata manusia dan di luar batas kemanusiaannya.
Kedua, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222). Mereka ini dicintai Allah karena senantiasa berhasrat merubah masa lalu yang buruk menjadi baik, tidak mengulang kesalahan (dosa) dan menyegerakan diri dalam garis ketuhanan semata-mata karena takut kepada Allah dan berharap ridha-Nya.
Ketiga, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali imran: 76; QS. At Taubah: 4 dan 7). Takwa adalah perisai, perhiasan dan bekal paling baik di dunia. Ketakwaan mencerminkan keimanan dan amal saleh. Iman dan amal saleh mengantarkan pelakunya ke surga.
Keempat, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berserah diri." (QS. Ali Imran: 159). Berserah diri merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan oleh seorang mukmin setelah menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan memenuhi semua kriteria yang diperlukan sesuai dengan kapasitasnya sebagai manusia.
Berserah diri tersebut menjadi prasyarat dihasilkannya tujuan sesuai yang diharapkan. Selanjutnya adalah kuasa Allah SWT, Dzat yang mengetahui secara pasti kegaiban yang terdapat dalam proses menuju hasil dan tujuan.
Cinta tidak dapat diobral dengan kata-kata. Ia harus merupakan bukti yang didasari niat baik, hati mendalam dan jiwa mulia.
Allah SWT mencintai beberapa karakter dari kepribadian seorang Muslim. Sesuai dengan dzat-Nya yang Agung, Baik, Mulia, Istimewa, dan sederat sifat baik lainnya, maka unsur-unsur kebaikan itu menjadi inti dari karakter yang dicintai Allah SWT.
Rasulullah SAW menunjukkan jalan kepada kita bahwa untuk memiliki karakter yang dicintai Allah SWT, kita harus memenuhi ketentuan berikut ini: "Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31).
Iman kepada rasul, mengikuti risalahnya, menaati perintahnya, dan menjauhi larangannya merupakan kunci menjadi pribadi yang dicintai Allah. Hal itu karena kegiatan tersebut menjadi bukti nyata kecintaan dan keberpihakan kita pada sifat-sifat keagungan, kebaikan, kemuliaan, keistimewaan dan sifat baik lainnya yang menjadi karakter asli Allah SWT.
Dalam menjawab seorang sahabat yang ingin menjadi bagian dari orang yang dicintai Allah SWT, Rasulullah SAW menyatakan, "Cintailah Apa yang dicintai oleh Allah dan rasul-Nya, dan bencilah apa yang dibenci oleh Allah dan rasul-Nya." (HR. Ahmad).
Umumnya, mereka yang memiliki karakter tersebut adalah orang-orang yang gemar berbuat baik (muhsinin), bertaubat (tawwabin), bertakwa (muttaqin) dan berserah diri (mutawakkilin) kepada Allah SWT sebagaimana tersebut dalam fiman-Nya sebagai berikut:
Pertama, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Al Baqarah: 195; QS. Ali Imran:134 dan 148; QS. Al Maidah: 13 dan 93). Muhsinin di sini adalah orang-orang yang memperbaiki terus amal salehnya, melebihi persyaratan normalnya, dan meningkatkan nilai dan substansi kebaikannya. Kebaikan mereka melebihi kebaikan rata-rata manusia dan di luar batas kemanusiaannya.
Kedua, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222). Mereka ini dicintai Allah karena senantiasa berhasrat merubah masa lalu yang buruk menjadi baik, tidak mengulang kesalahan (dosa) dan menyegerakan diri dalam garis ketuhanan semata-mata karena takut kepada Allah dan berharap ridha-Nya.
Ketiga, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali imran: 76; QS. At Taubah: 4 dan 7). Takwa adalah perisai, perhiasan dan bekal paling baik di dunia. Ketakwaan mencerminkan keimanan dan amal saleh. Iman dan amal saleh mengantarkan pelakunya ke surga.
Keempat, "Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berserah diri." (QS. Ali Imran: 159). Berserah diri merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan oleh seorang mukmin setelah menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan memenuhi semua kriteria yang diperlukan sesuai dengan kapasitasnya sebagai manusia.
Berserah diri tersebut menjadi prasyarat dihasilkannya tujuan sesuai yang diharapkan. Selanjutnya adalah kuasa Allah SWT, Dzat yang mengetahui secara pasti kegaiban yang terdapat dalam proses menuju hasil dan tujuan.
Oleh: Dr Muhammad Hariyadi,
MA
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/26/m7r9x3-karakter-yang-dicintai-allah
Langganan:
Postingan (Atom)