Senin, 09 Juli 2012

Orang Yang Kaya


Kekayaan yang hakiki adalah KAYA JIWA, dalam arti tidak tamak atas apa yang ada pada orang lain, tamak terhadap harta, jabatan, kemasyhuran atau wanita yang dimiliki oleh orang lain. JIWA YANG KAYA selalu merasa yakin bahwa rezekinya akan datang seperti janji Allah: "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya" (al-Hud: 23) sehingga hatinya merasa tenang dan tentram, tidak bermusuhan dengan orang lain hanya karena masalah dunia.

Jika Allah tidak memberi harta berlimpah kepada kita, itu bisa jadi karena kita yang belum siap. Allah tidak ingin kita menjadi pribadi yang sombong dan takabbur. Allah tidak ingin kita menjadi seperti Fir'aun dan Qorun yang mengkufuri nikmat. Jika Allah belum memberi kita kedudukan yang baik dalam karier, itu mungkin karena Allah masih menganggap kita belum mampu memegang amanah, yang justru malah akan menjatuhkan kita.

Nabi bersabda: " Barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan mencukupinya, dan barang sipa yang berusaha menjaga kehormatan diri, Allah akan menjaganya."
(HR. Hakim at-Tirmidzi dan Ibnu Jarir)

Imam Syafi’i rahimahullah berkata :
“Orang kaya yg sebenarnya adalah yg kaya dgn keadaannya, bukanlah orang kaya itu karena kekayaan dan hartanya”
“Selagi anda mempunyai hati yang selalu merasa cukup, maka anda dan raja dunia adalah sama”

Jadi, mengapa harus muncul benih-benih kedengkian? Toh semuanya sudah diatur oleh Allah dengan seadil-adilnya dan seproporsional mungkin. Kita tinggal berusaha dan menjalaninya dengan lapang dada, tak perlu muncul keluh kesah apalagi murka. Kedengkian hanya akan membuat hati kita selalu gelisah dan akan menghilangkan kebaikan seperti api yang melalap kayu bakar. Hati kita akan terus menerus merasa tidak puas, terombang-ambing oleh perasaan ketidak-adilan semu. Akhirnya depresi yang terjadi, dan kita sendirilah yang rugi. 

Seperti jawaban Hatim al-Asham yang suatu hari ditanya, "Atas dasar apa engkau bertawakkal dalam masalah ini?"

Beliau menjawab, "Atas empat hal: aku tahu bahwa rizkiku tidak akan dimakan oleh seseorang, karena itu hatiku tenang, aku tahu bahwa amalku tidak akan pernah dilakukan oleh seseorang, karena itu aku sibuk dengannya, aku tahu bahwa kematian akan datang dengan tiba-tiba, karena itu aku mempersiapkannya, dan aku tahu bahwa aku selalu ada dalam pengawasan Allah, karena itu aku malu kepada-Nya."

Hatim al-Asham pernah berkata, 
“Perhatikanlah diri Anda dalam tiga keadaan.
(1) Jika Anda beramal, maka ingatlah pandangan Allah kepadamu,
(2) jika Anda berbicara, maka perhatikanlah pendengaran Allah atas ucapanmu dan
(3) jika Anda diam, maka perhatikanlah pengetahuan Allah tentang dirimu.”




Tidak ada komentar:

Posting Komentar