Dulu era sekitar
90’an, lagu “more than words” yang dinyanyikan grup band extreme sangat
digandrungi anak-anak muda. Pada saat itu, kita butuh bukti bukan hanya janji.
Baik dalam kisah asmara, maupun dalam permasalahan lainnya. NATO
(No Action Talk Only) atau istilah “omdo” alias omong doang, sudah mencuat
dimana-mana karena memang pada realitanya kita tidak hanya membutuhkan lip
service atau jejeteje (janji-janji tinggal janji). Sampai saat ini seakan-akan
tema ini masih kontekstual mungkin malah lebih up to date.
Semangat “expresikan aksimu” dalam sebuah iklan di televisi seakan-akan mengubah kebiasaan omdo alias omong doang.
Memang seringkali petuah, wejangan, nasihat dan ajakan atau dakwah berhenti pada titik lisan. Para orangtua, orang yang dituakan, mpu, pemimpin, sampai dengan ustadz dan ulama berlomba-lomba dalam bicara, namun seringkali maaf agak “terpeleset”dalam amal perbuatan yang nyata.
Padahal keselarasan lisan dan amal sangatlah penting dalam Islam, sebagaimana ayat :“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff, 61 : 2-3) Oleh karena itu dalam era krisis kepercayaan saat ini, dakwah atau ajakan terasa baru menjangkau kepada orang yang memang mencari atau dalam artian ingin “diajak”, belum menjangkau sampai taraf orang yang ogah mendengar bahkan membenci seruan kalimat-kalimat Allah dan RasulNYA.
Proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah dan sebagainya. Yang jelas, dakwah bil-halal atau nasihat perbuatan akan dapat mengubah sesuatu dengan nyata. Begitu pula dengan jiwa manusia. Memperbaikinya tidak cukup hanya dengan nasihat lisan saja, tapi harus diiringi dengan nasihat perbuatan. Jelasnya “actions, always speak louder than word”.
Dakwah ibarat pelita kehidupan, yang memberikan cahaya dan menerangi jalan kehidupan yang lebih baik, dari kegelapan menuju terang benderang. Dakwah sangat penting sifatnya apalagi mengingat negeri kita yang akhir-akhir ini seringkali dilanda musibah, kegersangan spiritual, rapuhnya akhlak, maraknya korupsi, kolusi dan manipulasi, ketimpangan sosial, krisis kepercayaan terhadap hukum dan keadilan. Jelas bahwa dakwah merupakan seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi yang buruk kepada situasi yang lebih baik dan sempurna.
Dakwah perbuatan,lebih mudah diikuti dan dipahami dari pada seruan lisan, yang terkadang cenderung menggurui, masuk keranah perdebatan, dan membuat orang tersinggung. Sebenarnya hakikat para juru dakwah, adalah dengan menancapkan tegaknya amal perbuatan, bukan bertumpu pada keindahan ucapannya. Menurut imam Syafi’I ; “Pemberi petunjuk adalah siapa yang dapat menasihati saudaranya dengan perbuatannya”.
Sebagaiman ayat, “Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran, 3 : 104). Mungkin seharusnya kita semua sebagai pemimpin, atau para pemimpin kita, mulai lebih mengutamakan amal perbuatan dari pada sekedar ucapan.
Dikarenakan kita memang membutuhkan pemimpin yang dapat diteladani. Pemimpin yang FAST (fathonah, amanah, sidiq dan tabligh) dalam artian mempunyai kemampuan (fathonah), terpercaya (amanah), jujur (siddiq), aktif dan aspiratif (tabligh)sesuai dengan sifat Rasulullah SAW, sebagai uswatun hasanah.
Semangat “expresikan aksimu” dalam sebuah iklan di televisi seakan-akan mengubah kebiasaan omdo alias omong doang.
Memang seringkali petuah, wejangan, nasihat dan ajakan atau dakwah berhenti pada titik lisan. Para orangtua, orang yang dituakan, mpu, pemimpin, sampai dengan ustadz dan ulama berlomba-lomba dalam bicara, namun seringkali maaf agak “terpeleset”dalam amal perbuatan yang nyata.
Padahal keselarasan lisan dan amal sangatlah penting dalam Islam, sebagaimana ayat :“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff, 61 : 2-3) Oleh karena itu dalam era krisis kepercayaan saat ini, dakwah atau ajakan terasa baru menjangkau kepada orang yang memang mencari atau dalam artian ingin “diajak”, belum menjangkau sampai taraf orang yang ogah mendengar bahkan membenci seruan kalimat-kalimat Allah dan RasulNYA.
Proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah dan sebagainya. Yang jelas, dakwah bil-halal atau nasihat perbuatan akan dapat mengubah sesuatu dengan nyata. Begitu pula dengan jiwa manusia. Memperbaikinya tidak cukup hanya dengan nasihat lisan saja, tapi harus diiringi dengan nasihat perbuatan. Jelasnya “actions, always speak louder than word”.
Dakwah ibarat pelita kehidupan, yang memberikan cahaya dan menerangi jalan kehidupan yang lebih baik, dari kegelapan menuju terang benderang. Dakwah sangat penting sifatnya apalagi mengingat negeri kita yang akhir-akhir ini seringkali dilanda musibah, kegersangan spiritual, rapuhnya akhlak, maraknya korupsi, kolusi dan manipulasi, ketimpangan sosial, krisis kepercayaan terhadap hukum dan keadilan. Jelas bahwa dakwah merupakan seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi yang buruk kepada situasi yang lebih baik dan sempurna.
Dakwah perbuatan,lebih mudah diikuti dan dipahami dari pada seruan lisan, yang terkadang cenderung menggurui, masuk keranah perdebatan, dan membuat orang tersinggung. Sebenarnya hakikat para juru dakwah, adalah dengan menancapkan tegaknya amal perbuatan, bukan bertumpu pada keindahan ucapannya. Menurut imam Syafi’I ; “Pemberi petunjuk adalah siapa yang dapat menasihati saudaranya dengan perbuatannya”.
Sebagaiman ayat, “Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran, 3 : 104). Mungkin seharusnya kita semua sebagai pemimpin, atau para pemimpin kita, mulai lebih mengutamakan amal perbuatan dari pada sekedar ucapan.
Dikarenakan kita memang membutuhkan pemimpin yang dapat diteladani. Pemimpin yang FAST (fathonah, amanah, sidiq dan tabligh) dalam artian mempunyai kemampuan (fathonah), terpercaya (amanah), jujur (siddiq), aktif dan aspiratif (tabligh)sesuai dengan sifat Rasulullah SAW, sebagai uswatun hasanah.
Dalam hadis disebutkan; "Allah akan utus pada umat ini
(umat Muhammad) di awal setiap 100 tahun seorang yang membaharui urusan
agama", hadis ini dapat diartikan dengan munculnya pemimpin besar yang
mengingatkan kita agar kembali kepada pedoman Alquran dan Sunnah. Namun
janganlah kita kemudian lengah, lalu ogah bahkan tidak berusaha merubah dari
mulai diri kita sendiri. Karena semua dari kita adalah pemimpin.
Kerinduan terhadap kejujuran dan amal sholeh sebenarnya sudah sangat memuncak saat ini. Dengan demikian kita rindu seorang katakanlah tidak perlu pemimpin besar dengan taraf “istana” atau pun kelas “gedongan”.
Kerinduan terhadap kejujuran dan amal sholeh sebenarnya sudah sangat memuncak saat ini. Dengan demikian kita rindu seorang katakanlah tidak perlu pemimpin besar dengan taraf “istana” atau pun kelas “gedongan”.
Saat ini kita bahkan
rindu terhadap pemimpin-pemimpin kecil, kelas “rumahan”, pemimpin yang langsung
berinteraksi dengan masyarakat, yang ada dijalanan, yang ada
dipasar-pasar, yang ada dikantor-kantor, pemimpin yang dapatmembuat kita merasa
masihlah negeri ini mempunyai harapan.
Harapan akan munculnya pemimpin besar yang akan memimpin bukan
hanya system pemerintahan negeri tetapi pemimpin akhlak ummat, yang mampu
membawa kita semua dari kegelapan menuju cahaya yang terang-benderang. Dengan
berpegang teguh kembali kepada pedoman Al Qur’an dan As Sunnah.
Oleh karena itu para juru dakwah, barisan penyeru kebaikan yang mungkin akan melahirkan pemimpin-pemimpin berakhlak islam, sekaligus kita semua. Serulah dengan amal perbuatan kita, bukan dengan lisan kita. Sebagaimana ayat, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia mengujikamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk, 67 : 2)
Sekali lagi, Action its more speak louder than words. More than words.
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Ustaz Erick Yusuf: pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)
Oleh karena itu para juru dakwah, barisan penyeru kebaikan yang mungkin akan melahirkan pemimpin-pemimpin berakhlak islam, sekaligus kita semua. Serulah dengan amal perbuatan kita, bukan dengan lisan kita. Sebagaimana ayat, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia mengujikamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk, 67 : 2)
Sekali lagi, Action its more speak louder than words. More than words.
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Ustaz Erick Yusuf: pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar