Senin, 31 Agustus 2009

Industri Berbasis Budaya Lindungi Produk Asli Indonesia


Mendorong pembangunan industri berbasis budaya diyakini menjadi langkah ampuh melindungi dan menegaskan identitas produk asli Indonesia di pasar internasional. Langkah tersebut harus didukung dengan berbagai upaya, seperti meningkatkan kapasitas produksi, memasyarakatkan teknologi dan inovasi, serta edukasi.

Rangkaian upaya tersebut diharapkan menjadi langkah strategis untuk mendorong masyarakat menggunakan produk Indonesia. “Membangun industri berbasis budaya berarti menegaskan kepada masyarakat baik di pasar domestik atau global bahwa itu adalah produk Indonesia. Yang harus dibangun adalah industrinya, bukan sekadar pabrik,” tutur Wakil Ketua Umum bidang Perindustrian, Riset, dan Teknologi Kadin Rachmat Gobel di Jakarta, akhir pekan lalu.

Hal itu, terang dia, dimulai dengan meningkatkan kapasitas produksi sekaligus mensosialisasikan pentingya teknologi dan inovasi kepada produsen. Dia menekankan, teknologi tidak selalu mahal tapi harus tepat guna dan dapat diterapkan.

“Dengan meningkatkan kapasitas produksi yang berkualitas, Indonesia memperluas pangsa pasarnya di dunia. Dan, yang harus ditonjolkan adalah nilai budayanya. Itu adalah langkah sederhana melindungi hak kekayaan intelektual produk Indonesia,” tegasnya.

Dia menjelaskan, industri berbasis budaya memiliki keunggulan, yakni desain yang original. Dengan mendorong pembangunan industri tersebut, pemerintah mengupayakan proses produksi yang efisien dan berkualitas. Hal itu terkait dengan nasionalisme dan idealisme yang kemudian berujung pada upaya menarik investasi di dalam negeri.

“Masyarakat domestik juga harus menghargai produk industri berbasis budaya itu. Harus melalui edukasi berkelanjutan, yang dibeli tidak sekadar produk namun ada kandungan nilai-nilai budaya di dalamnya. Memang dibutuhkan edukasi bahwa produk idnustri berbasis budaya tidak sama dengan produk manufaktur yang dapat diproduksi massal. Di sisi lain, produsen harus menawarkan kemasan yang menarik,” papar Rachmat.

Dia menambahkan, Indonesia berpotensi meningkatkan pangsa pasar produk-produk berbasis budaya di pasar dunia. Dia mencontohkan, produk-produk yang berasal dari budaya Indonesia dengan kandungan bahan baku lokal Indonesia. “Misalnya, jamu serta mebel dan kerajinan.

Pasar dunia jamu (2008) mencapai US$ 20 miliar, sedangkan ekspor Indonesia sebesar Rp 1 triliun dan pasar domestik senilai Rp 14,5 triliun. Sedangkan pasar mebel dan kerajinan dunia mencapai US$ 104 miliar (2008), ekspor Indonesia senilai US$ 2,6 miliar dan pasar domestik US$ 3,12 miliar.

Artinya, potensi pasar global yang dapat diperluas itu masih sangat besar,” ujarnya.

Industri berbasis budaya juga mengandalkan bahan baku dari kandungan alam Indonesia serta dengan serapan tenaga kerja yang besar. Untuk itu, lanjut Rachmat Gobel, pemerintah harus melindungi pasar Indonesia dari serbuan produk-produk yang mengklaim sejenis dengan produk Indonesia. Bila perlu, ujar dia, pemerintah mesti melarang produk-produk tersebut masuk ke Indonesia.

“Misalnya, batik dari Tiongkok atau produk-produk Indonesia yang dijual ke Malaysia kemudian diklaim sebagai produksi Malaysia. Bila perlu, barang-barang itu dilarang masuk ke Indonesia,” ujarnya.

Data Base


Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, salah satu upaya melindungi hak kekayaan intelektual produk Indonesia dilakukan dengan merancang data base. Data base tersebut memuat informasi detail seputar produk-produk Indonesia baik yang tergolong kekayaan intelektual individual modern maupun kekayaan ekspresi tradisional.

“Sedang dirancang sebuah data base seperti Wikipedia. Dengan itu, obligation tidak hanya ada pada pemerintah tetapi juga masyarakat,” kata Mari Elka saat jumpa pers tentang Hak Kekayaan Intelektual bersama dengan Ketua Umum Kadin MS Hidayat, Menteri Kebudayaan dan pariwisata Jero Wacik, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta.

“Kuncinya, dengan menggunakan produk Indonesia dan juga mempromosikannya, bahkan secara internasional,” kata dia.

Sebelumnya, Mari Elka menegaskan, guna mendorong pernyataan atas produk Indonesia kepada dunia, dibutuhkan kampanye cuci otak. “Dimulai dengan kelompok masyarakat menengah atas agar tidak terpaku pada produk impor. Dan mulai mencintai serta menggunakan produk Indonesia,” kata Mari. (eme)

31/08/2009 13:38:07 WIB
JAKARTA, INVESTOR DAILY

http://www.investorindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=68131&Itemid=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar