Beliau adalah salah satu qurratul aini li Rasulillah, belahan cinta Nabi Muhammad saw, yaitu putri beliau saw Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra ra. Beliau adalah lambang istri yang shalihah, putri yang shalihah, ibunda yang shalihah dan shahabiyah yang shalihah. Empat kemuliaan Sayyidatuna Fathimah ra menjadi Qudwah (panutan) sebagai istri yang shalihah, menjadi Qudwah sebagai anak yang shalihah berbakti kepada ayah dan ibunya dan menjadi Qudwah sebagai ibu yang shaleh terhadap anaknya dan menjadi sahabat Nabi saw yang mulia. Empat kemuliaan ini berkumpul pada Sayyidatuna Fathimah Zahra ra.
Ketika datang tamu kepada Sayyidatuna Fathimah Zahra ra, tiadalah ia ingin menemui tamunya sebelum meminta izin kepada suaminya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw. Padahal ia adalah putrinya Rasulullah saw. Penghargaannya kepada suaminya tidak mau menemui tamu terkecuali sudah diizinkan oleh suaminya.
Istri yang shalihah dan juga sebagai ibunda yang shalihah, ibunda yang selalu mendidik anak-anaknya dengan didikan yang mulia dengan pengajaran Nabi Muhammad saw.
Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, ketika Sayyidatuna Fathimah Zahra ra mengadu kepada Rasul karena selalu menumbuk gandum dengan tangannya sendiri, tangan yang demikian lembutnya tercabik-cabik karena kasarnya daripada alat untuk menumbuk gandum itu. Diriwayatkan oleh Alhafidh Al Imam Muhammad bin Alwi dalam kitabnya, bahwa Rasul saw selalu mencium pipinya Fathimah karena pipinya Sayyidatuna Fathimah ra wanginya sama dengan wanginya buah-buahan di surga. Sehingga jika Rasul saw rindu kepada surga, beliau mencium Sayyidatuna Fathimah ra, putrinya.
Tangan lembut itu tercabik-cabik terkena kasarnya alat penumbuk gandum. Ia harus menumbuk gandum setiap harinya untuk membuat roti sendiri, untuk makanan anaknya. Suatu hari, beliau datang kepada Rasul meminta khadim, katanya, “Barangkali ada pembantu yang bisa membantuku dirumah untuk menumbuk gandum wahai ayahku.” Rasul saw menjawab, “Kuberi kau amalan yang lebih indah dari sekedar pembantu, yaitu bacalah Subhanallah 33x, Alhamdulillah 33x dan Allahu akbar 34x sebelum tidur. Itu akan membuatmu bersemangat dan memberimu kekuatan.”
Ini mujarab, ini terijazahkan oleh guru mulia kita Alhafidh Almusnid Alhabib Umar bin Hafidh setahun yang silam. Beliau mengijazahkan setiap akan tidur untuk membaca Subhanallah 33x, Alhamdulillah 33x, Allahu akbar 34x setiap akan tidur.
Ini diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, dan ini adalah amalan yang dipegang oleh putri Rasulullah saw, Sayyidatuna Fathimah Zahra ra. Kita bertanya, mengapa tega sekali Rasulullah saw tidak mau memberi pembantu kepada putrinya? Bukankah ini putri yang paling disayangi? Kita bertanya, apakah Rasul ini kejam mendidik putrinya? Tentunya tidak.
Jawabannya adalah putri beliau ini, Sayyidatuna Fathimah ra adalah seorang wanita shalihah yang sangat khusyu dalam beribadah, maka Rasul saw tidak menginginkan anaknya memakan dari makanan yang ditumbuk oleh pembantu, agar makanan anak-anak Sayyidatuna Fathima ra, yaitu Sayyidina Hasan dan Husein ra langsung mendapatkan makanan dari gandum yang ditumbuk sendiri oleh tangan ibunya. Keberkahan dari ibunya, Sayyidatuna Fathimah Zahra ra.
Ini menjadi hikmah bagi kita, terutama bagi kaum wanita, untuk memberi makan anak-anaknya dari tangannya sendiri. Tangan wanita shalih dan ibunya sendiri itu lebih membawa keberkahan daripada tangan pembantu. Demikian didikan Nabi Muhammad saw. Sehingga muncul putra yang shalihin, Sayyidina Hasan wal Husein ra, yang keduanya menjadi imam besar bagi muslimin. Jadilah Sayyidatuna Fathimah Zahra ra ibunda bagi seluruh dzuriah Nabi saw hingga akhir zaman. Perbuatan yang sedikit menyakitkan tapi keberkahannya hingga akhir zaman.
Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari ketika Rasul saw ditumpahi kotoran onta saat bersujud. Sayyidatuna Fathimah ra keluar dari rumahnya dan berteriak, “Wahai ayahku,” seraya mendudukkan Sang Nabi dari sujudnya dan membersihkan kotoran onta dari pundak Sang Nabi saw seraya menangis. Rasul saw berkata, “Wahai Fathimah putriku, akan muncul suatu saat bahwa agama Islam akan merajai di muka bumi.”
Hari-hari terakhir sebelum wafatnya Sang Nabi, Rasulullah saw memanggil Sayyidatuna Fathimah ra seraya berkata, “Wahai putriku, biasanya Jibril datang kepadaku di bulan Ramadhan satu kali, tetapi kali ini ia datang dua kali. Ini menunjukkan bahwa inilah tahun terakhirku dan aku akan wafat, wahai putriku!”
Mendengar ucapan ini, maka menangislah Sayyidatuna Fathimah ra. Berkatalah Rasul saw, “Wahai putriku, apakah kau ridha sebagai kedudukan Sayyidatun-Nisa Ahlul Jannah? Kau ini adalah pemimpin seluruh wanita dari penduduk surga.” Maka beliau tersenyum dengan kabar gembira dari Rasulullah saw.
Diriwayatkan oleh para fuqaha kita bahwa beliau tersenyum bukan karena derajatnya sebagai pemimpin wanita ahlul jannah, tetapi gembira karena telah dihibur oleh ayahnya yang menjadi manusia yang paling ia cintai. Tersenyum karena dihibur oleh ayahnya, Rasulullah saw. Sehingga Rasul saw bersabda, diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, “Fathimah adalah belahan jiwaku. Akan murkalah aku pada siapa-siapa yang membuatnya marah.”
Demikian agungnya putri Rasulullah saw ini, sehingga jadilah keturunan Rasul saw muncul dari keturunan Sayyidatuna Fathimah Zahra ra sebagaimana firman Allah yang menjadi dalilnya, “Sungguh wahai Muhammad, Kuanugerahkan padamu telaga al-kautsar, dan lakukanlah shalat yaitu shalat idul adha, dan setelah itu berkurbanlah. Inna syani’aka huwal abtar, justru yang membencimu dan mengatakanmu sebagai al-abtar itulah yang abtar.” Abtar adalah orang yg putus keturunannya. Jadi Rasul saw ini digelari oleh salah seorang musyrikin sebagai abtar, tidak punya keturunan lelaki, karena semua keturunan Rasulullah yang laki-laki telah wafat waktu bayi. Maka Allah menjawab, “Inna syani’aka huwal abtar,” yang abtar itu, yang putus keturunannya adalah yang mengucapkannya kepadamu, bukan engkau. Ayat ini dijadikan dalil oleh para muhaddits kita bahwa keturunan Rasul tidak terputus, melainkan berlanjut dari keturunan Sayyidatuna Fathimah ra. Dengarlah oleh kalian, wahai orang-orang yang menganggap Rasulullah itu abtar, Allah sendiri yang menjawab kalian, “Inna syani’aka huwal abtar.” Bukan Rasul yang putus keturunannya. Keturunan Rasul tidak terputus sampai kepada Sayyidina Hasan wal Husein ra. Tetapi terus berlanjut hingga zaman akhir.
Rasul saw sebagai lambang manusia yang menghantarkan seluruh ummat kepada kemuliaan ini sangat dicintai oleh putrinya dan oleh para sahabat. Sayyidatuna Fathimah Zahra ra, setelah wafatnya Rasul tidak lagi keluar rumahnya seraya berkhalwat. Sehingga beliau ra wafat 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah saw. Hal ini sesuai dengan kabar dari Sang Nabi bahwa orang pertama yang akan menyusul beliau saw dari sahabat beliau saw adalah Sayyidatuna Fathimah. Beliau ra yang pertama kali menyusul ayahnya, Rasulullah saw. Kemudian disusul oleh Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq ra, lantas para sahabat lainnya kembali ke alam barzakh.
Pengembara
Menuju Kampung Akhirat
http://sufisme.890m.com/wordpress/kemulyaan-sayyidatuna-fathimah-az-zahra/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar