Selasa, 25 Agustus 2009

Kepemimpinan dan Karakter Korporasi

Oleh Palgunadi T. Setyawan *)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Allah, Tuhan Yang Maha Pencipta, menciptakan alam semesta berseta isinya dalam sebuah keteraturan. Kita memahaminya dengan menyaksikan kepatuhan segala sesuatu yang ada pada hokum dan system alam. (Qs Ali Imron : 83)

Hukum dan system alam itu dalam bahasa Al Quran, disebut sunatullah. Yang melalui wahyu dan penerima dipilihNya, diajarkan kepada manusia. Dengan hukum dan system alam, yang selanjutnya secara singkat akan saya sebut hukum alam saja, Allah menciptakan segala sesuatu dalam pasangan. Ada pria ada wanita, ada kaya ada miskin, ada berat ada ringan, ada atas ada bawah, ada panas ada dingin, ada panjang ada pendek dan seterusnya.

“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang – pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (Qs Adz Dzariyat : 49)

Dalam berpasangan itulah terjadi keseimbangan.

Apabila diperhartikan, semua pasangan yang diciptakan Allah seimbang.

Ketika Allah menciptakan panas dan dingin di muka bumi, kita akan menemukan kenyataan bahwa dalam skala global, panas dan dingin itu seimbang. Ini dasar yang sekarang oleh Wakil Presiden Al Gore sedang di hangatkan tentang masalah “Global Warming”. Dalam proses mencari keseimbangan itulah, tercipta angin dan iklim, dan seluruh dinamika dalam kehidupan dimuka bumi ini.

Manusia sebagai makhluk pun diciptakan seimbang, tidak saja dalam dirinya orang seorang antara tubuh, pikir, rasa dan ruhaninya, namun juga dalam bentuknya, berupa pria dan wanita.

Pria diciptakan mempunyai kekuatan fisik dan jasmani yang kuat, wanita diciptakan dengan penuh kelemah lembutan. Keduanya disesuaikan dengan tugas, fungsi, dan fitrah masing – masing. Maka keduanya apabila digabungkan dan diselaraskan akan terjadilah keseimbangan.

Dalam keseimbangan itulah kemudian lahir keadilan.


Dalam contoh pasangan manusia dalam bentuknya sebagai pria dan wanita, dengan tugas, fungsi dan fitrah yang seimbang itu, pasangan pria dan wanita akan mendapatkan keadilan. Seorang bapak mendapatkan tugas dan fungsi untuk memimpin keluarga dan mencari nafkah untuk menghidupinya. Sedangkan pasangannya, yaitu sang ibu mendapatkan tugas untuk mengelola rumah tangga dan mendidik anak. Tugas dan fungsi yang sesuai dengan fitrahnya masing – masing, akan melahirkan keadilan bagi keduanya.

Sebuah ilustrasi, di jaman Nabi Muhammad Saw, seorang sahabat wanita “memprotes” kepada Nabi mengapa Tuhan menciptakan pria sebagai macam keistimewaannya. Misalnya pria mendapatkan keistimewaan mempunyai kekuatan fisik dan karenanya bisa pergi berperang di jalan Allah. Lalu mati syahid dan masuk surga. Sementara wanita tidak diperbolehkan. Nabi dengan bijak berkata, “ Apakah kamu sudah mempunyai anak?. Apakah kamu masih mempunyai suami ?. Apakah kamu masih mempunyai orang tua?.” Semua menjawab “ya” oleh wanita itu. Kemudian Nabi berkata “Pulanglah. Didiklah anakmu, layanilah suamimu, berbakti dan uruslah orang tuamu dengan baik. Itu semua akan menjadikan dirimu jihad dijalan Allah. Maka bila engkau wafat tatkala engkau menjalankan semua itu engkau akan syahid dan Allah akan memasukkan dengan fitrah masing – masing sehingga seimbang. Ketika keseimbangan itu di jaga dan diselenggarakan, terjadilah keadilan

Pada gilirannya keadilan akan membuahkan keharmonisan, keserasian, keindahan. Sebuah rumah tangga yang seimbang dan adil sering kita katakan keluarga harmonis. Demikian pula dengan ala mini. Mereka, terutama para ilmuwan yang mengamati peri kehidupan di muka bumi ini, akan mengetahui bagaimana teraturnya ala mini, bagaimana seimbangnya hukum satu dengan lainnya, sehingga niscaya akan melihat keindahan itu. Sebuah keindahan dan keharmonisan alam. Itulah yang di katakana Einstein pada kalimat pembuka di atas,

“Tuhan menampilkan diri-Nya pada keharmonisan apa saja yang ada”

Didalam keindahan dan keharmonisan itu Allah mendemonstrasikan keberlimpahan (abundance), kemakmuran, sesuatu yang banyak, luber.

Artinya Allah menciptakan makhluk dan alam semesta ini dengan satu ciri yaitu berlimpah. Disamping keberlimpahan itu segala sesuatu itu ternyata tidak terbatas, tak terhingga. Yang dalam dimensi yang tidak memungkinkan akal serta pikiran kita untuk menjangkaunya, kecuali dengan iman, yaitu ke_takterhingga_an. Saya pernah bertanya kepada pak Quraih Shihab, “buat apa ya Allah mengizinkan kita mengetahui bahwa ada benda langit, galaxy, yang jauhnya 12 milyard tahun cahaya dari kita?” Pak Quarih Shihab menjawab bahwa tatkala setiap kali kita berucap Allahu Akbar, makna akbar itu akan terasa tanpa terbatas, tak terhingga.

Semua itu, berpasangan, keseimbangan, keadilan, keindahan, berkelimpahan dan ketajterhinggaan, merupakan ciri dan sifat dari Keesaan Penciptaan.

Di puncak piramida seluruh penciptaan itu, Allah menciptakan berbagai benda mati. Yang satu, berangkai dengan yang lain, di dalam satu system “Sistem Benda Mati” atau “in-animate system” ( Prof. Dr. Ir. Sahari Besari). Kemudian dia menciptakan makhluk hidup. Yang berkembang berbagai jenisnya dari yang bernama gen, di ciptalah jenis makhluk hidup yang lebih sempurna yang satu dari yang lain. Masing – masing makhluk itu merupakan makhluk – makhluk terpisah yang di cipta Allah secara sendiri – sendiri jenisnya. Bukan evolusi satu dari yang lain. Darwin melihatnya secara keliru. Yang akhirnya melahirkan teorinya tentang evolusi. Sebagai orang beriman kita menyakininya dengan cara lain, sesuai dengan ajaran yang kita terima, kita mengimani bahwa Allah menciptakan semua makhluk itu masing – masing membentuk seakan – akan mata rantai menuju kesempurnaan, dan bukan sebuah Evolusi.

Puncak dari penciptaan dengan gen yang sempurna, itulah manusia.


Diyakini spesies manusia itu mempuyai gen yang sempurna, paling tidak di muka bumi ini, di banding makhluk hidup lainnya. Dengan ciptanya manusia, Allah berhenti mencipta penyempurnaan jenis makhluk hidup dengan menambah gen. Maka dalam system di mana manusia sebagai pucaknya, Allah mencipta system makhluk hidup, menjadi suatu “Sisten Hudup”, atau ‘animate system’ (Life System) (Prof. Dr. Ir Sahari Besari)

Sebagai Sang Maha Pencipta, Allah tidak berhenti mencipta di jagat alam raya ini. Demikian pula di muka bumi ini. Bersama manusia atau lebih tepat, melalui manusia, Allah menciptakan system aturan hidup bersama dengan segala perangkat dan peralatannya, yang di’khalifah’I oleh manusia. Manusia selaku khalifah yang berarti ‘Trustee’. Hal itu melahirkan system yang disebut “Sistem Sosial” atau ‘Social System’ yang mengatur tatanan kehidupan bersama atau ‘berjamaah’, yang melahirkan hidup dan membangun kesejahteraan bersama.

Demikianlah Allah menciptakan berbagai mahkluk di alam raya ini juga sebagai perwujudan keseimbangan. Ada makhluk hidup dan ada makhluk (benda) mati. Hidup itu dicirikan oleh tiga hal, yaitu satu, ada dinamika atau gerak, dua, ada kepekaan yang memaksa terjadi perubahan arah gerak itu dan tiga, ada pengetahuan yang mangatur dan mengendalikan garak itu. Untuk hidup, makhluk hidup, termasuk manusia, memerlukan energi. Dan energi siap pakai ada di dalam Sistem Hidup (Life System). Namun juga secara potensial ada dalam Sistem Benda Mati (In Animate system)

Manusia sebagai makhluk berakal yang di berikan ‘kesempurnaan’ oleh Allah, diwajibkan tidak hanya mengambil sesuatu dari Sistem Hidup tapi juga memberikan sumbangsihnya pada system tersebut. Allah menciptakan makhluk hidup untuk keperluan atau rezeki makhluk hidup yang lain. Manusia menjadikan representative atau khalifah Allah di muka bumi, mempunyai kewajiban untuk, tidak saja mengambil sesuatu dari Sistem Hidup itu juga menghidupi Sistem itu. Fungsi manusia sebagai khalifah adalah memakmurkan bumi termasuk dirinya. Oleh karena itu ia mempunyai tugas ‘kekhalifahan’ yang bermakna memelihara, mengembangkan dan mengantarkan ciptaan kepada tujuan untuk apa dia dicipta. Karena itu, sebagaimana yang sering ditayangkan oleh televise ‘Discovery Channel’, manusia itu adalah :

“The only species in the world who aware of the other species and because of that they can destroy or preserve them”


*)Ir. Palgunadi Tatit Setyawan, Is an Independent Commissioner and Chairman of Audit Committee of PT. Pembangunan Jaya Ancol ,Tbk and was Executive Vice President and Chief Advisor to the Chairman of Raja Garuda Mas International until his recent retirement last April 2003. He was the Regional Director for Asia – GIBB Ltd. UK from 1998 to 1999. He spent 15 years with PT Astra International and assumed numerous positions including as Manager, Director and Member of Supervisory Board of several industries within the Astra Group and, later, as Senior Vice President for Environmental Affairs. Palgunadi popularly known as Pak Pal also served at the Indonesian Army Industrial Command. He retired as Lieutenant Colonel of the Army in October 1983. Palgunadi earned his degree in Mechanical Engineering from the Bandung Institute of Technology and in Balistic Engineering fromthe Yugoslavian Military Science and Industry Institute of the University of Belgrade . He completed the Special Advance Program in Industrial Engineering at the Institute of Manufacturing Engineering of the University of Leuven, Belgium. His areas of specialization include industrial engineering and economics.He was also former member of APEC Business Advisory Council ( ABAC ) Indonesia from year 2001 - 2006.


Copyright © 2008, Powered by CV. Mandiri Multi Kreasi
http://www.palgunadi.com/paper1.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar