Rabu, 20 Januari 2010

Kedermawanan & Dakwah



Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah sebaik-baik Pemberi Rejeki (QS.34:39)


Ketika Syekh Muhammad Abduh menyaksikan dengan mata kepala sendiri peri kehidupan orang-orang Barat yang ternyata lebih islami dari pada orang-orang Timur, akhirnya berkesimpulan: ”Al Islamu mahjubun bilmuslimiin” (Islam itu tertutup oleh orang-orang Islam). Pola kehidupan yang indah yang telah digariskan Allah dalam Islam tidak terlihat oleh dunia, karena tertutupi oleh perbuatan orang-orang Islam yang tidak Islami.

Islam mereka masih sebatas dalam pengakuan. Ketinggian nilai moral Islam ternyata masih berada di alam angan-angan. Orang-orang Islam belum mampu melepaskan diri dari jeratan kaki-kaki gurita kehidupan dunia yang membelenggu kehidupan mereka.

Hidup mereka diwarnai oleh pola kehidupan sekuler. Hati mereka digerogoti oleh penyakit WAHN, hubbuddunya wa karahiyatul maut. Keyakinan akan hari akhir yang menjadi landasan penting dalam Rukun Iman ternyata baru sekedar harapan dan wacana keilmuan. Belum melekat erat di dalam hati. Kecintaan akan kehidupan akherat belum tumbuh sama sekali. Ketika kata SORGA disebut belum terpancar kesan di wajah mereka kebahagiaan dan harapan yang amat sangat untuk mendapatkannya. Sedang bila berita yang mereka dengar tentang adanya undian dengan hadiah sebuah rumah mewah di kawasan elit maka wajah meereka berbinar, hati mereka berbunga penuh harapan untuk mendapatkannya.

Umat ini sebagian besar belum mengenal hari akhir, apalagi mengimani dan mencintainya. Hingga ke tataran ulama’nya sekalipun banyak yang belum mengenalnya. Sebagai indikatornya antara lain banyak di antara ulama’ yang menyeru untuk bersedekah, tetapi mereka sendiri justru tidak pernah membayar zakat. Mereka menyeru untuk kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah, tetapi ibadah mereka coreng moreng dengan bid’ah. Dari mimbar Jum’ah mereka menyeru ittaqullah, tetapi dari mimbar yang sama mereka melecehkan, menghina dan menghujat orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka. Apalagi umara’nya, seolah tidak tahu agama sama sekali. Ketika terjadi bencana, bukan jalan pertaubatan yang mereka tempuh, tetapi justru sedekah bumi, caos dhahar, labuhan, ruwatan masal, dzikir akbar, kenduri nasional yang mereka lakukan.

Orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan berusaha maksimal untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di akherat yang besar, kekal abadi selama-lamanya. Bila perlu dengan mengorbankan apa saja yang dia miliki di dunia yang sifatnya kecil dan sementara ini. Orang seperti ini ketika diseru untuk bersedekah akan menanggapinya dengan senang dan bersemangat. Sejarah menunjukkan, istri-istri para sahabat banyak yang menaggapinya seruan berinfak dengan melepas perhiasan yang melekat ditubuh mereka untuk diinfakkan. Sedang suami mereka berlomba-lomba dengan banyaknya sedekah yang mereka keluarkan. Umar pernah merasa senang dengan infaknya yang banyak, melebihi infak Abu Bakar. Namun ketika Rasulullah bertanya tentang apa yang mereka sisakan untuk keluarga mereka, terungkaplah bahwa yang disisakan oleh Umar adalah sebanyak yang diinfakkan, sedang yang disisakan oleh Abu Bakar untuk keluarganya adalah Allah dan Rasul-Nya. Abu Bakar menginfakkan seluruh hartanya, bukan hanya karena dia beriman kepada Allah dan hari akhir, namun juga karena yakin akan janji-janji Allah. Allah berjanji kepada orang yang bertakwa untuk diberi jalan keluar dari berbagai kesulitan, kemudahan segala urusan dan rejeki dari arah yang tiada disangka-sangka. Begitu juga Allah berjanji kepada orang yang bertawakal kepada-Nya untuk mencukupi keperluannya (QS 65:2).

Orang-orang seperti itu bila bersedekah mereka akan merasakan kenikmatan bersedekah. Mereka akan dicintai oleh orang-orang lain yang merasa tertolong dengan sedekahnya. Mereka dihormati oleh orang-orang yang mencintai keluhuran budi dan kemuliaan akhlak. Tutur katanya diperhatikan, nasehatnya didengar, dan perintahnya ditaati. Di hadapan Allah dia akan mendapatkan kehormatan dan kemuliaan yang sangat tinggi. Apa saja yang mereka sedekahkan Allah akan menggantinya (QS 34: 39).

Sedangkan orang yang cinta kepada dunia, ketika diseru untuk bersedekah dia akan menggenggam tangannya. Dia akan bersikap kikir, karena kecintaannya kepada harta dunia yang amat sangat. Orang seperti ini ketika bersedekah, dia akan bersedekah dengan terpaksa. Hatinya tidak akan merasakan nikmatnya sedekah, bahkan yang dirasakan adalah kekecewaan. Di hadapan orang lain dia tidak akan mendapatkan penghormatan, bahkan sikapnya yang kikir akan mengundang kebencian. Orang lain kecewa karena mereka tahu sebagai orang beriman harta yang dititipkan Allah kepadanya adalah untuk dimanfaatkan di jalan Allah tetapi dia kikir. Akibatnya tutur katanya tidak didengar, nasehatnya tidak digubris, dan seruannya tidak akan diikuti orang. Di hadapan Allah kelak akan mendapat kehinaan dalam siksa nereka yang dahsyat dan kekal. Untuk itu demi keselamatan akherat dan demi menunjang keberhasilan kerja dakwah, dengan landasan iman kepada Allah dan hari akhir seorang dai hendaknya mengembangkan sikap kedermawanan, sehingga menjadi bagian integral yang tidak terpisahkan dari kepribadiannya

Written by Abu Taufik at Taury

http://mta-online.com/v2/2009/07/01/kedermawanan-dakwah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar