Senin, 19 Desember 2011

Optimisme di Tengah Krisis


Meski bukan negara dengan peringkat investasi tertinggi di Asean, predikat investment grade yang diberikan Fitch Ratings Agency cukup memberikan optimisme kepada Indonesia menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

Dengan peringkat BBB-, Indonesia dinilai layak investasi. Peringkat itu lepas dari tangan Indonesia sejak akhir 1997, saat Indonesia diterjang krisis moneter, yang kemudian memicu krisis ekonomi dan krisis politik.

Di tengah krisis utang Eropa yang belum diketahui kapan berakhirnya, Fitch menilai Indonesia sudah layak investasi. Indonesia dinilai memiliki sejumlah daya tarik investasi, sehingga layak menjadi negara tujuan investasi. Ekonomi makro Indonesia sedang bagus-bagusnya. Inflasi rendah, sehingga suku bunga dimungkinkan untuk diturunkan.

Pemerintah sukses mengelola fiskal, sementara bank sentral menurunkan suku bunga lewat policy rate untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Fiskal Indonesia sangat disiplin, sehingga tidak terbebani utang.

Walau di bawah peringkat Singapura (AAA), Malaysia (A-), dan Thailand (BBB), kenaikan peringkat Indonesia di tengah krisis finansial di Eropa membangkitkan harapan baru. Aliran modal asing yang selama ini didominasi dana jangka pendek akan bergeser ke dana investasi jangka panjang.

Dampaknya akan lebih besar lagi jika tahun depan, mudah-mudahan kuartal pertama, dua lembaga rating lainnya, Standard & Poor (S&P) dan Moodys, juga memberikan predikat investment grade kepada Indonesia.

Dampak pertama adalah masuknya aliran modal asing, portfolio investment maupun direct investment ke Indonesia. Selama ini pemodal dan pengusaha asing yang hendak ke Indonesia masih wait and see. Predikat layak investasi akan mendorong kemajuan sektor riil.

Kedua, predikat investment grade mempermudah pebisnis memperoleh dana dari pasar uang global dengan tingkat bunga lebih murah. Banyak kegiatan di sektor riil yang membutuhkan topangan dana dalam denominasi dolar AS. Barang modal dan bahan baku harus ditebus dengan dolar AS.

Penjualan surat utang oleh korporasi dan pemerintah akan lebih mudah tanpa perlu menawarkan bunga tinggi. Selama ini, global bond dan credit default swap (CDS) Indonesia sudah masuk investment grade peer group. Akan tetapi, semua manfaat investment grade ini takkan berdampak jika pemerintah tidak membenahi sejumlah hal.

Pertama, mempercepat pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, dan jaringan telekomunikasi. Selain jaringan telekomunikasi, berbagai jenis infrastruktur lainnya belum siap. Banyak wilayah dan pusat pertumbuhan ekonomi yang belum tersambung jalan raya yang baik.

Pelabuhan di Indonesia sudah uzur, rata-rata dibangun 25 tahun lalu. Pelabuhan dan bandara di berbagai wilayah, termasuk Tanjung Priok, tidak mampu lagi menampung lalu lalu lintas kapal. Mati listrik masih menjadi cerita sehari-hari. Jenis infrastruktur yang langsung menyentuh hidup petani dan penduduk seperti waduk, irigasi, air minum kian tercecer.

Kedua, kepastian hukum. Berbagai peraturan dan perundang-undangan yang belum jelas harus dibereskan. Di bidang ketenagakerjaan, peraturan masih menyulitkan pengusaha untuk menutup usahanya jika tak lagi mempunyai going concern. Pemodal tidak hanya membutuhkan kemudahan memulai usaha, melainkan juga kemudahan mengakhiri usaha.

Ketiga, birokrasi di Indonesia masih menjadi kendala investasi. Joke “Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah” sudah menjadi filosofi birokrat. Urusan yang bisa diselesaikan sehari bisa dibuat berminggu-minggu dan yang bisa dirampungkan sepekan dibuat berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Birokrasi masih menjadi simpul biaya ekonomi tinggi (high cost economy). Di samping memperlambat, pungli dan salam tempel masih menjadi pegangan hidup birokrasi.

Keempat, upaya serius memberantas korupsi. Saat ini korupsi sudah mewabah, mulai dari pusat hingga daerah. Korupsi, birokrasi, dan infrastruktur menjadi sorotan World Economic Forum. Jika semua kendala ini bisa dibenahi, predikat investment grade mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 6,5%, bahkan di atas 7-8% pada tahun-tahun mendatang.

Momentum sudah kita peroleh. Indonesia baru saja sukses menjadi tuan rumah SEA Games XVI. Luar biasa. RUU Tanah sudah disetujui menjadi UU. Presiden memiliki thinkthank bernama Komite Ekonomi Indonesia (KEN) dan pelaksana program MP3EI yakni Komite Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia. Prestasi, penghargaan, dan sejumlah komite ekonomi perlu dimanfaatkan optimal untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan meraih level kesejahteraan yang lebih bagi seluruh rakyat Indonesia.

http://www.investor.co.id/home/optimisme-di-tengah-krisis/26556

***************

Catatan :

Dewi Fortuna sedang menghampiri Indonesia. Setelah peringkat utang Pemerintah RI naik ke level investment grade menjadi BBB– dari sebelumnya BB+ dengan outlook stabil, sejumlah korporasi rating-nya juga meningkat, delapan di antaranya adalah bank-bank nasional.

Ini tentunya sebuah kabar gembira. Di tengah lembaga keuangan internasional peringkatnya berguguran, seperti Bank of America, Citi Group, Goldman Sach Group, RBS, Barclays, dan HSBC, bank-bank nasional justru kinclong. Fitch Ratings, kemarin, menaikkan peringkat sejumlah bank, antara lain PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk, dan PT Bank Central Asia Tbk.

Dampak dari naiknya status utang pemerintah dan korporasi ini tentunya akan mempermudah Indonesia mencari pendanaan dengan biaya lebih murah. Kondisi ini akan mempercepat cita-cita mewujudkan suku bunga kredit di bawah 10% (single digit) agar sektor riil makin pesat ekspansinya. Ini adalah peluang yang tak boleh disia-siakan.

Jangan sampai kita kehilangan momentum dan terjebak dengan euforia kegembiraan mendapatkan kembali peringkat investment grade setelah 14 tahun lepas dari genggaman. Sementara itu, persiapan untuk menangkap gelombang arus dana masuk (capital inflow) yang bisa dikelola untuk percepatan pembangunan justru kita abaikan.

Peringkat investment grade bukan sekadar untuk perbaikan citra, tetapi harus menjadi tonggak sejarah (milestone) untuk menggeber pekerjaan rumah (PR) bagi pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Yang harus diingat, kita berkejaran dengan waktu menuju ketersinambungan Asean (Asean connectivity) pada 2015. Apa jadinya jika negaranegara Asean saling terhubung tetapi kawasan Indonesia malah belum tersambung?

Kita akan menjadi pecundang dalam penyatuan pasar Asean nantinya. Tentunya tak seorang pun berharap itu terjadi. Tak ada kata lain, program pemerintah yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) harus dipercepat realisasinya. Proyek-proyek milestone di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, seperti jalan tol, kereta api rel ganda (double track), dan Jembatan Selat Sunda harus menjadi prioritas, selain proyek infrastruktur lainnya seperti pelabuhan, irigasi, pembangkit listrik, dan lainnya.

Sayangnya, dalam beberapa tahun ini pencairan anggaran kementerian dan lembaga (K/L) sangat rendah. Bahkan, hingga Oktober 2011, pencairan belanja modal K/L baru 52%. Hambatan klasik yang selalu dikemukakan adalah sulitnya pembebasan lahan, dan rendahnya procurement (belanja barang) karena proses tender yang berbelit. Tahun 2012, berbagai masalah yang menghambat investasi harus sudah dapat diatasi. Setidaknya ada tiga hal yang harus menjadi concern pemerintah untuk menangkap peluang status investment grade bagi percepatan pembangunan Indonesia.

Pertama, percepatan pencairan anggaran. Apa gunanya obligasi Negara mendapat rating investment grade kalau pemerintah tidak cakap membelanjakannya? Dana itu akhirnya hanya berputar-putar di sistem keuangan dan kecil dampaknya bagi perekonomian. Kita berharap, disahkannya UU tentang Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Umum bisa menjadi solusi bagi masalah pembebasan lahan.

Tetapi itu saja tidak cukup karena investor masih menunggu petunjuk teknis sebagai implementasi atas UU tersebut. Selain itu, revisi Keppres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa diharapkan bisa memangkas birokrasi lelang, sehingga belanja barang K/L bisa dipercepat. Kabarnya, revisi keppres tersebut akan selesai sebelum kuartal I-2012.

Kedua, pemberantasan korupsi. World Economic Forum (WEF), belum lama ini, menempatkan peringkat daya saing Indonesia tahun 2011-2012 di posisi 46, turun dua peringkat dibanding tahun sebelumnya. WEF mencatat masalah korupsi di Indonesia menjadi pengganggu aktivitas bisnis. Jadi, untuk memperbaiki iklim berbisnis, pemerintah harus memperbaiki kinerja birokrasi dan menggalakkan pemberantasan korupsi.

Ketiga, percepatan pembangunan infrastruktur. Harus ada terobosan untuk merealisasikan proyek milestone, seperti penambahan pagu infrastruktur dari APBN-P 2012, mendorong kerja sama dengan swasta melalui public private partnership (PPP), dan mengundang investor asing.

Rakyat sungguh menunggu proyek milestone direalisasikan tahun depan. Proyek itu tak hanya mampu mengubah wajah Indonesia menjadi sebuah negeri yang saling terhubung, tetapi juga meningkatkan ekonomi daerah serta mampu menyejahterakan rakyatnya.

Di tengah perlambatan ekonomi global, perlu langkah tidak biasa (unusual) agar ekonomi RI bisa tumbuh 6,7% sesuai target APBN-P. Masuknya Indonesia ke level investment grade harus dijadikan modal untuk menggenjot proyek-proyek milestone agar dana-dana yang masuk tak hanya berputar di portfolio investment tetapi mengalir ke direct investment yang dibutuhkan untuk penciptaan lapangan kerja.

http://www.investor.co.id/home/saatnya-bangun-milestone/26652

Tidak ada komentar:

Posting Komentar