Selasa, 04 Agustus 2009

Cinta Mbah Surip Untuk Nona SMS


Tampil bergaya Reggae ala Bob Marley yang terlahir dari rahim kebebasan berekspresi, Mbah Surip membetot perhatian publik dengan merangkai untaian kata dan notasi nada yang terdengar "tidak njlimet". Mudah didendangkan, mudah dilantunkan, lahirlah tembang bertajuk Tak Gendong.

"Tak gendong..ke mana-mana..Tak gendong ke mana-mana..Enak tau..Hahaha..." Ini bukan isu, bukan rumor, ini sebungkah perjalanan anak manusia menembus rona dunia tarik suara. Di pasar, di mal, di kantor, di halte bus, di sekolah dan di kampus, ada gumam dari potongan lirik lagu itu, "Where are you going? Ok I`m. Where are you going? Ok my darling Ha...Ha...."

Mbah Surip tidak ingin "sok nginggris", tetapi orang dibuatnya tak habis-habisnya meringis. Ini pesona Mbah Surip berambut gimbel. Penampilannya berpadanan dengan adagium kebebasan kehendak (liberum arbitrium) bahwa merdeka untuk menentukan tindakan dan memilih sikap.

Mbah Surip bukan siapa-siapa, hanya seorang seniman jalanan. Penampilannya memutar balik jam ingatan publik akan sosok pemusik fenomenal khas Prancis (troboudour), yang ngamen dari satu tempat ke tempat lain, mengenai apa yang sedang terjadi di masyarakatnya. "...Daripada kamu naik pesawat kedinginan. Mendingan tak gendong to. Enak to, mantep to. Ayo.. Kemana." Simpel saja!

Penampilan Mbah Surip memikat sejumlah artis yang kerap menyapa para Anak Baru Gede (ABG) di sebuah televisi swasta. Sebut saja, Cathy Sharon, Indra Bekti, serta si kembar Marcel dan Mischa Chandrawinata. Pria asal Mojokerto, Jawa Timur itu membawa pesan perdamaian lewat aliran Reggae yang diusungnya. "Reggae itu kan musik perdamaian, jadi damai terus," ujar Mbah Surip.

Damai? Lebih tepatnya, cinta damai untuk Indonesia? Ya, bukankah sejumlah anak dari berbagai latar belakang telah berkumpul bersama-sama menyalakan lilin untuk memohon perdamaian kepada Sang Khalik. Acara itu digelar di Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/7). Nyala lilin menyimbolkan keprihatinan anak-anak muda atas kondisi keamanan bangsa, seperti peristiwa bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta, pekan lalu.

Kalau jagat keamanan terkoyak dengan bom bunuh diri di dua hotel itu, maka jagat politik terusik dari buntut pemilihan presiden 8 Juli lalu. Pasangan calon presiden dan wakil presiden Muhammad Jusuf Kalla dan Wiranto menolak hasil Pemilu Presiden. Alasannya, selain ada kisruh daftar pemilih tetap (DPT), Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga dinilai tidak profesional dan terkesan berpihak kepada pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

Sedangkan, pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto sepakat mengambil langkah hukum ke Mahkamah Konstitusi untuk menggugat berbagai kecurangan yang terjadi dalam Pilpres 2009. "Langkah ini diambil dalam rangka menegakkan pemilu yang jujur, adil dan bersih," kata Sekretaris Umum Tim Kampanye Fadli Zon.

Cinta damai dari Mbah Surip, pemilu yang damai, pemilu yang bersih dan jujur mengacu serentak menuju kepada makna pencerahan: hubungan kebebasan kehendak dan kreativitas. Tidak ada kreativitas, tidak ada kebebasan, tidak ada juga kreativitas seperti terpantul dari ujaran khas Mbah Surip, "Enak tau..Hahaha... Ok I`m. Where are you going? Ok my darling Ha...Ha...."

Ngomong soal hubungan kebebasan dan kreativitas, tokoh Renaissance Pico della Mirandola membayangkan manusia sebagai pemahat ketika menghadapi sebungkah marmer. Dengan menggunakan kedua tangannya, marmer itu dapat memiliki berbagai kemungkinan, yakni dapat menjadi patung marmer yang indah dan membuat decak kagum publik pecinta seni, atau justru dapat menjadi drakula.

Ujaran terkenalnya, "...Kamu (manusia) adalah pembentuk dan pencipta dirinya. Kamu boleh memahat dirimu menurut bentuk yang kau pilih sendiri."

Sekali lagi, bukan isu, bukan rumor... bagaimana kebebasan berekspresi dalam jagat politik yang berestetika terpahatkan bila ada fakta bahwa bagian depan halaman kantor KPU dikelilingi gulungan kawat berduri selama proses rekapitulasi hasil pemilihan umum presiden. Meskipun proses rekapitulasi penghitungan suara sudah selesai sejak Kamis (23/7), pengamanan ekstra itu diberlakukan hingga Jumat (24/7). Penutupan akses jalan itu berlaku untuk kendaraan, juga untuk pejalan kaki.

Cinta Mbah Surip yang mengusung damai, cinta pasangan JK-Wiranto yang mengasihi proses demokrasi, cinta pasangan Mega-Prabowo yang merindukan kecintaan akan keadilan, dapat diilustrasikan dari oase kehidupan para ABG yang terasuki "drakula cinta".

Salah satunya, sebut saja, Nona SMS - karena jarinya-jarinya super cepat memencet huruf-huruf di telpon genggamnya untuk menjawab setiap pesan yang dia terima - dari rekan kerja, dari atasan kantor, dari sahabat, dan dari kekasih.

Karena Sang Nona suka mengirim dan menerima layanan pesan singkat (SMS), maka dia disebut sebagai Nona SMS. Setiap SMS direspons sebagai serangan frontal atau serangan dari muka ke muka.

Uups...bicara soal cinta, ada ungkapan populer, "Dari mata turun ke hati." Akan tetapi, cinta kerapkali terbit berawal dari pandangan mata pria ke lengan perempuan yang lemah gemulai. Ingat saja salah satu adegan upacara perkawinan; dengan menggunakan kekuatan lengannya, kedua mempelai didaulat saling melempar bunga sebagai ungkapan cinta yang tidak bertepuk sebelah tangan, cinta yang jauh dari kepalsuan.

Cinta Mbah Surip untuk Nona SMS mengarah kepada misteri dari kosa kata sejatinya cinta, yakni merasa haus tanpa pernah jadi puas, lapar tanpa pernah kenyang, seperti orang yang menenggak air laut: tambah minum, tambah haus.

Suatu ketika Nona SMS menulis, "Berat badanku turun empat kilogram. Aku tidak doyan makan. Badan mudah lelah." Pesan dari Nona SMS ringkas dan bernas, yakni diriku telah ketinggalan kereta.

Bicara seputar faktor cinta dari Nona SMS, Kolumnis MAW Brouwer (alm) menulis dalam artikel berjudul Minder, Lebih Minder, Sangat Minder, bahwa hidup orang yang minder tidaklah wajar. Dia selalu sedikit terlalu pinter atau sedikit terlalu cantik.

Contohnya, Hitler yang menelan jutaan orang, membangun negara raksasa dan berpidato tanpa berhenti. Sebenarnya dia pribadi yang kosong, tanpa arti dan tidak puas karena dia seorang penipu. Istirahatlah dalam damai (Requiescat in Pace).

Gunjang-ganjing belum selesai, karena bagaimana dapat beristirahat dalam damai, kalau ada warta dari Badan Klimatologi, Meteorologi dan Geofisika (BKMG) bahwa peluang El Nino tertinggi akan terjadi sekitar Agustus, September dan Oktober 2009 mencapai 63 persen. Belum lagi, penyebaran virus influenza AH1N1 (flu babi) di Indonesia sulit dibendung. Weleh...weleh!

Adakah cinta Mbah Surip akan Nona SMS tererosi oleh El Nino dan flu babi? Tidak, asalkan ada niatan kuat untuk memberantas feodalisme atau mentalitas semangat main raja-raja kecil. Brouwer menulis lagi, pegawai yang menunggu di loket kerapkali tidak punya nyali memikul tanggungjawab. Kalau dia mengambil keputusan, mungkin dia ditegur kalau ternyata keliru.

Mungkin juga dia ditegur kalau keputusannya ternyata baik, karena atasan tidak mau mempunyai bawahan yang lebih pintar dari dari atasan. Sang bawahan memilih jalan aman-aman saja. Drakula dari "Sanctus bureaucratius". Sok suci, menyimpan kebusukan, mengandung kejijikan.

Pesannya: manusia ada untuk berpikir, mencinta dan menghendaki. Siapa yang dapat mengklaim dirinya mampu berimajinasi cinta? Cinta adalah alamat tanpa subyek, tidak tahu siapa yang sedang berbicara atau kepada siapa kata itu diarahkan. Inilah "apokalips" (penyingkapan) cinta dari Nona SMS.(*)

Selasa, 28 Juli 2009 16:43 WIB | Artikel |
A.A. Ariwibowo

Jakarta,(ANTARA News)
http://www.antaranews.com/berita/1248774191/cinta-mbah-surip-untuk-nona-sms

Tidak ada komentar:

Posting Komentar