Senin, 03 Agustus 2009

Masjid Simbol Pemersatu Umat Islam Korea Selatan


Komunitas Muslim di Korea Selatan adalah komunitas yang kaya dengan keberagaman latar belakang etnis dan budaya. Komunitas Muslim di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Budha ini, kebanyakan adalah para pekerja asing dan imigran dari berbagai negara Muslim, terutama dari kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Sementara orang-orang asli Korea yang Muslim, kebanyakan adalah keturunan dari para mualaf yang masuk Islam saat berlangsung Perang Korea.

Keberagaman dialek, warna, dan kewarganegaraan dalam komunitas Muslim di negeri ginseng ini lah yang membuat Haseeb Ahmad Khan selalu terkagum-kagum manakala ia singgah di sebuah masjid di sebuah kota di Korea Selatan. ''Di sini ada beberapa orang Korea. Yang lainnya berasal dari Indonesia, Malaysia dan Uzbek. Ada juga beberapa Muslim asal AS. Muslim disini sedikitnya berasal dari 12 sampai 14 negara di dunia,'' kata pengusaha asal Pakistan yang sudah 10 tahun tinggal di Korea Selatan.

Menurut Haseeb, jumlah Muslim di Korea Selatan terus bertambah, terutama di kota besar seperti Busan. Muslim di kota ini sudah membuka sekolah Islam sendiri. ''Meski sekolahnya kecil, cukup untuk mengakomodasi anak-anak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang Islami,'' ujar Haseeb.

Data dari Korea Muslim Federation (KMF) yang didirikan sejak tahun 1967 menyebutkan, jumlah Muslim di Korea Selatan sekarang ini mencapai 120.000-130.000 orang, terdiri dari Muslim Korea asli dan para warga negara asing. Jumlah orang Korea asli yang Muslim sekitar 45.000 orang, selebihnya didominasi pekerja migran asal Pakistan dan Bangladesh.

Sebagai kelompok masyarakat minoritas, masjid menjadi tempat penting bagi Muslim Korea Selatan untuk saling bertemu dan bersilahturahim. Sepuluh tahun yang lalu, belum banyak masjid di negara ini. Tapi sekarang, masjid-masjid sudah banyak tersebar hampir di seluruh kota besar di Korea Selatan. Masjid terbesar adalah Masjid Sentral Seoul yang berlokasi di distrik Itaewon.

''Kami punya lebih dari 10 masjid di kota-kota besar seperti Gwangju, Busan dan Daegu. Masjid di sini bukan sekedar tempat salat tapi juga tempat berkumpul komunitas Muslim, terutama usai salat Jumat. Mereka saling bercerita dan mendengarkan satu sama lain,'' imbuh Haseeb.

''Contohnya, jika ada jamaah yang sakit, mereka bersama-sama datang menjenguk ke rumah sakit. Atau, jika ada yang butuh pertolongan, mereka akan mencari cara untuk bisa memberikan bantuan,'' sambung Haseeb.

Masjid juga menjadi pusat informasi bagi warga Korea yang ingin belajar Islam. Masjid-masjid di Korea Selatan menyediakan bahan-bahan bacaan dan audio yang diberikan gratis buat mereka yang ingin mempelajari Islam.

Selalu penuh
Seperti juga masyarakat muslim di seanteo dunia, muslim di Korea Selatan meyakini bahwa bulan Ramadan adalah bulan terbaik untuk memenuhi masjid setiap hari. Berdoa di sana dan membaca Alquran. Setiap sore, usai melakukan ritual berbuka puasa, masjid di yang terletak di jantung kota Seoul didatangi ratusan jamaah dari segala tingkatan umur. Baik warga Korea maupun orang asing yang tinggal di Korea Selatan.

Zain (38) asal Pakistan mendatangi masjid dengan pakaian yang baru saja dibelinya di toko pakaian yang terletak di kawasan Itaewon. Sementara Seid Isadram (30) asal Maroko, seorang pekerja di Propinsi Gyeonggi, sengaja datang ke masjid untuk shalat dan berdoa meskipun ia harus menempuh perjalanan selama lebih kurang satu setengah jam dari tempat tinggalnya.

Jamaah memenuhi masjid dan kadang meluber hingga ke jalan raya. Mereka dengan sangat antusias menjawab salam dari jamaah lain yang mengucapkan ''Assalamu alaikum''. Para wanitanya juga tak mau kalah. Dengan berjilbab mereka datang memenuhi masjid. Kadang membawa anak yang kemudian dibiarkan bermain di sebuah tempat bermain anak di halaman masjid.

Ibadah puasa dan kehidupan seorang muslim, bagi sebagian penduduk non-Muslim Korea memang masih sulit dicerna oleh akal dan pikiran."Teman saya kadang menanyakan mengapa saya tidak makan dan minum sepanjang hari. Saya hanya mengatakan saya sedang diet,'' kata Ahn Tae-hwan, seorang murid SMP.

Lain halnya dengan pengalaman Sung Ju-young. Ia mengaku kadang bingung untuk menerangkan dan membuat temannya memahami mengapa ia tidak memakan daging babi dan meminum minuman keras. Sebagian teman lainnya menduga larangan memakan daging babi dan meminum alkohol hanya untuk mencegah alergi.

Ali Ahmade, ( 31) mahasiswa asal Mesir yang kuliah di Seoul National University, mengatakan banyak warga Korea yang belum memahami secara luas apa itu Islam. ''Banyak orang Korea yang memandang negatif Islam karena banyaknya pemberitaan tentang terorisme yang mereka pikir identik dengan prilaku Islam,'' katanya.

Lee Ju-hwa, Sekretaris Jenderal KMF mengatakan, warga Korea hendaknya tidak memandang Islam secara prejudice. Muslim di sini merupakan bagian dari masyarakat Korea yang hidup dan bekerja di sini.

Serba Pertama di 2009

Pada tahun 2009 ini setidaknya ada dua peristiwa yang menggembirakan bagi komunitas Muslim di Korea Selatan. Pertama, warga Muslim di negeri ginseng ini akhirnya memiliki sekolah Islam pertama yang telah diresmikan pada Maret lalu. Sekolah itu dibiayai lewat dana hibah dari pemerintah Arab Saudi. Tahun 2008 lalu, Duta Besar Saudi di Seoul sudah menyerahkan dana sebesar 500 ribu dolar AS pada Korea Muslim Federation (KMF) untuk biaya pembangunan sekolah.

Sebagai penghargaan atas bantuan Saudi, sekolah tersebut rencananya akan menggunakan nama putera mahkota Saudi Pangeran Sultan Bin Abdul Aziz. Sekolah ini juga akan menerima siswa non-Muslim. Selain memberikan mata pelajaran berdasarkan kurikulum pendidikan di Korea, sekolah yang dibiayai Saudi ini juga akan memberikan pelajaran tambahan berupa bahasa Arab, bahasa Inggris dan studi Islam.

Peristiwa kedua yang cukup menggembirakan para Muslim di sana adalah dibukanya sebuah pusat pengaduan masalah hak azasi manusia (HAM) khusus bagi masyarakat Muslim di Korea Selatan. Lembaga HAM Muslim ini merupakan yang pertama berdiri di Korea Selatan.

Lembaga yang berkantor tidak jauh dari Masjid Itaewon ini secara resmi telah beroperasi sejak akhir Mei lalu. Seperti lembaga HAM pada umumnya, lembaga HAM Muslim ini akan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memang membutuhkan. Sejak beroperasi, lembaga ini telah membantu menyelesaikan sejumlah persoalan menyangkut masalah diskriminasi yang menimpa masyarakat Muslim di Seoul.

Salah seorang pengurus lembaga ini, Park, mengatakan bahwa organisasi nirlaba tersebut telah membantu mengatasi persoalan kehidupan sehari-hari yang dihadapi para warga Muslim asing. Umumnya persoalan yang dihadapi para warga Muslim pendatang ini, jelas dia, berkaitan dengan masalah pembayaran upah kerja, kesulitan untuk mendapatkan visa hingga mereka yang membutuhkan pertolongan untuk mendapatkan pekerjaan.

Komite Darurat Islamic Korean Foundation, selaku pihak yang menjalankan lembaga HAM Muslim ini, lanjut Park, menginginkan agar tidak ada lagi umat Islam di Seoul yang menjadi korban dari tindakan pelanggaran HAM. ''Karenanya kami menyediakan sebuah tempat di mana orang dapat berkumpul dan menghentikan semua ketidakadilan.''

Pusat pengaduan HAM khusus Muslim ini, ditegaskan Park, tidak berafiliasi ke pemerintah atau pun kepolisian setempat. Pihaknya, sambung dia, juga tidak menggunakan iklan sebagai media promosi mereka. Namun demikian, kata dia, hal tersebut tidak mengurangi peran lembaga ini dalam menangani kasus pelanggaran HAM yang menimpa masyarakat Muslim di Seoul. Karena setiap harinya, sedikitnya ada sekitar delapan orang yang datang untuk mencari bantuan. Lembaga yang memiliki enam orang staf ini, menurut Park, membuka pelayanan kepada masyarakat setiap harinya dari pukul 9 pagi sampai tengah malam.

Selain sekolah Islam dan lembaga HAM khusus Muslim, sejak tahun 2008 lalu, masyarakat Muslim di Korea Selatan juga sudah memiliki pusat kebudayaan Islam yang berada di kota Seoul. Dengan adanya sekolah, lembaga HAM Muslim dan pusat kebudayaan Islam ini, diharapkan bisa memperluas syiar Islam di Korea Selatan sekaligus meluruskan informasi-informasi bias tentang Islam dan Muslim yang diterima oleh masyarakat negeri itu. dia/taq

By Republika Newsroom
Senin, 03 Agustus 2009 pukul 13:32:00
http://www.republika.co.id/berita/66629/Masjid_Simbol_Pemersatu_Umat_Islam_Korea_Selatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar