Senin, 10 Agustus 2009

Orangtua yang juga Sahabat Anak

Oleh: Yusi Elsiano dan Yusep Rosmansyah

Sahabat adalah rekan kita yang dapat menerima keadaan kita apa adanya. Ia dapat berbagi dalam suka maupun duka. Ia selalu berusaha untuk mengerti dan memberikan solusi saat kita mendapatkan suatu masalah. Ia bisa memberikan rasa tenang dan bahagia. Sahabat membuat hidup seseorang bahagia, menenangkan dan menyenangkan.

Begitu berarti dan pentingnya persahabatan dalam kehidupan, alangkah baiknya kita sebagai orangtua untuk mencoba menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lingkungan keluarga, hal ini bisa kita awali mulai dari hubungan 'persahabatan' antara suami dan istri sebagai orangtua, dan tentunya antara orangtua itu sendiri dengan anak.

Salah satu hal utama yang sering terlupakan dalam menjalin persahabatan dengan anak adalah menetapkan dalam hati kita betapa penting memperlakukan anak dengan 'hormat' (respect), terutama pada saat berkomunikasi dan bersikap. Orangtua biasanya menganggap bahwa anak tidak memerlukan perlakuan 'hormat' karena menganggap anak belum begitu mengerti. Bahkan, seringkali hal ini diakibatkan karena keegoisan orangtua yang hanya menuntut anaknya saja untuk bersikap 'hormat' kepada orangtua. Padahal seharusnya tidak demikian. Anak adalah manusia juga yang perlu diperlakukan sama seperti halnya orang dewasa pada umumnya. Ia akan tumbuh dewasa dan perlu pembelajaran yang baik dari orangtua dan lingkungannya sehingga kelak menjadi manusia yang bijaksana.

A. Hormat ketika berkomunikasi

Menjaga komunikasi agar tetap lancar dan bersikap terbuka sejak dini antara orangtua dengan anak dapat mempengaruhi keberhasilan anak di masa mendatang. Kepercayaan dan ikatan batin di antara mereka akan semakin terjalin dan menyatu, sehingga segala sesuatu yang terjadi tidak ada yang perlu disembunyikan dengan cara berbohong atau metutup-nutupi. Hal ini akan mempermudah orangtua dalam penyampaian nasehat, ide atau saran. Sebaliknya, anak bisa dengan lebih leluasa mengutarakan segala hal yang menjadi beban dan kendala dalam hidupnya kepada orangtua tanpa ada rasa curiga, takut disalahkan, takut tidak ditanggapi atau bahkan takut akan membuat orangtua marah. Jadi, komunikasi yang terbuka dapat menghindarkan hal-hal buruk yang sering terjadi pada anak, misalnya kebiasaan berbohong, mencuri, kekerasan antar teman, terlibat dengan barang-barang terlarang dan pelecehan seksual.

Biasakanlah mengajak berbicara anak walaupun hanya beberapa menit dalam sehari. Janganlah menganggap bahwa anak kecil tidak perlu berkomunikasi. Buruknya komunikasi akan berdampak negatif bagi perkembagan anak. Ia akan tertutup, dan bahkan akan dengan mudah terpengaruh dan memutuskan sesuatu berdasarkan saran atau bujukan lingkungan luar yang belum terjamin kualitas kebaikannya. Berikut ini ada beberapa cara belajar 'mendengarkan' menurut Philip Jackson, Dorothy Stegal dan Audrey Ashner (2006), yaitu:


o Berikan perhatian yang tidak terpecah.
o Masuklah ke pesan inti.
o Tunggulah hingga diminta sebelum menawarkan solusi.
o Jangan bercanda atau meremehkan masalah anak-anak Anda.
o Tanggapi dengan penuh hormat.

Hubungan yang hangat, terbuka dan harmonis antara orangtua dengan anak sebaiknya dilakukan sejak bayi berada dalam kandungan. Sang ibu dapat mulai bercakap-cakap dengan menyapa, membacakan buku dan mengusap bayi dalam kandungan.

Pada saat anak berusia balita, kesabaran orangtua diuji. Pada masa ini, anak sering membuat orangtua habis kesabarannya karena tingkah laku mereka yang masih suka merusak, mengotori ruangan, rewel dan susah diatur. Semua ini adalah hal yang wajar karena anak biasanya akan stabil kondisinya jika orang yang terdekatnya mampu memahami akan kebutuhan dan keinginannya yang biasanya terlihat dari bahasa tubuh atau lisannya. Bersikaplah bijaksana ketika menghadapi anak yang ternyata telah berbuat suatu kesalahan. Hindarilah membentak, memarahi apalagi melakukan kekerasan fisik seperti memukul, mencubit atau menampar anak. Tindakan itu hanya akan membuat anak merasa bingung akan tindakannya, sedih yang mendalam, tidak ada harga diri bahkan dendam. Katakanlah dengan baik akan kesalahan yang telah ia perbuat dengan memberikan petunjuk yang sebaiknya dilakukan agar mereka tahu mana yang salah dan yang benar. Suatu saat nanti ia akan mengerti dan dapat memutuskan hal yang terbaik dengan contoh yang telah ia terima dari tindakan orangtua kepadanya. Fahamilah bahwa kita semua adalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Anak adalah manusia pemula, sehingga dia masih memerlukan banyak bimbingan, saran dan arahan yang benar dari yang sudah berpengalaman dalam menjalankan kehidupannya.

B. 'Hormat' dalam sikap atau tindakan

Setiap manusia tentu memiliki dasar perasaan dan keinginan yang sama dalam menerima perlakuan dari orang lain. Mereka sama-sama ingin dihargai, dicintai dan disayangi, terlepas apakah ia adalah orangtua, orang dewasa atau anak-anak. Untuk itu, kita sebagai orangtua sebaiknya membiasakan diri untuk bersikap 'hormat' walaupun kepada anak yang masih kecil ketika kita bertindak maupun dalam bertutur kata. Misalnya, pada saat Anda tidak sengaja menyenggol hasil karyanya, katakanlah 'maaf ya..', pada saat kita akan memakai barang milik anak, maka alangkah baiknya jika kita meminta izin terlebih dahulu dan selalu mengucapkan terimakasih atas perbuatan baik yang telah anak lakukan.


Sikap dan perkataan orangtua yang lemah lembut, jelas dan sopan bisa memberikan dua manfaat sekaligus pada diri anak, yaitu:

* Memberikan rasa percaya diri pada anak, sebab ia merasa bahwa dirinya telah dianggap sebagai orang dewasa karena telah dihargai atas pengakuan kepemilikannya serta merasa mampu melakukan sesuatu yang berguna bagi orang disekelilingnya.
* Memberikan contoh yang baik kepada anak sehingga pada kesempatan yang sama suatu saat nanti anak bisa bersikap baik dan sopan terhadap orangtua dan lingkungannya.


Kondisi lingkungan yang ada di sekitar kita adalah sebuah cermin dari diri kita sendiri. Segala sesuatu yang kita lakukan maka akan terrefleksi pada lingkungan yang ada di sekitar kita, terutama pada diri anak, misalnya bila kita terbiasa memukul ketika anak berbuat suatu kesalahan, maka cepat atau lambat iapun akan menirukan hal yang sama yaitu memukul orang lain akan dianggapnya hal biasa. Anak bagaikan alat perekam yang luar biasa. Segala sikap, perkataan dan akhlak yang mereka lihat dari lingkungannya akan ia tiru, seperti yang dikatakan oleh Dorothy Law Nolte (dari banyak sumber, 2007) sebagai berikut:

Anak belajar dari kehidupannya
Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia akan belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia akan belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia akan belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia akan belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia akan belajar menahan diri
. . .


Dari tulisan singkat ini, jelaslah sudah bahwa kita sebagai orangtua harus ekstra hati-hati dalam bersikap dan berucap. Segala hal yang kita lakukan dan tanamakan kepada anak pada akhirnya kita juga yang akan ikut menuainya. Kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orangtuanya juga. Jika ingin anak -- dan kita sendiri orangtuanya -- bahagia, jadilah orangtua sahabat anak!

http://www.perkembangananak.com/2008/01/orangtua-yang-juga-sahabat-anak-bag-1.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar