Selasa, 29 September 2009

Kehidupan Bagaikan Perahu


Kehidupan manusia ibarat sebuah kapal, jika di dalam pelayaran hidupnya terlalu banyak dan terlalu berat dimuat dengan keinginan (nafsu) materi dan sifat sombong, maka perahu kehidupan ini sangat mudah kandas dan tenggelam di tengah perjalanan.

Jika ingin mencapai tepian kehidupan di seberang sana dengan lancar, maka wajib untuk segera mengurangi muatan yang berat itu, dan hanya mengambil batas terendah materi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup, dan dengan tegas melepaskan ketamakan serta nafsu keinginan dalam hati manusia yang berlebihan.

Baru-baru ini saya sering mendengar perkataan beberapa teman melakukan investasi di saham atau kegiatan MLM (multi level marketing). Uang mereka dalam jumlah besar telah tertipu oleh pedagang curang. Dari teman-teman yang tertipu ini mereka semua memiliki kelemahan yang sama, yaitu hati yang sangat tamak.

Jika dipikir dengan seksama, akan segera dapat diketahui bahwa dalam investasi dan perdagangan sangat mustahil untuk bisa mendapatkan keuntungan 50 kali lipat hanya dalam satu kali raup, tapi masih ada saja orang yang dihantui dengan ketamakan yang dengan mudah mempercayai perusahaan yang mengatakan bahwa saham perusahaannya dapat naik 50 kali lipat, sehingga akhirnya tertipu dan uangnya habis.

Jelas-jelas mengetahui bahwa pengelolaan dan aturan pembagian hasil dari perusahaan MLM tidak transparan, tapi ketika kelihatan satu lembar cek tunai bernominal satu juta dollar, masih saja beranggapan bahwa asalkan serius menjalankan MLM bisa segera menjadi jutawan, cek tersebut juga sudah tidak perlu diperiksa lagi keasliannya dan dengan mudah percaya pada janji orang lain, akhirnya uang dalam jumlah besar pun habis tak bersisa hanya untuk membeli barang-barang tak berkualitas yang menumpuk bagaikan gunung.

Penduduk asli di Afrika mempunyai cara yang unik untuk menangkap simpanse : Di dalam sebuah kotak kayu kecil diletakkan buah-buahan yang berkulit keras yang disukai oleh simpanse, pada salah satu sisi kotak tersebut dibuat sebuah lubang yang besarnya persis sebesar tangan simpanse agar dapat masuk untuk mengambil buah-buahan di dalamnya, begitu simpanse menjulurkan tangan ke dalam dan meraih buah-buahan yang ada di dalam, maka tangannya tidak akan dapat ditarik keluar lagi dari lubang itu, cara ini sering digunakan oleh penduduk untuk menangkap simpanse.

Sebab simpanse ada satu kebiasaan, yaitu tidak mudah melepaskan benda apa pun yang telah digenggam dalam tangannya.

Orang-orang selalu menertawakan kebodohan simpanse : mengapa tidak melepaskan buah dalam genggamannya itu lalu melarikan diri? Sesungguhnya jika kita renungkan kembali hal yang terjadi pada diri kita, kita juga akan mendapati bahwa tidak hanya simpanse yang bisa berbuat kesalahan seperti itu.

Di kampung halaman saya, semasa kecil dulu, pernah terjadi bencana kebakaran, waktu itu ada satu keluarga yang miskin yang berhasil selamat dari kobaran api karena tidak memiliki harta apa pun, sehingga lolos dari mara bahaya itu. Sebaliknya tetangga mereka yang kaya raya, menerjang masuk kembali ke dalam kobaran api dan berusaha untuk menyelamatkan perabotnya yang mahal dan mencari uangnya, akhirnya tertelan kobaran api dan tidak pernah keluar lagi.

Kehidupan bagaikan perahu. Semakin sedikit memiliki kekayaan benda materi, semakin ringan pula beban dalam kehidupan ini, maka dari itu melepaskan ketamakan hati manusia akan meringankan muatan dan bisa bergerak maju ke depan, maka manusia akan hidup wajar dan lepas bebas.

Kekayaan materi hidup tidak bisa dibawa serta, mati pun tidak bisa dibawa pergi, tahu akan batasan dan mengekang keinginan materi dan sifat sombong, maka pasti akan membuat perjalanan hidup ini menjadi lancar, dengan lega dan mudah mencapai ke tepian di seberang sana yang terang benderang. (The Epoch Times/lin)

Epoch Times Rabu, 23 September 2009
http://erabaru.net/kehidupan/41-cermin-kehidupan/5175-kehidupan-bagaikan-perahu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar