Minggu, 27 September 2009

Kunyah Tembakau Bikin Cerdas


Selama ini tembakau dianggap sebagai biang penyebab berbagai penyakit, sehingga diperangi oleh para pegiat kesehatan. Akibatnya yang terjadi adalah dua kutub pertentangan antara ekonom pro petani tembakau dan pegiat anti tembakau.

Menurut Abdulbar Hamid, Dokter spesialis syaraf Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, berdasarkan referensi ilmu kedokteran, tembakau bisa meningkatkan kecerdasan.

“Berdasarkan referensi ilmu kedokteran, tembakau bisa meningkatkan kecerdasan. Asal tidak dihisap,” jelasnya belum lama ini.

Jika diisap dalam bentuk rokok, menurut Abdulbar, inilah yang dapat menimbulkan masalah kesehatan, seperti gangguan jantung, pembuluh darah dan problem kesehatan lainnya.

“Karena proses pembakaran itulah, tembakau menjadi racun, menimbulkan tar dan berbahaya bagi kesehatan,” ujarnya dokter lulusan Universitas Indonesia ini.

Pendapat dari pengurus Persatuan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia itu meluruskan persepsi yang salah tentang tembakau.

“Zat nikotin itu bagus buat kecerdasan dan menghambat dimentia, tapi kalau dikunyah bukan dibakar,” ujarnya.
Dokter Abdulbar mencontohkan, orang desa yang biasa menyusur tembakau di mulutnya, bisa hidup lebih lama dan tetap kuat berjalan kaki jarak jauh.

”Tapi ingat, bukan diisap seperti rokok, tapi disusur seperti nyirih,” pungkasnya. (gg/ika)

Selasa, 22 September 2009 09:27:23
Esqmagazine.com
http://esqmagazine.com/kesehatan/2009/09/22/486/kunyah-tembakau-bikin-cerdas.html


*******************************

Adakah Merokok Sehat?

Kian Siong - Saitama

Menurut prakiraan WHO, jumlah kematian yang terkait dengan rokok saat ini mencapai 5,4 juta orang per tahun, dan jika dibiarkan maka jumlah kematian dapat mencapai satu milliar pada akhir abad 21, yang mana 80% nya merupakan penduduk negara berkembang.

Tidak ada yang menyangkal kalau kebiasaan yang telah dimulai 4-5000 tahun lalu merupakan salah satu biang keladi yang menggrogoti kesehatan manusia, yang secara nyata pula berimbas negatif pada ekonomi negara maju dan berkembang. Jika dibuatkan daftar penyakit yang dapat ditimbulkan dari 4000 jenis zat, unsur dan senyawa kimia yang ada dalam rokok dan asap rokok, maka daftar itu akan merupakan yang terpanjang yang sulit dicarikan tandingannya.

Sebuah penelitian yang lebih dikenal dengan “British doctors study” selama kurun waktu 1951-2001, menyimpulkan kebiasaan merokok telah menyebabkan turunnya harapan hidup sampai 10 tahun. Kesimpulan itu tentunya semakin menguatkan stigma perokok sebagai orang yang “awet muda”, yang artinya mereka memang tidak pernah menjadi tua, karena umur mereka memang lebih pendek. Tak ajal, semakin banyak negara yang membuat peraturan yang membatasi atau bahkan melarang, seperti Bhutan yang memasukan aktivitas merokok sebagai perbuatan melanggar hukum.

Senyawa berbahaya dan beracun dalam rokok

Adalah proses fermentasi tembakau (curing) sebelum dilinting menjadi rokok dan proses pembakaran saat merokok yang menjadikan rokok sarat dengan zat kimia berbahaya dan beracun. Proses curing yang banyak dilakukan dengan pemanasan, baik melalui kontak langsung ataupun tidak langsung dengan api, menyebabkan terjadinya proses reaksi kimia (oksidasi dan pirolisis) pada senyawa-senyawa kimia dalam tembakau. Proses curing yang ditujukan untuk memberikan cirikhas rasa serta kontrol kadar nikotin pada tembakau juga menghasilkan nitrosamines yang merupakan salah satu karsinogen utama (zat yang dapat menyebabkan kanker) dalam rokok.

Selanjutnya pada proses pembakaran saat rokok dinyalakan, selain nitrosamines dalam rokok yang terhisap, nitrosamines tambahan sebagai hasil reaksi oksidasi nikotin dan karsinogen lainnya sebagai produk reaksi pirolisis (penguraian suhu tinggi tanpa oksigen) pun ikut terhisap. Bersama nitrosamines, terdapat deret panjang karsinogen lain nya yang ikut terhisap seperti logam berat (timbal (Pb), cadmium, mercury, arsenik), acrolein, formaldehyde, benzene, radioaktif (210Pb, 210Po), PAH (poly-aromatic hydrocarbons) dan lain-lain.

Polonium (Po) sendiri adalah unsur radioaktif yang sangat beracun, 250 ribu kali lebih beracun dari gas sianida dan hanya dibutuhkan satu gram untuk membunuh 10 juta manusia dalam tempo singkat. Po inilah yang merupakan salah satu dari 69 jenis karsinogen dalam asap rokok, yang ikut “dinikmati” oleh perokok pasif, yang mungkin termasuk anak istri dari perokok sendiri. Kebiasaan merokok dalam ruang ber-AC semakin memperburuk keadaan perokok pasif, dimana terjadi pemekatan radioaktif serta zat-zat berbahaya dan beracun di atas.

Merokok dengan “sehat”

Bagi yang bukan perokok, sangatlah gampang mengatakan tidak pada rokok, tapi bagi pencandu berat nikotin, mereka mungkin akan memilih tidak makan sehari daripada tidak merokok sehari. Sementara itu, efek asap rokok bagi perokok pasif pun bukan lagi suatu yang diperdebatkan seperti dua atau tiga dasawarsa silam. Hasil studi epidemiologi sudah begitu kuat menunjukkan perokok pasif pun ikut menuai akibat dari aktivitas perokok di sekitar mereka. Namun adakah pilihan yang lebih bijaksana? Sehingga bagi yang tidak makan nangka tidak perlu kebagian getahnya.

Walaupun setiap jenis rokok memberikan citarasa tersendiri bagi pemakainya, efek “nendang” dalam rokok bakar ditentukan oleh tinggi-rendahnya kandungan nikotin, yang juga merupakan senyawa utama yang bertanggung-jawab pada proses kecanduan. Saat rokok dinyalakan dan dihisap, hanya diperlukan 7 detik bagi nikotin untuk mencapai otak. Walaupun sebenarnya nikotin yang terhisap dan masuk dalam aliran darah hanyalah sebagian kecil dibandingkan dengan total kandungan nikotin dalam rokok. Kadar yang kecil itu cukup untuk memaksa otak yang berkerja berdasarkan “reward system” untuk melepaskan neurotransmitter dopamine yang memberikan efek menyenangkan. Dan mekanisme pelepasan dopamine yang dirangsang oleh nikotin tidak lah beda dengan narkoba lainnya seperti cocaine dan heroin.

Dari hasil studi selama ini, efek buruk nikotin sendiri bagi kesehatan memang lebih “lembut” dibandingkan senyawa dan unsur kimia dalam asap rokok hasil pembakaran yang masuk kedalam paru. Dan sampai saat ini, IARC (International Agency for Research on Cancer) belum mengklasifikasi nikotin sebagai senyawa karsinogenik, walaupun beberapa studi terakhir menunjukkan nikotin sebagai “pupuk” dalam pertumbuhan tumor kanker.


Smokeless tobacco


Rokok tanpa asap (smokeless tobacco) seperti tembakau kunyah (chewing tobacco, dipping tobacco), snuff dan snus, melepaskan jauh lebih banyak nikotin ke dalam tubuh dibandingkan rokok bakar. smokeless tobacco boleh jadi menjadi pilihan yang lebih bijaksana jika kecanduan nikotin tidak dapat dihentikan ataupun dikurangi. Dengan beralih ke smokeless tobacco, setidaknya collateral damage alias tebar racun kepada orang sekitarnya yang tidak merokok dapat dihindari. Diantara jenis smokeless tobacco, terdapat dua pilihan yang cukup “baik”.

Pilihan pertama tentunya adalah kembali pada budaya “nyirih”, suatu budaya yang keberadaan nya telah dirongrong oleh budaya rokok bakar ala barat. Dengan mengganti pinang (yang menurut IARC bersifat karsinogenik) dengan tembakau kering alami, campuran gambir, tembakau, kapur dalam bungkusan daun sirih tentukan akan memberikan efek “nendang” yang lebih “sehat” dibandingkan dengan rokok bakar. Pilihan kedua adalah snus (http://en.wikipedia.org/wiki/Snus).

Dilihat sekilas, snus adalah versi modern dari “nyirih”, dimana campuran bubuk tembakau mentah (tanpa fermentasi), rempah-rempah, garam, sodium karbonat dimasukan dalam kantong-kantong kecil. Snus yang telah digunakan selama kurang lebih 200 tahun di Swedia, dipercaya sebagai cara mendapatkan nikotin “paling sehat” diantara jenis smokeless tobacco. Hal ini terbukti dari hasil studi yang menunjukkan jumlah kasus kanker paru pada kaum pria di Swedia adalah yang terkecil diantara negara-negara di benua Europa.

Berbeda dengan tembakau kunyah ala Amerika(http://en.wikipedia.org/wiki/Dipping_tobacco), proses curing tembakau dalam snus tidak melalui pembakaran dengan api, melainkan dengan uap air panas yang akhirnya menghasilkan produk dengan kadar nitrosamines yang jauh lebih rendah. Walaupun mungkin terkesan kurang “macho” karena tidak “ngebul”, snus yang pemakaiannya dilakukan dengan menyelipkan kantong kecil berisi snus pada gusi bibir atas berhasil “dipopulerkan” oleh pemerintah Swedia. Keberhasilan snus menggeser tahta rokok bakar ini tak lepas dari kontrol ketat terhadap asap rokok pada fasilitas umum serta pemberlakukan cukai yang tinggi pada rokok bakar.

Belajar pada kasus Swedia, pemerintah Indonesia harus nya jangan ragu memberlakukan cukai tinggi pada rokok bakar dan jangan takut pula kehilangan cukai dari rokok bakar, karena pemasukan cukai itu tak lebih dari menabung untuk membeli obat, yang apabila dihitung dengan memasukan aspek turun kualitas sumberdaya manusia Indonesia, tabungan cukai rokok itu menjadi kurang atau bahkan tidak berarti sama sekali.

http://community.kompas.com/read/artikel/1029

Tidak ada komentar:

Posting Komentar