Rabu, 07 Desember 2011

"Keanehan" Jembatan Kutai Terlihat pada 2006


Mantan Kasi Jembatan PU Kutai Kartanegara, Setiono buka-bukaan mengenai kondisi Jembatan Kartanegara sebelum mengalami keruntuhan.

Menurut dia, sejak 2006 sudah terdeteksi mengenai pergeseran demi pergeseran terhadap struktur jembatan. Mulai dari hanger jembatan, clamp yang terbuka sampai penurunan bentang tengah jembatan hingga 50 centimeter.

Setiono mengungkapkan, pergeseran pada jembatan sudah terjadi sejak tahun 2006. Waktu itu, dia menjadi Kasi Jembatan PU Kukar. Hasil pengamatan konsultan jembatan dari Kementerian PU menyebutkan ada empat item yang perlu mengalami perbaikan yakni pengisian pasir di bandul, pemasangan expansion joint, pengencangan baut jembatan dan penyesuaian chamber.
Tetapi, dari empat item yang direkomendasikan ke Pemkab Kukar, hanya 1 item yang disetujui yakni pengisian pasir. Lelang pun digelar dan PT Hutama Karya menjadi pemenangnya. Pengisian pasir dilakukan untuk menahan agar pilar tidak mengalami pergeseran. “Fungsi penimbunan pasir sebagai pemberat agar bentang jembatan tidak bergeser,” kata dia, Senin 5 Desember 2011.

Setelah melakukan pengisian pasir, Hutama Karya juga diminta untuk melakukan penghitungan ulang. Ketika itu, Hutama Karya melakukannya dengan cuma-cuma, sebab mereka masih terikat dengan kontrak pertanggungjawaban jembatan.

Hasil penghitungan ulang Hutama Karya menyebutkan terjadi retakan tanah di pilar 3, penambahan lebar expansion joint sepanjang 18 centimeter, tower di arah Samarinda mengalami kemiringan 8-10 centimeter, tower arah Tenggarong miring 15-30 centimeter, kabel penggantung miring, clamp kabel geser, portal bengkok, bracing bengkok lalu ada juga 4 portal dan 3 bracing yang tertabrak armada excavator.

“Waktu itu Hutama Karya mematok untuk perbaikan keseluruhan membutuhkan anggaran Rp23 miliar,” kata Setiono.

Rekomendasi dari Hutama Karya itu kemudian dilaporkan ke Pemkab dan DPRD. Namun, hingga tahun 2006, 2007, sampai 2010 tak pernah direalisasikan. Barulah ketika ada petugas PLN yang mengecek kabel naik ke atas jembatan dan menemukan ada pergeseran clamp, Pemkab dibuat kelabakan. “PLN waktu itu langsung membeberkan temuannya ke media,” kata Setiono.

Dari situ kemudian dibuatkan rencana anggaran. Setiono saat itu sudah tak lagi mengurusi jembatan. Dia berpindah tempat kerja ke Bina Marga sebagai staf biasa. Tapi, karena dia dianggap mengerti soal jembatan, dirinya dihubungi dan diminta untuk membantu. “Saya diminta membuat daftar lelang untuk diserahkan ke panitia lelang,” ujarnya.

Tapi kemudian ada perubahan, panitia lelang berganti. Ketua Panitia Lelang Heru Susanto bergeser ke Dishub Pemprov. Proses tender kemudian berjalan dan dimenangkan PT Bukaka Teknik Utama. Pagu anggaran Rp 2,99 miliar dan nilai kontrak untuk rehabilitasi jembatan Rp 2,798 miliar.

“Kontrak dibuat tanggal 12 Oktober. Lalu pada 20 Oktober diadakan rapat sebelum pengerjaan proyek,” kata Setiono.

Kontraktor mengatakan, persiapan, pengecekan, pengencangan baut, pengencangan clamp atas dan bawah, pengencangan rangka, pengencangan chamber, perbaikan expansion joint akan menjadi materi proyek. Bukaka menjelaskan metode pengerjaan proyek. Penyesuaian chamber membutuhkan penutupan lalu lintas. Kontraktor mengusulkan agar lalu lintas ditutup berkala setiap hari. Sepuluh menit dibuka dan setengah jam ditutup. Tapi polisi bilang itu sangat sulit, kalau ingin menutup lalu lintas dilakukan sekaligus.

“Kalau perlu 10 hari tutup jembatan, jadi pemerintah bisa menyiapkan penyeberangan alternatif lewat Loa Janan atau feri,” kata Setiono.
Masalah Clamp
Tanggal 31 Oktober kemudian digelar lagi rapat di ruangan Asisten II Edy Damansyah. Setiono yang menjadi PPTK proyek rehabilitasi jembatan mengatakan, bahwa jembatan akan ditutup total selama perbaikan. Waktu itu keputusannya jembatan akan ditutup total bila pekerjaan sudah memasuki fase pengerjaan.

Pada 14 November, setting enginer PT Bukaka, Makmur Aziz datang. Makmur Aziz ini merupakan pekerja PT Bukaka yang ditemukan tewas di sungai. Makmur datang dan membawa hasil pengukuran kondisi jembatan. Ternyata, jembatan telah mengalami penurunan bentang 70 centimeter.

Pada 24 November, dua hari sebelum runtuhnya jembatan, ada petugas Kementerian PU datang ingin melakukan pengukuran. Ada tujuh item yang ingin diukur oleh PU. Pada sore harinya, ketika hendak menuju pulang ke rumah, Setiono lihat ada dua orang di rangka jembatan. Waktu itu dia berpikir orang yang di atas jembatan itu adalah petugas PU yang melakukan penghitungan angin.

“Hari Sabtu saya di Samarinda karena sedang libur. Saya ditelepon dikabarkan jembatan roboh. Waktu saya dengar kabar itu, spontan saya telepon pengawas proyek dari PU. Saya tanya dia, ngapain di jembatan. Dia bilang hanya menyetting dongkrak untuk dudukan jembatan,” kata Setiono.
“Pekerjaan memang seharusnya belum dimulai, karena untuk memulai pekerjaan PT Bukaka memerlukan analisis engginering yang hingga sekarang belum turun. Saya juga nggak tahu apakah waktu itu ada pekerjaan atau belum. Soal penutupan lalu lintas, pada hari Jumat dan Sabtu saya lewat di jembatan belum ada penutupan,” tambahnya.

Setiono memberikan pendapat pribadinya. Menurut dia, runtuhnya jembatan disebabkan sesuatu. Ada yang tak beres. Untuk jembatan, seharusnya yang kalah duluan adalah lantainya. Tapi, Jembatan Kartanegara ini yang kalah duluan clamp-nya. “Lantainya utuh tapi clamp bergeser,” tuturnya.

Elin Yunita Kristanti

• VIVAnews , Senin, 5 Desember 2011, 17:39 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar