Selasa, 03 Januari 2012

Ilmu yang bermanfaat.


“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak berguna, hati yang tidak pernah khusu’(tenang), doa yang yang tidak didengar dan dari nafsu yang tidak pernah puas”


Begitulah bunyi salah satu doa yang diajarkan Rasulullah dalam mencari ilmu. Namun ilmu yang bagaimanakah yang dimaksud Rasulullah tidak berguna itu?

Mu’adz bin Jabal, salah seorang sahabat meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda: " Pelajarilah ilmu,
sebab mencari ilmu karena Allah adalah kebaikan,
menuntutnya adalah ibadah,
mempelajarinya tasbih,
mengkajinya adalah jihad
dan mengajarkannya adalah sedekah.
Dengan ilmu seorang hamba sampai pada kedudukan orang-orang baik dan tingkatan paling tinggi.
Memikirkannya setara dengan berpuasa dan mengkajinya sama dengan menegakkan shalat. Dengannya Allah ditaati, disembah, di-Esa-kan dan ditakuti.
Dengannya pula tali silaturahmi diikatkan.
Ilmu adalah pemimpin dan pengamalan adalah pengikutnya.
Dengannya Allah mengangkat bangsa-bangsa lalu Dia menjadikan mereka pemimpin, penghulu dan pemberi petunjuk pada kebajikan karena ilmu adalah kehidupan hati dari kebutaan,cahaya dari kezaliman dan kekuatan tubuh dari kelemahan."


Dalam hadits lain Rasulullah bersabda :
"Aku bertanya pada Jibril,Apakah kepemimpinan itu? Jibril menjawab,Akal".

Dari kedua hadis diatas maka dapat disimpulkan bahwa ilmu yang bermanfaat yang dimaksud Rasulullah itu adalah ilmu yang dicari karena mengharap ridho Allah SWT dan yang disebabkannya seseorang menjadi bertambah dekat kepada-Nya.

Al-Khalil bin Ahmad berkata, “Manusia itu ada empat:
Pertama, yang tahu dan tahu bahwa ia tahu. Ia adalah alim, maka ikutilah.
Kedua, yang tahu tetapi tidak tahu bahwa ia tahu. Ia adalah orang yang tertidur, maka bangunkanlah.
Ketiga, yang tidak tahu dan tahu bahwa ia tidak tahu. Ia adalah orang yang mencari bimbingan, maka ajarilah.
Keempat, yang tidak tahu tetapi tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Ia adalah orang bodoh, maka waspadailah.”.

Sedangkan Al-Ghazali berkata, “Barangsiapa yang kehilangan ilmu, maka hatinya akan sakit dan mati. Ia tidak menyadarinya karena kesibukan dunia mematikan perasaannya. Jika kesibukan itu menampakkan kematian maka ia merasakan sakit yang pedih dan penyesalan yang tiada akhir.”

Ucapannya itu dimaksudkan dalam menafsirkan hadis berikut : “Manusia itu dalam keadaan tidur dan bila ia telah mati terjagalah ia”.

” Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.(QS.Qaaf(50):22).

Saat ini ilmu pengetahuan telah berkembang dengan amat pesat. Berbagai cabang ilmupun banyak dipelajari orang. Kita bahkan dapat dengan mudah mengikuti perkembangan dunia hanya dengan duduk didepan televisi. Namun apakah dengan adanya berbagai penemuan itu hidup menjadi mudah, tenang dan damai? Bukankah salah satu tujuan memperdalam ilmu agar kwalitas hidup meningkat?

Kenyataannya dimana-mana masih terlihat berbagai kasus mulai kelaparan, kemiskinan, bunuh diri hingga penyakit fisik seperti demam berdarah, kanker, AIDS, chikungunya, flue burung dan yang terbaru liptospirosis, maupun penyakit mental seperti penyimpangan prilaku seksual seperti pemerkosaan, pedofili dan homoseksual.

Juga munculnya berbagai masalah dunia seperti peperangan, isu nuklir, pemanasan global, krisis energi hingga adanya perubahan iklim, rusaknya lapisan Ozon, naiknya permukaan laut yang semuanya itu sebagai akibat dari pencemaran udara disebabkan makin tingginya konsentrasi gas rumah kaca (CO2 gas buang baik dari kendaraan maupun pabrik), diexploitasinya perut bumi secara berlebihan dan juga musibah banjir yang disebabkan penebangan liar dan pembuangan sampah yang sembarangan kemudian juga ekonomi yang tidak berpihak kepada kaum lemah. Lalu dimanakah manfaat berbagai lmu mereka itu?

Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah bumi dan sebagai konsekwensinya ia harus mempertanggung-jawabkan segala perbuatannya itu kepada Sang Pemberi mandat dan dengan demikian manusia juga sekaligus adalah hamba Allah. Sebagai khalifah bumi ia diberi kebebasan untuk mengelola dan memanfaatkan bumi agar hidupnya menjadi mudah dan tenang namun dengan syarat tidak merusak keseimbangan alamnya. Allahlah yang telah menetapkan segala hukum sebab-akibat yang ada di alam ini.

“………… dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS.Al-Fushilat(28):77).

Tampaknya inilah yang sedang terjadi saat ini. Alam menjadi murka karena manusia tidak lagi memegang amanah yang dipikulkan kepadanya yaitu untuk memelihara dan menjaga keseimbangan alam. Kerusakan terjadi karena ulah manusia. Maka atas izin-Nya akibatnya harus kita terima. Untuk itulah manusia harus berilmu. Dan hanya dengan akal dan keimanan sajalah manusia akan berhasil menggali ilmu yang menuju kebenaran. Manusia diberi kebebasan untuk memilih, kebahagiaan dunia saja, kebahagiaan akhirat saja atau yang paling tinggi derajatnya yaitu kebahagiaan dunia-akhirat. Ini yang paling disukai-Nya.

“………Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat……..”. (QS.Al-Mujadillah(58:11).

Salah satu sifat Allah SWT yang harus kita imani adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Ar-Rahman atau Maha Pengasih ini diberikan-Nya kepada seluruh mahluk ciptaannya tanpa kecuali sedangkan Ar-Rahim atau Maha Penyayang hanya diperuntukkan bagi umatnya yang mau tunduk kepada perintah-Nya, yaitu kaum muslimin( kaum yang berserah–diri ). Hukum alam atau Sunatullah, yaitu kunci yang memperlihatkan hukum sebab-akibat atas aturan-aturan Allah SWT agar manusia dapat mengenal dan menaklukkan alam adalah salah satu nikmat dan bukti ke-ArRahman-anNya. Itulah sebabnya semua orang, baik muslim atau bukan, yang mau berusaha mencari ilmu berdasarkan hukum alam yang banyak tersebar di muka bumi ini, atas izin-Nya, akan mendapatkan kemudahan dan kesenangan dunia. Sebaliknya bagi ilmuwan muslim, kemudahan dan kebahagiaan dunia adalah ‘bonus’ karena tujuan utama seorang muslim adalah kebahagiaan akhirat. Karena seorang muslim menyadari bahwa dunia adalah jembatan menuju suatu tujuan, sedang tujuan adalah akhirat yang mempunyai dua ujung yaitu surga dan neraka.

“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi ……”(QS.Al-Fushilat(28):77).

Al-Ghazali mengingatkan, seseorang hendaknya menuntut ilmu tidak hanya sekedar kebutuhan melainkan harus hingga tuntas, hingga sampai kepada hakekat atau inti ilmu tersebut. Karena hanya dengan inti ilmu inilah seseorang akan mencapai suatu tingkat penyingkapan akan rahasia dan kebesaran Sang Maha Pencipta, Allah azza wa jalla. Itulah keutamaan ilmu karena puncak ilmu adalah pengenalan Allah SWT. Dengan ilmu manusia dapat lebih merasakan sekaligus mengagumi kekuasaan dan kebesaran-Nya. Rasulullah bersabda:” Barangsiapa yang bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya, maka ia akan bertambah jauh dari Allah.”

Ilmu yang hanya dimaksudkan untuk memperoleh kekuasaan, harta dan pangkat tidak akan sampai kepada hakekat hidup yang sebenarnya. Menurut Al-Ghazali pengetahuan indrawi tunduk dibawah ilusi dan kesesatan. Sebagai contoh, ia mengemukakan betapa matahari dan bintang-bintang di langit terlihat begitu kecil, ia hanya bagaikan dinar dinar yang berserakan di atas hamparan kebiruan padahal sesungguhnya ia adalah benda raksasa di langit, bahwa apa yang diterima oleh mata adalah hanya bayangan terbalik, bagaimana fatamorgana telah menipu penglihatan. Bukankah penglihatan kita ini terbentur hanya sebatas dinding atau paling jauh hanya sebatas cakrawala? Demikian pula seluruh panca-indra kita, sesungguhnya ia hanya memiliki kemampuan yang amat sangat terbatas. Oleh sebab itu, masih menurut Al-Ghazali, pengetahuan indrawi patut diragukan kebenarannya.

“ Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. ……(QS.An-Naml(27):88).

Bagaimana pula halnya dengan pengetahuan rasional berdasarkan akal? Seperti diketahui, sains berkembang melalui pengamatan, penelitian dan berbagai percobaan berdasarkan data yang ditangkap oleh pancaindera baik langsung maupun dengan bantuan alat deteksi karena manusia memang tidak memiliki kemampuan melihat yang ghaib. Namun karena sains telah sejak lama dikuasai oleh bangsa Barat yang sebagian besar Atheis, yang tidak mempercayai yang ghaib, yang tidak meyakini keberadaan Allah dan tidak menjadikan Al-Quran sebagai pegangan maka sains berkembang hanya sebatas akal mereka saja.

“Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”.(QS.An-Najm(53):28).

Padahal sebagai ganti atas keterbatasan indera dan akal manusia, Allah SWT telah memberikan kita hati. Dan hati yang senantiasa bersih akan selalu siap menerima cahaya ilahi. Dengan bantuan cahaya inilah manusia akan dibimbing untuk menemukan dan mengenal kebenaran yang hakiki. Namun hati perlu dirawat, ia bagaikan cermin yang harus selalu dibersihkan. Dengan apa ia harus dibersihkan? Tentu saja bukan dengan lap yang kotor karena hal tersebut hanya malah akan membuat cermin menjadi buram sehingga pantulan yang diberikanpun menjadi tidak sesuai dengan kebenaran. Itulah perumpamaan ilmu yang sesat. Namun sebaliknya bila sekarang ini ada temuan sains yang terlihat bertentangan dengan teks Al-Quran, sebenarnya ada dua kemungkinan. Yang pertama mungkin data atau informasi yang didapat para ilmuwan belum tepat, sedang yang kedua mungkin pemahaman kita terhadap Al-Quranlah yang kurang tepat. Karena tidak mungkin keduanya saling bertentangan. Karena Islam bukanlah sekedar agama yang menghubungkan antara manusia dengan Tuhannya sebagaimana kebanyakan agama, ia melainkan adalah nafas kehidupan yang memperlihatkan segala yang ada di alam semesta termasuk hubungan antar manusia dan hubungan antara manusia dengan alam. Islam adalah juga sains.

“ Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?(QS.Al-Anbiya(21):30).

“ (Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. “(QS.Al-Anbiya(21):104).

Kedua ayat diatas dalam dunia sains membuktikan akan kebenaran teori “Big Bang” dan “Big Crunch” yaitu awal penciptaan alam semesta dan kebalikannya yaitu akhir dari alam semesta atau kiamat. Itu semua terjadi atas kehendak Allah SWT, atas izin-Nya.

“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira”.(QS.Ar-Rum(30):48).

Jadi sungguh menyesatkan bila selama ini berkembang teori yang mengatakan ‘karena hukum alam’ tanpa menyebut kata Allah SWT atau ‘secara kebetulan’ ataupun ‘dengan sendirinya’ seperti halnya dalam proses penciptaan alam semesta dan evolusi. Ini jelas sebuah penolakan terhadap keberadaan Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Alangkah congkaknya !

“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!” (QS.Yaasin(36):77).

“Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa“. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.(QS.Al-Fushilat(41):11).

Itulah hukum alam atau sunatullah, ia tunduk-patuh kepada perintah-Nya. Ironisnya, ajaran tersebut beredar luas di berbagai buku IPA pegangan siswa SMP dan SMA di negeri yang mayoritas berpenduduk muslim! Maka sebaiknya kita sebagai orang tua harus selalu waspada dalam mengawasi pendidikan anak-anak kita yaitu dengan membekali mereka dengan Al-Quran dan As-Sunnah sedini mungkin sebagai bekal keimanan mereka. Sehingga ketika mereka dewasa kelak, apapun ilmu yang dipelajarinya akan memberinya manfaat, tidak malah menyesatkannya.

Rasulullah bersabda : “Manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah seorang alim yang Allah tidak memberikan manfaat pada ilmunya.”


http://vienmuhadi.com/2009/01/22/ilmu-yang-bermanfaat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar