Dalam sejarah Islam, tercatat banyak peristiwa penting yang terjadi pada bulan Ramadhan. Di antaranya, turunnya wahyu yang pertama kepada Rasulullah SAW dan peperangan besar antara umat Islam dan pasukan Quraisy di dekat sumur Badar.
Saat itu, Rasulullah SAW bersama 83 sahabat Muhajirin, 61 sahabat dari suku Aus, serta sebanyak 170 sahabat dari suku Khazraj, berjuang menghadapi sekitar 1.000 prajurit Quraisy.
Dengan izin Allah SWT, dalam peperangan itu, kemenangan berpihak pada umat Islam. Kemenangan itu diabadikan Allah sebagai yaumul furqan atau hari pembeda antara kebenaran dan kebatilan (QS. Al-Anfal [8]: 41). Peristiwa lain yang terjadi pada bulan Ramadhan adalah Fathu Makkah (pembebasan Kota Makkah). Peristiwa ini terjadi pada 630 M atau bertepatan dengan 10 Ramadhan 8 H.
Saat itu, umat Muslim bergerak dari Madinah menuju Makkah kemudian menguasai Makkah tanpa ada pertumpahan darah sedikit pun. Fathu Makkah ini menjadi tonggak kemenangan gemilang umat Islam, khususnya bagi kaum Muhajirin yang terusir dari tanah air mereka sendiri.
Bagi bangsa Indonesia, Ramadhan menjadi bulan yang sangat bersejarah. Sebab, detik-detik proklamasi kemerdekaan 1945 juga bertepatan dengan Ramadhan. Pada 2012 ini, umat Islam di Indonesia kembali menjalankan ibadah puasa di tengah perayaan kemerdekaan RI.
Itu semua mengingatkan umat Islam mengenai pentingnya Ramadhan sebagai starting point menuju perubahan dari masa-masa yang suram menuju masa bahagia, dari ketertindasan menuju kemenangan, dan dari kemiskinan menuju kesejahteraan.
Banyak hikmah yang dapat diambil dari sejarah Rasulullah yang membawa kemenangan umat serta perjuangan Bung Karno bersama para pejuang lainnya dalam merebut kemerdekaan. Kemenangan tak akan pernah diraih tanpa perjuangan dan pengorbanan.
Ramadhan, sejatinya adalah perjuangan bagi umat Islam untuk mendapat predikat muttaqin (orang yang bertakwa, saleh secara ritual) (QS Al-Baqarah [2]: 183). Ramadhan juga menjadi ujian untuk mencetak umat yang memiliki kesalehan sosial (dimensi sosial). Sebab, selain bersifat vertikal (hablun minallah), puasa juga bersifat horizontal (hablun minannas).
Keberhasilan menjalankan ibadah puasa tidak hanya dilihat dari kemampuan menahan lapar dan dahaga, tapi juga dari sisi kepekaan dan kepedulian terhadap sesama. Karena itu, puasa menjadi instrumen muhasabah, introspeksi, dan ajang perenungan nasib sesama yang diikuti perbuatan nyata lewat sedekah, infak, mau pun zakat.
Bagi pemimpin dan pejabat di negeri ini, puasa harusnya bisa menjadi ajang introspeksi untuk mengukur tingkat pengabdian terhadap bangsa dan negara. Benarkah selama ini telah berbuat yang terbaik untuk kemaslahatan rakyat? Bangsa ini sedang menghadapi banyak problem yang pelik, mulai dari korupsi, kemiskinan, hingga penegakan hukum yang masih tak imbang.
Momentum Ramadhan harusnya menjadi contoh semua elemen bangsa untuk meneladani perjuangan Rasulullah yang membawa kemenangan ketika perang Badar dan Fathu Makkah. Juga, meneladani perjuangan para pahlawan bangsa.
Oleh:
Khofifah Indar Parawansa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar