1. Mengapa korupsi berkembang dan
tumbuh subur di Indonesia ?
Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi
maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Kasus-kasus korupsi di
Indonesia sudah sangat banyak. Bahkan sebagian ilmu sosial sudah menyatakan
bahwa korupsi itu sudah mengakar menjadi budaya bangsa Indonesia. Kalau benar
pernyataan tersebut, tentunya akan bertentangan dengan konsep bangsa Indonesia
yang memiliki nilai-nilai luhur seperti yang terkandung di Pancasila, ataupun
seperti yang telah diajarkan oleh agama-agama yang berkembang subur di
Indonesia. Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan tetapi di Indonesia
korupsi sudah sekedar menjadi suatu kebiasan, hal ini karena korupsi di
Indonesia berkembang dan tumbuh subur terutama di kalangan para pejabat dari
level tertinggi pejabat negara, sampai ke tingkat RT yang paling rendah.
Perkembangan yang cukup subur ini berlangsung selama puluhan tahun. Akibatnya
penyakit ini telah menjangkiti sebagian generasi yang kemudian diturunkan ke
generasi berikutnya. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk memutuskan rantai
generasi korupsi adalah dengan menjaga kebersihan generasi muda dari
jangkitan virus korupsi., Sehingga tidak heran jika negara Indonesia
termasuk salah satu negara terkorup di dunia.
Korupsi yang semakin subur dan seakan tak pernah ada habisnya, baik ditingkat
pusat sampai daerah ; merupakan bukti nyata betapa bobroknya moralitas para
pejabat pemerintahan kita. Namun apakah korupsi hanya diakibatkan oleh
persoalan moralitas belaka?.Setidaknya ada dua hal mendasar yang menjadi
penyebab utama semakin merebaknya korupsi.
Pertama: mental aparat yang
bobrok. Menurut www.transparansi.or.id, terdapat banyak karakter bobrok
yang menghinggapi para koruptor. Di antaranya sifat tamak. Sebagian besar para
koruptor adalah orang yang sudah cukup kaya. Namun, karena ketamakannya, mereka
masih berhasrat besar untuk memperkaya diri. Sifat tamak ini biasanya berpadu
dengan moral yang kurang kuat dan gaya hidup yang konsumtif. Ujungnya, aparat
cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Yang lebih mendasar lagi
adalah tidak adanya iman Islam di dalam tubuh aparat. Jika seorang aparat telah
memahami betul perbuatan korupsi itu haram maka kesadaran inilah yang akan
menjadi self control bagi setiap individu untuk tidak berbuat melanggar
hukum Allah. Sebab, melanggar hukum Allah, taruhannya sangat besar: azab
neraka.
Kedua: kerusakan sistem
politik, hukum dan pemerintahannya. Kerusakan sistem inilah yang memberikan
banyak peluang kepada aparatur Pemerintah maupun rakyatnya untuk beramai-ramai
melakukan korupsi. Peraturan perundang-undangan korupsi yang ada justru
diindikasi “mempermudah” (Jika ada pejabat negara –setingkat bupati dan anggota
DPR/D—tersangkut perkara pidana harus mendapatkan izin dari Presiden) timbulnya
korupsi karena hanya menguntungkan kroni penguasa; kualitas peraturan yang
kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu
ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya
bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undang.
Secara rinci beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya korupsi di
Indonesia yaitu:
- Korupsi
sudah terjadi sejak jaman dahulu (sejak awal mula berdirinya bangsa
Indonesia tahun 1945an) dan sepertinya sudah menjadi tradisi di negara
Indonesia ini. Memang pada masa itu tak terdengar ada orang yang terseret
ke pengadilan karena kasus korupsi. Namun, dalam roman-roman Pramoedya
Ananta Toer (Di Tepi Kali Bekasi) dan Mochtar Lubis (Maut dan Cinta)
tertulis sesuai dengan fenomena yang ia ketahui di lingkungan sekitar
terdapat orang-orang yang mengambil keuntungan dari kekayaan negara untuk
dirinya sendiri ketika yang lain berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga
untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah tahun 1950an Pramoedya
Ananta Toer kembali menulis roman yang berjudul “Korupsi” yang mengisahkan
pegawai negeri yang melakukan korupsi secara kecil-kecilan. Kemudian di
sebutkan Mr. M... seorang pegawai negeri yang diseret ke pengadilan dan
dijatuhi hukuman karena kasus korupsi.
- Korupsi
berjalan sebagai suatu sistem yang dikerjakan secara berjama’ah dan sangat
rapi. Sejak jaman pemerintahan Soeharto, korupsi kian marak dilakukan
secara berjama’ah, saling mendukung dan saling menutupi satu sama lain
dalam suatu sitem yang rapi dan saling bekerjasama, sehingga kasus korupsi
sulit sekali terbongkar dan diselidiki. Akibatnya dalam menangani kasus
ini sangat rumit dan susah terungkap, hal tersebut dikarenakan para pelaku
korupsi merupakan orang-orang yang memiliki intelegensi tinggi (orang-orang
pintar) yang bisa memutar balikkan fakta serta menutup rapat tindakan yang
mereka lakukan.
- Konsentrasi
kekuasan, pada pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung
kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan
demokratik dan juga kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan
pemerintah yang biasanya dengan kebijakan tersebut memungkikan para
penguasa mudah dalam melakukan tndakan korupsi dan menutupi kesalahannya.
- Kampanye-kampanye
politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik
yang normal. Kampanye yang begitu mahal dalam mencalonkan diri menjadi
kepala-kepala pemerintahan baik pada tingkat pusat maupun daerah merupakan
salah satu faktor penyebab maraknya kasus korupsi di Indonesia. Hal ini
terjadi karena mereka ingin mengembalikan modal dari uang yang telah
mereka kaluarkan untuk mencalonkan diri dan mengikuti kampanya. Selain
mengembalikan modal tentunya mereka juga berharap mendapatkan keuntungan
yang lebih dari modal yang telah mereka keluarkan.
- Proyek
yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Sekarang ini banyak sekali
proyek-proyek pembangunan baik infrastuktur maupun sumber daya manusia
yang menggunakan uang rakyat tidak sebagaimana mestinya. Hal ini dapat
diketahui misalnya dalam hal pembangunan SDM pada acara
seminar/workshop-workshop yang mengeluarkan biaya tidak sedikit. Mereka
biasanya melakukan workshop di hotel berbintang, ditempat yang relatif
jauh dan dengan alasan refreshing sehingga menguras dana rakyat sangat
besar, padahal kebanyakan mereka disana tidak fokus untuk mengikuti
workshop dalam rangka meningkatkan pengetahuan mereka, melainkan mereka
banyak menghabiskan banyak waktu untuk berjalan-jalan, shoping, dan
sebagainya. Kemudian pembangunan infrastruktur yang tidak semestinya
seperti pembangunan toilet DPR yang menghabiskan uang puluhan juta rupiah.
- Lingkungan
tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
Lingkungan yang tertutup sangat memungkinkan terjadinya kasus korupsi
karena mereka akan dapat dengan mudah melakukan tindakan korupsi secara
berjama’ah dalam lingkungannya sehingga orang lain yang berada diluar
jaringan sulit untuk mengontrol dan mengetahui tindakan-tindakan yang
mereka lakukan termasuk tindakan korupsi.
- Lemahnya
ketertiban hukum. Ketertiban hukun di Indonesia ini dapat diibaratkan
seperti pisau. Ia akan sangat tegas menghukum masyarakat bawah ketika
melakukan tindakan kejahatan seperti mencuri sandal jepit, mencuri ayam,
dsb. Namun untuk kelas atas yang mencuri uang rakyat sampai puluhan bahkan
ratusan juta rupiah hukum sulit sekali ditindak, sepertinya kasusnya
sangat berbelt-belit dan sulit sekali diungkap. Selain itu banyak kasus
pejabat-pejabat negara yang terlibat kasus korupsi mendapat perlakuan
khusus ketika di dalam penjara, seperti pemberian fasilitas yang mewah,
dapat menyogok aparat penegak hukum agar bisa jalan-jalan keluar tahanan
bahkan sampai keluar negeri.
- Lemahnya
profesi hukum. Prosesi hukum yang sangat berbelit belit dan sulit sekali
untuk mengungkap kasus korupsi merupakan salah satu penyebab para aparat
negara untuk melakukan korupsi. Mereka tidak takut terlibat kasus korupsi
karena mereka beranggapan bahwa kasus yang akan mereka lakukan bakal sulit
terungkap atau bahkan tidak terungkap. Selain itu aparat penegak hukum
dalam melakukan tugasnya masih dapat disogok dengan sejumlah uang agar
menutupi kasusnya dan membenarkan pihak terdakwa kasus korupsi.
- Rakyat
mudah dibohongi oleh para pejabat, seperti halnya pada saat pencalonan
seorang pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati, dll. Mereka akan mau
memilih calon tersebut apabila mereka diberi imbalan uang (money politic).
- Ketidak
adaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan
kampanye”. Pihak kontrol di Indonesia ini sangatlah lemah, bahkan pihak
kontrol sendiri banyak yang terlibat kasus suap sehinga mereka dapat
dengan mudah membiarkan kasus-kasus kampanye dengan uang. Dan bisa
dibilang mereka membiarkn kasus suap karena mereka sendiri telah disuap.
- Kurangnya
keimanan dan ketakwaan para pemimpin dan birokrat negara kepada Tuhan YME.
Lemahnya tingkat keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME merupakan salah
satu faktor utama maraknya kasus korupsi di negeri ini. Mereka tidak takut
terhadap dosa dari perilaku yang telah mereka lakukan, jika mereka takut
terhadap dosa dan ancaman yang diberikan akibat perbuatan mereka pasti
para pemimpin dan borokrat negara ini tidak akan melakukan perbuatan
korupsi walaupun tidak ada pengawasan. Sebab mereka dengan sendirinya akan
merasa diawasi oleh Tuhan YHE dan takut terhdap ancaman dosa yang dapat
menyeret mereka dalam lembah kesengsaraan yaitu neraka.
Dengan melihat beberapa kondisi di atas maka memang sudah sewajarnya perilaku
korupsi itu mudah timbul, berkembang dan tumbuh pesat di Indonesia. Penyebab
utama dari tindakan korupsi tersebut dikarenakan lemahnya penegak hukum di
Indonesia. Indonesia banyak memiliki undang-undang dan peraturan-peraturan yang
mengatur tentang pelarangan tindak korupsi, akan tetapi peraturan-peraturan
tersebut tidak di tegakkan dan dijalankan secara optimal. Lemah dan rendahnya
tingkat keimanan (religius), menipisnya etika dan moral seseorang juga dapat
menjadi faktor menyebabkan seseorang mudah tergiur dengan uang, harta, kekayaan,
sehingga mereka tidak bisa membentengi diri mereka dari godaan-godaan yang
mendorong mereka untuk melakukan tindakan korupsi.
Yang menjadi persoalan sekarang ini adalah para penegak hukum itu sendiri,
mereka tidak tegas dalam mengusut dan memberantas tindakan korupsi di
Indonesis. Munculnya istilah mafia hukum merupakan bukti kerendahan mental para
penegak hukum di Indonesia. Lagi-lagi karena pengaruh budaya korupsi yang sudah
cukup kronis menjangkiti Indonesia. Para petugas hukum yang ditugaskan
untuk mengadili para koruptor alih-alih malah menerima amplop dari para
koruptor. Ditugaskan menjadi petugas pemberantas korupsi malah menggadaikan
diri menjadi koruptor. Inilah hal miris yang kerap dialami disetiap
penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia. Bagaimana mungkin
seorang petugas hukum akan tegas memberikan hukuman pada koruptor, kalau
dirinya sendiri ternyata juga seorang koruptor.
2. Bagaimana cara untuk mengatasi
kasus korupsi di Indonesia?
Pada saat ini tindakan korupsi di Indonesia semakin hari semakin berkembang
pesat, di berbagai media massa baik media elektronik maupun media cetak fokus
berita utamanya kebanyakan mengenai tindakan korupsi di kalangan pejabat. Virus
korupsi di Indonesia sudah menyerang seluruh kalangan pejabat dari level
tertinggi tingkat negara sampai dengan tingkat RT/ RW. Kita sebagai warga
negara Indonesia, generasi muda, penerus perjuangan bangsa, kita harus ikut
andil paling tidak dapat menekan jumlah tindakan korupsi di Indonesia. Di mulai
dari hal yang terkecil, yaitu disiplin dan jujur dalam segala
hal, contohnya: sebagai seorang mahasiswa kita harus disiplin dalam mengikuti
mata kuliah, disiplin dalam mengerjakan tugas, tidak jujur dalam mengerjakan
ujian dll. Apabila dalam hal disiplin yang terkecil itu saja kita tidak
bisa menerapkan dalam diri kita sebagai seorang mahasiswa, berarti itu sama
saja kita telah melatih diri kita untuk menjadi seorang koruptor.
Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah kurupsi di Indonesia
yaitu:
- Adanya
kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan tidak bersifat acuh tak
acuh. Kesadaran rakyat dalam memilih pemimpin sesuai dengan hati nurani
yang dianggap paling baik dan tidak menerima suap merupakan salah satu
langkah untuk menghindari adanya kasus korupsi.
- Menanamkan
aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
Penanaman nasionalisme sejak dini pada generasi penerus bangsa juga sangat
diperlukan agar mereka mencintai bangsa dan negara indonesia diatas
kepentingannya sendiri sehingga kelak jika menjadi pemimpin ia akan
menjadi sesosok pemimpin yang memikirkan bangsa Indonesia diatas
kepentingan pribadinya.
- Para
pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
Para pemimpin saat ini haruslah menjadi teladan yang baik bagi generasi
penerus bangsa, yaitu sesosok pemimpin yang jujur, adil, dan anti korupsi,
serta berupaya keras dalam membongkar dan memberikan sanksi yang tegas
kepada para pelaku korupsi, bukan malah sebaliknya.
- Adanya
sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak
korupsi. Sanksi yang tegas dan tidak memihak memang sangat diperlukan
dalam menangani kasus korupsi di Indonesia. Para pelaku korupsi harus
dijatuhi hukuman setimpal yang dirasa dapat memberikan efek jera dan takut
baik bagi pelaku maupun orang lain yang akan melakukan tindakan korupsi.
- Reorganisasi
dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan
jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi penggunaan dana rakyat yang seharusnya dapat digunakan
seefisien mingkin. Serta untuk membentuk sistem baru yang terorganisir
dengan adil dan jauh dari korupsi.
- Adanya
sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan
berdasarkan sistem “ascription”.
- Penetapan
sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan
sebaik-baiknya. Itu sulit berjalan dengan baik, bila gaji mereka tidak
mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan
hidup serta kewajiban untuk mencukup nafkah keluarganya. Maka, agar bisa
bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang, kepada
mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak. Karena
itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh terhadap sistem penggajian dan
tunjangan di negeri ini. Memang, gaji besar tidak menjamin seseorang tidak
korupsi, tapi setidaknya persoalan rendahnya gaji tidak lagi bisa menjadi
pemicu korupsi.
- Sistem
budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis
tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
- Perhitungan
kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya
akan bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya
pasti karena telah melakukan korupsi. Bisa saja ia mendapatkan semua
kekayaannya itu dari warisan, keberhasilan bisnis atau cara lain yang
halal. Tapi perhitungan kekayaan dan pembuktian terbalik sebagaimana telah
dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi cara yang tepat untuk
mencegah korupsi. Semasa menjadi Khalifah, Umar menghitung kekayaan para
pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak
wajar, yang bersangkutan diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya
itu didapat dengan cara yang halal. Cara inilah yang sekarang dikenal
dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah
aparat berbuat curang. Tapi anehnya cara ini justru ditentang oleh para
anggota DPR untuk dimasukkan dalam perundang-undangan.
- Larangan
menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang
kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena untuk
apa memberi sesuatu bila tanpa maksud, yakni bagaimana agar aparat itu
bertindak sesuai dengan harapan pemberi hadiah. Saat Abdullah bin Rawahah
tengah menjalankan tugas dari Nabi untuk membagi dua hasil bumi Khaybar –
separo untuk kaum Muslim dan sisanya untuk orang Yahudi – datang orang
Yahudi kepadanya memberikan suap berupa perhiasan agar mau memberikan
lebih dari separo untuk orang Yahudi. Tawaran ini ditolak keras oleh
Abdullah bin Rawahah. Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah
terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud). Tentang hadiah
kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan kepada
para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah
kufur” (HR. Imam Ahmad). Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk
pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya
sampai dia menerima suap atau hadiah. Di bidang peradilan, hukum pun
ditegakkan secara tidak adil atau cenderung memenangkan pihak yang mampu
memberikan hadiah atau suap.
- Pengawasan
masyarakat. Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan
korupsi. Masyarakat yang bermental instan akan cenderung menempuh jalan
pintas dalam berurusan dengan aparat dengan tak segan memberi suap dan
hadiah. Sementara masyarakat yang mulia akan turut mengawasi jalannya
pemerintahan dan menolak aparat yang mengajaknya berbuat menyimpang.
Dengan pengawasan masyarakat, korupsi menjadi sangat sulit dilakukan. Bila
ditambah dengan teladan pemimpin, hukuman yang setimpal, larangan
pemberian suap dan hadiah, pembuktian terbalik dan gaji yang mencukupi,
insya Allah korupsi dapat diatasi dengan tuntas.
Kasus korupsi seperti ini sebenarnya tidak akan terjadi apabila semua pemimpin
atau birokrasi pemerintahan mempunyai landasan agama yang kuat. Dalam semua
ajaran agama pastinya melarang perbuatan korupsi. Korupsi sama saja dengan
mencuri, mencuri uang rankyat dan menyengsarakan mereka. Hal tersebut merupakan
perbuatan dosa yang dapat membawa kita kelembah kesengsaraan yaitu neraka.
Darah dan tubuh dari pelaku korupsi beserta anggota keluarga yang menikmati
harta hasil korupsi tersebut telah tercemari oleh makanan haram hasil korupsi
yang tidak akan berkah dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Jika seseorang
memiliki landasan agama yang kuat, mereka pasti tahu dan akan takut melakukan
perbuatan korupsi sehingga secara otomatis mereka akan menjahui perilaku ini
dengan sendirinya tanpa perlu adanya paksaan dan pengawasan khusus, sebab
mereka telah merasa diawasi oleh Tuhan YMK. Maka dari itu pendidikan agama dan
penanaman Iman dan Takwa sangat diperlukan guna mengurangi atau bahkan
menghilangkan terjadinya kasus korupsi yang sekarang ini kian merajalela di
Indonesia.
- Pentingnya peran pendidikan
Terlepas dari masalah korupsi itu sebagai budaya atau bukan yang jelas peran
pendidikan akan dapat membantu meningkatkan ketahanan masyarakat dalam
menghadapi dan memberantas korupsi Pendidikan merupakan instrumen penting dalam
pembangunan bangsa baik sebagai pengembang dan peningkat produktivitas nasional
maupun sebagai pembentuk karakter bangsa.. Buruknya manusia dapat
ditranformasikan ke dalam hal yang positif melalui pendidikan, karena
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan upaya normatif yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang
menjadi bagian dari kehidupan bangsa, yang dengannya nilai tersebut dapat
dilanjutkan melalui peran transfer pendidikan baik aspek kognitif, sikap maupun
ketrampilan. Pendidikan membimbing manusia menjadi manusia manusiawi yang makin
dewasa secara intelektual, moral dan sosial, dalam konteks ini pendidikan
merupakan pemelihara budaya. Namun demikian dalam konteks perubahan yang cepat
dewasa ini pendidikan tidak cukup berperan seperti itu namun juga harus mampu
melakukan transformasi nilai dalam tataran instrumental sesuai dengan tuntutan
perubahan dengan tetap menjadikan nilai dasar sebagai fondasi.
Kita sebagai mahasiswa (tidak semua orang bisa menuntut ilmu di perguruan
tinggi) harus bersyukur dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu kita, karena
ditangan kitalah nasib negara ini mau dibawa ke arah mana, apakah menjadi
negara yang menempati pringkat tertinggi di dunia dalam prestasi atau malah
menjadikan negara ini lebih korup dari yang sekarang ini.
REFERENSI :
- Rosidi
Ajib.2006.Korupsi Dan Kebudayaan.Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya
- http://aldinobahtiar.wordpress.com/2010/05/09/soft-skill-dan-perilaku-korupsi/
- http://vinda-y-n-feb10.web.unair.ac.id/artikel_detail-39203-Umum-Penyebab%20Kasuskasus%20Korupsi%20di%20Indonesia%20Tak%20Terselesaikan.html
- http://uharsputra.wordpress.com/artikel/budaya-korupsi-dan-pendidikan/
- http://www
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-46147-Esay-Masalah%20Korupsi%20Di%20Indonesia.html