Senin, 28 Januari 2013

Nabi Muhammad Saw Dan Anak Yatim


Nabi Muhammad Saw terkenal dengan perhatian dan kasih sayangnya kepada anak yatim. Bukan saja karena beliau dilahirkan dalam keadaan yatim, tetapi juga karena al-Qur’an memberi tempat istimewa bagi golongan ini.

Coba cermati dua hadits berikut ini: 

“Aku dan pengasuh anak yatim [kelak] di surga seperti dua jari ini” [HR. Bukhari]

Saat mengucapkan kalimat itu, Rasulullah menunjuk jari telunjuk dan jari tengah sembari merapatkan keduanya. Dan, “Sebaik-baik rumah kaum Muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukan [diasuh] dengan baik, dan seburuk-buruk rumah kaum Muslimin ialah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim tapi anak itu diperlakukan dengan buruk.” [HR. Ibnu Majah].

Kedua hadits tersebut menerangkan dengan jelas bahwa Nabi Saw memberi perhatian lebih kepada anak yatim. Beliau lahir ke dunia dalam keadaan yatim.
Allah swt berfirman, “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya [dengan bersyukur]”  [QS ad-Dhuha: 6-11].

Makna ayat tersebut secara harfiah adalah bahwa beliau dalam keadaan yatim lalu Allah swt melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat lalu Allah memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan fakir lalu Allah memampukannya. Allah melindunginya dengan mengasuhnya, membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah derajat keutamaan yang tidak pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia.

Allah swt mendidiknya saat kecil dan mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu, saat beliau masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah swt telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.

Meski dipelihara Allah, anak yatim tetap membutuhkan uluran tangan dari lingkungan sekitarnya. Terutama dari segi kasih sayang orangtua, yang tak mereka dapatkan dari orangtua kandungnya. Terlebih jika anak yatim tersebut masih ada hubungan darah dengan kita. Sedemikian pentingnya persoalan ini, Rasulullah berkata, “Demi yang mengutus aku dengan hak, Allah tidak akan menyiksa orang yang mengasihi dan menyayangi anak yatim, berbicara kepadanya dengan lembut dan mengasihi keyatiman serta kelemahannya, dan tidak bersikap angkuh dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya terhadap tetangganya. Demi yang mengutus aku dengan hak, Allah tidak akan menerima sedekah seorang yang mempunyai kerabat keluarga yang membutuhkan santunannya sedang sedekah itu diberikan kepada orang lain. Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya, ketahuilah, Allah tidak akan memandangnya [memperhatikannya] kelak pada hari kiamat” [HR. Ath- Thabrani].

Begitu juga ketika ada peristiwa-peristiwa penting yang membuat si anak yatim teringat kepada mendiang orangtuanya. Di hari raya, misalnya. Rasulullah Saw bersabda, ”Siapa yang memakaikan seorang anak pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari raya, maka Allah swt akan mendandani/menghiasinya pada hari Kiamat. Allah swt mencintai terutama setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan hadiah. Barangsiapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga.”

Dalam kesempatan lain, dari Ibnu Abbas Ra., Rasulullah bersabda, ”Dan barangsiapa yang membelaikan tangannya pada kepala anak yatim di hari Asyura, maka Allah Ta’ala mengangkat derajat orang tersebut untuk untuk satu helai rambut satu derajat. Dan barangsiapa memberikan [makan dan minum] untuk berbuka bagi orang Mukmin pada malam Asyura, maka orang tersebut seperti memberikan makanan kepada seluruh umat Muhammad Saw dalam keadaan kenyang semuanya.” al-Hadits.

 
http://darulaitam.com/2012/07/29/nabi-muhammad-saw-dan-anak-yatim/

********************

Catatan :
 
DIKISAHKAN, saat itu hari raya Idul Fitri telah tiba. 

Sejak pagi-pagi sekali, semua  orang sibuk mempersiapkan pesta menyambut Idul Fitri. Kota Madinah  dipenuhi suasana gembira. Waktu pelaksanaan shalat Id semakin dekat.
Suasana di sekitar lapangan tempat sholat Id semakin semarak dengan aroma wewangian yang melenakan dari pakaian yang melambai-lambai ditimpa riuh-rendah suara anak-anak yang tiada henti. Usai shalat Id anak-anak tampak sibuk bersalaman mengucapkan selamat Idul Fitri kepada setiap orang yang hadir di lapangan.

Ketika Rasulullah SAW hendak pulang, beliau melihat seorang bocah bertubuh kurus memakai baju compang-camping, duduk sendirian di salah satu sudut lapangan sembari melelehkan air mata. 

Rasulullah berjalan menghampiri anak tersebut, dengan penuh kasih sayang mengusap pundaknya dan bertanya, “Mengapa menangis, Nak?” 

Si anak berkata, “Tinggalkan aku sendiri! Aku sedang berdoa.”

Rasulullah membelai rambut bocah itu dan dengan suara yang penuh kelembutan beliau bertanya kembali, “Katakan padaku, Nak! Apa yang terjadi padamu?” 

Bocah itu menyembunyikan wajah di antara kedua lututnya, lalu berkata, “Suatu hari ayahku pergi berjuang bersama Rasulullah SAW. Dan kemudian ia meninggal dalam perjuangannya. Ibuku sudah menikah lagi dengan orang lain. Harta benda milikku dijarah orang. Aku hidup bersama dengan ibuku, tetapi suaminya yang baru telah mengusirku pergi.Hari ini semua anak-anak sebayaku bercanda dan menari-nari dengan mengenakan pakaian barunya, tetapi diriku? Aku tidak punya makanan yang kumakan dan tidak pula atap yang melindungiku.”

Mata Rasulullah mulai berkaca, tetapi beliau mencoba untuk tetap tersenyum sembari bertanya, “Jangan bersedih anakku! Aku juga kehilangan ayah dan ibu saat aku masih kecil.”

Si anak menengadahkan kepalanya dan menatap Rasulullah, ia segera mengenali wajah itu dan ia pun merasa sangat malu. 

Dengan nada penuh kasih Rasulullah melanjutkan kalimatnya dan berkata, “Jika aku menjadi ayahmu dan Aisyah menjadi ibumu, dan Fatimah saudaramu, apakah kamu akan merasa bahagia, anakku?” 

Si anak mengangguk. Rasulullah pun menggandeng tangan anak malang itu dan membawanya ke rumah. Beliau memanggil Aisyah, “Terimalah anak ini sebagai anakmu.” Aisyah memandikan anak itu dengan tangannya sendiri dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. 

Setelah memakaikan pakaian padanya, Aisyah berkata, “Sekarang pergilah Nak. Kamu bisa bermain dengan teman-temanmu, dan bila sudah kau rasa cukup, pulanglah.” 

Si anak kembali ke lapangan seraya menari kegirangan.


1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum Pak, Saya sampai sekarang penasaran siapa anak yatim pada kisah anak yatim di hari raya diatas....mohon bantuan informasinya...

    BalasHapus