Senin, 28 Januari 2013

Ketika Kakinya Menginjak Surga



Allah SWT menciptakan manusia dengan segala kekurangan dan kelebihan. Dengan ketidaksempurnaannya itu, manusia memang wajar melakukan alpa dan kesalahan. Allah tak mungkin membebani seseorang di luar kadar dan batas kemampuannya yang tidak sempurna itu. Setiap orang pasti akan merasa lemah dan lelah ketika ia telah melakukan banyak aktifitas. Setiap orang pasti merasa sakit manakala dizalimi. Setiap orang pasti merasa kecewa, resah, dan gundah bila mengalami keadaan yang tidak sesuai dengan harapannya. Setiap orang pasti merasa khawatir dan takut terhadap bahaya yang akan mengancamnya. Begitu seterusnya.

Dr. Muhammad bin Hasan Aqil ketika membahas jatuh dan melemahnya orang – orang yang kokoh, memasukkan uraian di atas sebagai sebab yang tak mungkin hilang dari manusia. Sebagaimana sahabat Rasulullah SAW dahulu merasa tertekan, kecewa, sakit, ketika menghadapi tekanan orang – orang kafir Quraisy di Mekkah. Sebagaimana Khabbab bin Art terseok – seok ke hadapan Rasulullah SAW dan memohon kepadanya untuk berdo’a kepada Allah, agar Allah segera menurunkan pertolonganNya. Bahkan sebagaimana Rasulullah melaporkan ketidakberdayaan dan kelemahannya di hadapan Allah SWT saat menghadapi pasukan kafir dalam perang Badar. Allah SWT tak kan membebani seseorang melebihi kadar kemampuannya dan karenanya Allah SWT memaafkan keadaan – keadaan tersebut.

Tingkat kelemahan, kelelahan, kesakitan, kekecewaan, keresahan, kekhawatiran dan ketakutan orang itu berbeda – beda. Ada yang masih berada dalam pagar toleransi, ada pula yang menerabas batas yang wajar. Hanya keimanan yang membedakannya. Suatu ujian yang sama berat dan kesulitannya, bila dihadapi oleh dua orang yang berbeda, maka reaksi kedua orang itupun akan berbeda. Kurang lebih seperti itu kesimpulan yang dipaparkan Muhammad Ghazali ra.

Tak ada orang yang tak mengalami kesulitan dan ujian dalam hidup. Semua kita pasti memiliki setumpuk masalah dan problema yang harus diatasi dan dipecahkan. Namun, setiap orang akan berbeda bagaimana tingkat keimanannya yang akan mempengaruhi bagaimana seseorang memandang dan menilai suatu masalah.

Sebab itu, seperti diriwayatkan Anas ra, Rasulullah SAW pun kerap berdo’a kepada Allah SWT, ”Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari keinginan yang berlebihan dan kesedihan. Aku berlindung kepadaMu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepadaMu dari rasa takut dan kikir. Aku berlindung kepadaMu dari lilitan hutang dan paksaan orang yang menganiaya.” (H.R Bukhari)

Kelelahan adalah bagian dari kelemahan manusia. Setelah berjalan dan bekerja dalam rentang waktu tertentu, seseorang pasti mengalami kelelahan yang menjadikan amal – amalnya menurun. Hal itu biasa dan wajar. “Setiap amal pasti ada waktu semangat dan ada waktu lemahnya,” seperti itu pernyataan Rasulullah SAW. Ibnul Qayyim ramengatakan, “Saat – saat lemahnya seseorang itu wajar. Seorang yang masa lemahnya lebih membawa ke arah kedekatan kepada Allah dan pembenahan langkah, selama ia tidak keluar dari amal – amal fardhu, dan tidak melaksanakan sesuatu yang diharamkan Allah, diharapkan ketika pulih akan berada dalam kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Sekalipun sebenarnya ibadah yang disukai Allah adalahyang dilakukan secara rutin  tanpa terputus. ‘Amal yang paling disukai Allah adalah yang dikerjakan terus menerus oleh pelakunya.’” (H.R Bukhari)

Rasulullah SAW pun memberi batasan lain, ketika seseorang berada dalam kondisi lemah. “Siapa yang masa lemahnya tetap dalam sunnahku, maka dia telah beruntung. Sementara siapa yang beralih pada selain itu berarti ia celaka.” (Musnad Imam Ahmad. Ada pula hadits yang sejalan  maknanya dari Abu Hurairah, pada kitab Shahih Jami’ Shaghir)
Yang perlu sama- sama kita ingat, kondisi lemah seperti itu seharusnya tidak boleh berlangsung lama. Ia harus merupakan kondisi  sementara yang harus segera ditinggalkan. Apa sebabnya? Kondisi lemah yang melewati waktunya, bisa saja berubah dan menjadi kondisi yang berbahaya.

Paling pertama adalah munculnya anggapan bahwa kita sebenarnya tidak mampu lagi melakukan amal – amal seperti sebelumnya. Muncul perasaan bahwa sebenarnya kita lemah dan tidak mampu memikul beban yang berada di luar kadar kemampuan kita. Lahir pemikiran bahwa kita berbeda dengan orang – orang lain yang mempunyai kepribadian dan kekuatan yang baik. Sementara kita, tidak.

Kondisi ini yang disebut tawadhu’ kadzib, sikap tawadhu yang bohong. Atau kelemahan, ketundukan, kerendahan yang dusta dan dibuat – buat. Bahayanya adalah ketika kita jadi terus menerus terbiasa dengan kondisi ini, sampai akhirnya kita bersikap pasif dan terperangkap dalam keadaan lemah.

Tawadhu kadzib sebenarnya hanya indikasi awal dari bercokolnya virus malas dalam diri. Bila kondisi itu tidak diatasi, malas akan menarik seseorang turun dari ketinggian dan keutamaan. Malas yang menjadikan seseorang rela dengan sesuatu yang rendah. Malaslah sebenarnya yang menyebabkan seseorang menjadi lemah dan akan menghalanginya dari keberhasilan. Seorang ulama mengatakan, “Jauhilah olehmu sikap kecenderungan pada istirahat dan kelapangan. Karena ujung sikap ini adalah tercela, dan akhirnya sangat dibenci. Tinggalkanlah sikap malas dan senang sesuatu yang praktis, karena hal itu merupakan kebiasaan hewan.” (Bashair wa dzakhoir)

Itu sebabnya, Rasulullah SAW berwasiat kepada Abdullah bin Ash ra, “Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Sebelum ini ia rajin bangun pada malam hari untuk shalat tapi kemudian ia meninggalkannya sama sekali.” (H.R Bukhari)

Semoga Allah tidak menjadikan kita orang yang menghadap Allah dalam kondisi seperti di atas. Abdullah bin Mas’ud pernah meratap tatkala ia menderita sakit di ujung hidupnya. Ia mengatakan, “Sesungguhnya aku menangis, lantaran diriku diserang penyakit ini pada saat kondisi ibadahku melemah, bukan pada saat giat.”

Semangat ini pula yang tertanam kuat dalam diri Imam Ahmad ra, ketika ia ditanya,”Kapan seorang hamba bisa istirahat?” Beliau menjawab, “Ketika kakinya menginjak surga”.
Wallahu’alam bishawab.


Sumber: Tarbawi, penulis : Muhammad Nursani
http://honeyizza.wordpress.com/2011/08/11/ketika-kakinya-menginjak-surga-2/#more-681

********************

 
Catatan :


Dunia tempat menanam, tempat menuai ladang bagi akhirat kelak (tempat hidup selama-lamanya), maka siapa yang TEPAT didalam MELANGKAH didunia ini, maka di akhirat kelak dia akan mendapatkan keuntungan dan kebahagiaan selama-lamanya, namun sebaliknya siapa yang TERSESAT melangkahkan jejaknya didunia ini, maka di akhirat kelakpun juga akan merasakan dari akibat jejak langkah-langkahnya,


Kemana jejak-jejak langkahmu?


Karena hidup didunia ini hanya ada dua pilihan yang ditawarkan Tuhan kepada kita,
Selamat / Bahagia (Surga) selama-lamanya ataukah celaka / sengsara (Neraka) untuk selama-lamanya …

Jejak-jejak SURGA dipenuhi dengan HIKMAH, ucapannya selalu bijaksana tak pernah ada rasa kebencian ataupun yang mengandung fitnah terhadap sesamanya, kerendahan jiwapun mengiringi disetiap langkah-langkahnya, ucapannyapun lemah lembut tidak pernah menyakiti sehingga menyejukkan hati bagi siapa saja yang ada disekitarnya dan apabila mendapatkan pujian ataupun cacian tetap tenang dan santun bagai karang dilautan yang tak terpengaruh oleh besar dan kecilnya arus gelombang ombak dilautan, pemaaf menjadi bukti jejak-jejak langkahnya cermin dari pandangannya yang selalu tertuju kepada Tuhan Sang Maha Pencipta Segala-galanya.

Sebaliknya...

Jejak-Jejak NERAKA tergambarkan didunia ini sebagai kegelapan, hatinya selalu panas, tidak ridho ketika orang lain sukses bukan dirinya, jejak-jejaknya selalu dihiasi penuh dengan keangkuhan-keangkuhan, jiwanya merasa menjadi Tuhan dengan merasa hidup dan merasa punya kemampuan bisa berbuat ini dan itu, merasa terhormat dan mulia, merasa diri pandai berilmu, sehingga timbul kebencian dan suka memfitnah dan menjatuhkan terhadap sesamanya, hingga akrab dengan sifat kebohongan memutar balik fakta dan tega membunuh sesamanya, hatinya keras cermin dari sifat-sifat AMMAROH, bengis dan suka menerkam orang lain bagaikan binatang yg buas!



Sebelum kita kedatangan sesosok MALAIKAT yang melenyapkan segala kelezatan, menghentikan segala macam bentuk nafsu syahwat, memporak-porandakan perhimpunan dan membuat sepi penghuni rumah serta membuat ramai suasana alam kubur, dan yang membuat diri kita pisah dengan orang-orang yang kita cintai!


Mari kita koreksi selama ini jejak-jejak langkah-langkah kita mengarah kemana?

Kepada kebahagiaan ataukah kepada kesengsaraan untuk selama-lamanya?

Ingat "HIDUP SEKALI HARUS BERARTI JANGAN SAMPAI TERSESAT DI JALAN"..!!!


Ukirlah kenangan hidupmu sebaik mungkin, karena hidup hakekatnya menulis sejarah!

Jika engkau baik maka selamanya kau terkenang kebaikan pula, tetapi apabila buruk maka keburukkanmu akan terkenang pula selamanya dan menjadi berita bagi anak cucumu kelak!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar