Risalah utama yang diberikan oleh
Allah kepada para Rasul untuk disampaikan kepada umat manusia adalah tauhid
kepada Allah dan ibadah kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
"Dan Kami tidak mengutus seorang
Rasulpun kepada kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasannya tidak ada
Tuhan melainkan Aku maka sembahlah Aku" (QS. Al-Anbiya: 25).
Tauhid yang diartikulasikan dalam
ungkapan Tiada Tuhan selain Allah merupakan landasan akidah bagi ibadah kepada
Allah sehingga ibadah dalam implementasinya tidak terkontaminasi dengan
berbagai bentuk syirik dan hanya diperuntukkan bagi Allah SWT.
Ibadah juga merupakan salah satu
karakteristik orang yang bertaqwa lantaran ibadah inilah yang menjadi tujuan
diciptakannya manusia:
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin
dan manusia kecuali untuk beribadah" (QS. Al-Dzariyat: 56).
Ayat Alqur'an diatas sekalipun ungkapannya
pendek ,akan tetapi mengandung sebuah hakekat yang amat besar penting. Karena
kehidupan manusia di muka bumi ini tidak akan menjadi benar dan mapan tanpa
memahami hakekat itu dengan benar, baik dalam kehidupan pribadi atau sosial,
bahkan dalam kehidupan manusia secara keseluruhan. Hakekat tersebut adalah
ibadah kepada Allah swt.
Dalam perspektif Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, ibadah diartikan sebagai segala sesuatu yang diridoi Allah swt dalam
bentuk ucapan dan perbuatan lahir atau batin. Pengertian ini mencakup shalat,
puasa, zakat, haji, menunaikan tugas, berbuat baik kepada orang
tua,silaturrahmi, amar ma'ruh nahi munkar, berjuang mempertahankan agama,
bersikap baik dengan tetangga, anak yatim, fakir miskin dan amalan-amalan
lainnya.
Dari uraian diatas bisa difahami bahwa
ibadah tidaklah sekadar mencakup salat, puasa dan semisalnya. Tetapi ibadah
meliputi totalitas kehidupan manusia, baik sisi ekonomi, sosial, pokitik,
budaya dn lainnya. Bahkan lebih dari itu, dalam pandangan Islam, amalan-amalan
mubah, seperti makan, minum, tidur, rekreasi dan sebagainya bisa berubah
menjadi amal ibadah manakala amalan tersebut dilakukan guna mencari keridoan
Allah swt dan tidak dicampurbaurkan dengan kemungkaran. Dengan memasukan segala
aspek kehidupan manusia kedalam ibadah, maka seorang muslim bias
mempersembahkan segenap hidupnya untuk beribadah kepada Allah swt.
"Katakanlah sesungguhnya salatku,
ibadahmu, hidupku dan matiku semata untuk Allah Dzat Penguasa alam
semesta" (QS. Al-An'am: 162).
Dari sinilah, maka predikat ahli
ibadah bisa dan harus diraih oleh setiap muslim dari segala profesi dan lapisan
dalam masyarakat, oleh rakyat atau pejabat,ilmuan atau ustadz, tua atau muda,
pria atau wanitadan si kaya atau si papa.
Dampak Salah Faham
Salah faham terhadap konsep ibadah
yang komprehensif tersebut, misalnya dengan mengartikan ibadah hanya pada
ibadah ritual semata seperti salat dan puasa mengakibatkan kerugian terhadap
diri manusia karena ia tidak bisa menjadikan segenap hidupnya untuk beribadah
kepada Allah swt.
Di sisi lain, dengan mengartikan
ibadah pada ibadah ritual semata, berdampak pada pemisahan kehidupan ekonomi,
politik, sosial, budaya dan sisi-sisi lain seorang muslim, jauh dari tuntunan
agama. Seakan sisi-sisi tersebut tidak memerlukan tuntunan agama, padahal Islam
mengatur segala sisi kehidupan manusia.
Makanya, tidaklah heran manakala kita
menyaksikan banyak kasus yang menyedihkan, dimana banyak orang rajin melakukan
salat, puasa, haji bahkan lebih dari satu kali serta tekun melakukan
salat-salat sunah, akan tetapi manakala ditengok kehidupan sosial, politik dan
ekonominya, ia jauh dari tuntunan agama.
Dalam berinteraksi dengan tetangga dan
kerabat kerja, ia bersikap kasar. Dengan sesama muslim, ia tidak mengikuti
jejak para sahabat yang keras terhadap orang kafir dan sayang terhadap
sesamanya, tetapi sebaliknya keras terhadap sesama muslim apalagi yang tidak
sefaham, tetapi bersikap sayang dan hormat terhadap orang-orang kafir.
Dalam mencari rizki, ia seringkali
menghalalkan segala cara, ia tak peduli dengan makanan yang dikonsumsinya,
apakah diperoleh dengan cara halal atau haram, yang penting baginya adalah
empat sehat lima sempurnya. Unsur halal tidak pernah menjadi pertimbangannya.
Dalam kehidupan politik, ia tidak memiliki kemauan untuk mengadopsi kepentingan
Islam dan kaum muslimin yang merupakan kewajiban setiap muslim dan bahkan
menjadikan non muslim sebagai pemimpinnya.
Dampak lain dari salah faham terhadap
konsep ibadah adalah ketidak pedulian terhadap lingkungan. Seorang muslim yang
melihat ibadah hanya terfokus pada ibadah ritual semata seringkali tidak
memperhatikan dan tidak melihat bahwa umat Islam sekarang ini tengah dalam
gempuran budaya, informasi dan ghazwul fikri atau serangan pemikiran dari
berbagai penjuru dunia yang berseberangan dengan tuntunan Islam, baik itu lewat
media elektronik atau media cetak.
Kondisi seperti ini mengakibatkan
banyak diantara kita, anak-anak, kawula muda dan bahkan orang tua yang tidak
mengenal tuntunan agamanya dengar benar dan memadai. Banyak diantara kita yang
lebih dekat dengan majalah hiburan dari pada Alqur'an, banyak yang lebih
mengenal bintang sinetron yang berperilaku bebas dari pada sirah atau sejarah
Rasulullah saw dan para sahabatnya sebagai pembawa risalah Islam. Maka tidaklah
heran banyak diantara generasi muda dan tua terpuruk kedalam kubangan dekadensi
moral dalam berbagai bentuknya.
Perjudian, narkoba dan prostitusi
merajalela dimana-mana, seakan sudah menjadi gaya hidup yang harus diterima
secara wajar. Sementara seks bebas dan aborsi dilakukan dengan enteng dan
gampang. Ribuan bayi yang diaborsi selama setahun terahir ini benar-benar
membuat bulu roma kita merinding.
Celakanya, tak sedikit diantara umat
Islam yang melatih putra-putrinya masuk ke dalam perangkap budaya negatif
dengan membiarkan anak-anak mereka berpakaian ketat dan terbuka atau mendorong
anaknya jadi anak gaul dalam pengertiannya yang negatif.
Bahkan terkadang ada orang tua yang
tidak senang kepada anaknya yang mengaplikasikan ajaran Islam secara baik dan
benar. Prilaku yang demikian merupakan salah satu sebab yang menjadikan umat
Islam dalam posisi lemah dan tidak berbobot dalam panggung masyarakat dunia.
Sejarah membuktikan, bahwa umat Islam akan jaya dan maju manakala mereka
menjalankan tuntunan agamanya dengan benar dan komprehnsif. Sebaliknya, umat
Islam akan mundur dan hancur apabila mereka jauh dari ajaran agamanya. Namun
demikian banyak umat Islam yang bersikap masa bodoh dengan segala kelemahan dan
keterpurukan yang menimpa umat Islam.
Merekapun seringkali bersikap masa
bodoh terhadap kemungkaran yang merajalela lewat berbagai sarana yang main hari
makin canggih. Mereka cukup puas dengan salat dan puasa. Seakan ibadah hanya
boleh hidup dalam mesjid saja. Sedangkan di luar mesjid, dipasar, di kantor,di
media massa, ibaadah tidak memiliki tempat baginya, bahkan terkadang mereka
menjadi pendukung kemungkaran. Apabila kondisi seperti ini menguasai keadaan,
maka kita menunggu apa yang telah diprediksikan oleh Rasulullah saw dalam salah
satu haditsnya seperti yang diriwayatkan oleh Zainab ra, isteri Rasulullah saw,
bahwa pada suatu hari Rasulullah saw datang kepadanya dengan wajah sedih dan
bertutur:
"Celaka bagi orang Arab karena
kejahatan yang dilakukannya. Nanti, pada suatu saat mereka pasti akan mengalami
kehancuran."
Lalu Zainab bertanya: Apakah semua
akan dihancurkan, sedangkan diantara mereka ada yang tetap saleh?
Rasulullah saw menjawab: ya, apabila
kefasikan dan kejahatan mereka sudah merata dan orang Islam sudah tidak lagi
melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar'.
Di tengah arus globalisasi yang begitu
dahsyat yang membawa nilai-nilai positif dan negatif, upaya pemeliharaan dan
peningkatan komitmen seorang muslim terhadap ibadah kepada Allah swt sebagai
tugas utamanya bukanlah hal yang mudah.
Ia memerlukan kesabaran yang prima dan
lingkungan yang kondusif yang mendukungnya, sehingga ia bisa tetap eksis dan
hidup dengan keimanannya yang aktif dan dinamis yang buah positifnya memancar
dalam kehidupan keseharian, dan ia tetap berpegang teguh bahkan bangga dalam
mengikuti ajaran dan sunnah Rasulullah saw sehingga ia berhak memperoleh
predikat orang yang berbahagia dalam pandangan Rasulullah saw sebagaimana
disabdakan oleh beliau:
"Berbahagialah orang yang
melihatku dan beriman kepadaku dan berbahagialah, berbahagialah dan
berbahagialah orang yang tidak melihatku tetapi beriman kepadaku.
Oleh: Imron Zabidi, MA, M.Phil
Aldakwah.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar