Selasa, 19 Mei 2009

Totalitas Ibadah





Risalah utama yang diberikan oleh Allah kepada para Rasul untuk disampaikan kepada umat manusia adalah tauhid kepada Allah dan ibadah kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun kepada kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Aku maka sembahlah Aku" (QS. Al-Anbiya: 25).

Tauhid yang diartikulasikan dalam ungkapan Tiada Tuhan selain Allah merupakan landasan akidah bagi ibadah kepada Allah sehingga ibadah dalam implementasinya tidak terkontaminasi dengan berbagai bentuk syirik dan hanya diperuntukkan bagi Allah SWT.
Ibadah juga merupakan salah satu karakteristik orang yang bertaqwa lantaran ibadah inilah yang menjadi tujuan diciptakannya manusia:

"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah" (QS. Al-Dzariyat: 56).

Ayat Alqur'an diatas sekalipun ungkapannya pendek ,akan tetapi mengandung sebuah hakekat yang amat besar penting. Karena kehidupan manusia di muka bumi ini tidak akan menjadi benar dan mapan tanpa memahami hakekat itu dengan benar, baik dalam kehidupan pribadi atau sosial, bahkan dalam kehidupan manusia secara keseluruhan. Hakekat tersebut adalah ibadah kepada Allah swt.

Dalam perspektif Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ibadah diartikan sebagai segala sesuatu yang diridoi Allah swt dalam bentuk ucapan dan perbuatan lahir atau batin. Pengertian ini mencakup shalat, puasa, zakat, haji, menunaikan tugas, berbuat baik kepada orang tua,silaturrahmi, amar ma'ruh nahi munkar, berjuang mempertahankan agama, bersikap baik dengan tetangga, anak yatim, fakir miskin dan amalan-amalan lainnya.

Dari uraian diatas bisa difahami bahwa ibadah tidaklah sekadar mencakup salat, puasa dan semisalnya. Tetapi ibadah meliputi totalitas kehidupan manusia, baik sisi ekonomi, sosial, pokitik, budaya dn lainnya. Bahkan lebih dari itu, dalam pandangan Islam, amalan-amalan mubah, seperti makan, minum, tidur, rekreasi dan sebagainya bisa berubah menjadi amal ibadah manakala amalan tersebut dilakukan guna mencari keridoan Allah swt dan tidak dicampurbaurkan dengan kemungkaran. Dengan memasukan segala aspek kehidupan manusia kedalam ibadah, maka seorang muslim bias mempersembahkan segenap hidupnya untuk beribadah kepada Allah swt.

"Katakanlah sesungguhnya salatku, ibadahmu, hidupku dan matiku semata untuk Allah Dzat Penguasa alam semesta" (QS. Al-An'am: 162).

Dari sinilah, maka predikat ahli ibadah bisa dan harus diraih oleh setiap muslim dari segala profesi dan lapisan dalam masyarakat, oleh rakyat atau pejabat,ilmuan atau ustadz, tua atau muda, pria atau wanitadan si kaya atau si papa.

Dampak Salah Faham

Salah faham terhadap konsep ibadah yang komprehensif tersebut, misalnya dengan mengartikan ibadah hanya pada ibadah ritual semata seperti salat dan puasa mengakibatkan kerugian terhadap diri manusia karena ia tidak bisa menjadikan segenap hidupnya untuk beribadah kepada Allah swt.

Di sisi lain, dengan mengartikan ibadah pada ibadah ritual semata, berdampak pada pemisahan kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya dan sisi-sisi lain seorang muslim, jauh dari tuntunan agama. Seakan sisi-sisi tersebut tidak memerlukan tuntunan agama, padahal Islam mengatur segala sisi kehidupan manusia.

Makanya, tidaklah heran manakala kita menyaksikan banyak kasus yang menyedihkan, dimana banyak orang rajin melakukan salat, puasa, haji bahkan lebih dari satu kali serta tekun melakukan salat-salat sunah, akan tetapi manakala ditengok kehidupan sosial, politik dan ekonominya, ia jauh dari tuntunan agama.

Dalam berinteraksi dengan tetangga dan kerabat kerja, ia bersikap kasar. Dengan sesama muslim, ia tidak mengikuti jejak para sahabat yang keras terhadap orang kafir dan sayang terhadap sesamanya, tetapi sebaliknya keras terhadap sesama muslim apalagi yang tidak sefaham, tetapi bersikap sayang dan hormat terhadap orang-orang kafir.

Dalam mencari rizki, ia seringkali menghalalkan segala cara, ia tak peduli dengan makanan yang dikonsumsinya, apakah diperoleh dengan cara halal atau haram, yang penting baginya adalah empat sehat lima sempurnya. Unsur halal tidak pernah menjadi pertimbangannya. Dalam kehidupan politik, ia tidak memiliki kemauan untuk mengadopsi kepentingan Islam dan kaum muslimin yang merupakan kewajiban setiap muslim dan bahkan menjadikan non muslim sebagai pemimpinnya.

Dampak lain dari salah faham terhadap konsep ibadah adalah ketidak pedulian terhadap lingkungan. Seorang muslim yang melihat ibadah hanya terfokus pada ibadah ritual semata seringkali tidak memperhatikan dan tidak melihat bahwa umat Islam sekarang ini tengah dalam gempuran budaya, informasi dan ghazwul fikri atau serangan pemikiran dari berbagai penjuru dunia yang berseberangan dengan tuntunan Islam, baik itu lewat media elektronik atau media cetak.

Kondisi seperti ini mengakibatkan banyak diantara kita, anak-anak, kawula muda dan bahkan orang tua yang tidak mengenal tuntunan agamanya dengar benar dan memadai. Banyak diantara kita yang lebih dekat dengan majalah hiburan dari pada Alqur'an, banyak yang lebih mengenal bintang sinetron yang berperilaku bebas dari pada sirah atau sejarah Rasulullah saw dan para sahabatnya sebagai pembawa risalah Islam. Maka tidaklah heran banyak diantara generasi muda dan tua terpuruk kedalam kubangan dekadensi moral dalam berbagai bentuknya.

Perjudian, narkoba dan prostitusi merajalela dimana-mana, seakan sudah menjadi gaya hidup yang harus diterima secara wajar. Sementara seks bebas dan aborsi dilakukan dengan enteng dan gampang. Ribuan bayi yang diaborsi selama setahun terahir ini benar-benar membuat bulu roma kita merinding.

Celakanya, tak sedikit diantara umat Islam yang melatih putra-putrinya masuk ke dalam perangkap budaya negatif dengan membiarkan anak-anak mereka berpakaian ketat dan terbuka atau mendorong anaknya jadi anak gaul dalam pengertiannya yang negatif.

Bahkan terkadang ada orang tua yang tidak senang kepada anaknya yang mengaplikasikan ajaran Islam secara baik dan benar. Prilaku yang demikian merupakan salah satu sebab yang menjadikan umat Islam dalam posisi lemah dan tidak berbobot dalam panggung masyarakat dunia. Sejarah membuktikan, bahwa umat Islam akan jaya dan maju manakala mereka menjalankan tuntunan agamanya dengan benar dan komprehnsif. Sebaliknya, umat Islam akan mundur dan hancur apabila mereka jauh dari ajaran agamanya. Namun demikian banyak umat Islam yang bersikap masa bodoh dengan segala kelemahan dan keterpurukan yang menimpa umat Islam.

Merekapun seringkali bersikap masa bodoh terhadap kemungkaran yang merajalela lewat berbagai sarana yang main hari makin canggih. Mereka cukup puas dengan salat dan puasa. Seakan ibadah hanya boleh hidup dalam mesjid saja. Sedangkan di luar mesjid, dipasar, di kantor,di media massa, ibaadah tidak memiliki tempat baginya, bahkan terkadang mereka menjadi pendukung kemungkaran. Apabila kondisi seperti ini menguasai keadaan, maka kita menunggu apa yang telah diprediksikan oleh Rasulullah saw dalam salah satu haditsnya seperti yang diriwayatkan oleh Zainab ra, isteri Rasulullah saw, bahwa pada suatu hari Rasulullah saw datang kepadanya dengan wajah sedih dan bertutur:

"Celaka bagi orang Arab karena kejahatan yang dilakukannya. Nanti, pada suatu saat mereka pasti akan mengalami kehancuran."

Lalu Zainab bertanya: Apakah semua akan dihancurkan, sedangkan diantara mereka ada yang tetap saleh?

Rasulullah saw menjawab: ya, apabila kefasikan dan kejahatan mereka sudah merata dan orang Islam sudah tidak lagi melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar'.

Di tengah arus globalisasi yang begitu dahsyat yang membawa nilai-nilai positif dan negatif, upaya pemeliharaan dan peningkatan komitmen seorang muslim terhadap ibadah kepada Allah swt sebagai tugas utamanya bukanlah hal yang mudah.

Ia memerlukan kesabaran yang prima dan lingkungan yang kondusif yang mendukungnya, sehingga ia bisa tetap eksis dan hidup dengan keimanannya yang aktif dan dinamis yang buah positifnya memancar dalam kehidupan keseharian, dan ia tetap berpegang teguh bahkan bangga dalam mengikuti ajaran dan sunnah Rasulullah saw sehingga ia berhak memperoleh predikat orang yang berbahagia dalam pandangan Rasulullah saw sebagaimana disabdakan oleh beliau:

"Berbahagialah orang yang melihatku dan beriman kepadaku dan berbahagialah, berbahagialah dan berbahagialah orang yang tidak melihatku tetapi beriman kepadaku.


Oleh: Imron Zabidi, MA, M.Phil
Aldakwah.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar