Kamis, 07 Mei 2009

Aku Bersama Kitabullah


Minggu, 08 Juni 2008 @ 08:58:53
Oleh: Aidil Heryana, S.Sos


“Aku bukan ulama, aku seorang politisi dan aku melakukan apa yang dilakukan oleh seorang politisi, yaitu mengesahkan undang-undang untuk membantu bangsa ini,” kata Keith mengomentari pernyataan-pernyataan miring terhadap dirinya.

Keputusan Keith Ellison untuk menggunakan kitab suci sesuai agama yang dianutnya menimbulkan kritik dan protes dari banyak pihak yang meyakini tak ada lagi kitab suci lainnya yang dapat digunakan dalam sumpah pelantikan anggota Kongres selain kitab suci agama mayoritas penduduk Amerika (Serikat).

“Inilah kitab suci yang aku baca setiap hari! Kitab yang mengilhamiku,” ujar Keith, yang memeluk agama Islam dari sebelumnya Katolik saat masih mahasiswa. Keinginannya disumpah dengan Al-Qur’an yang diumumkan menyusul kemenangannya pada Nopember lalu memicu kontroversi, terutama dari kalangan konservatif dan sejumlah komentator.

Keith Ellison, seorang muslim Amerika Afrika membuat kejutan dalam kancah perpolitikan Amerika. Di tengah penatnya kebijakan anti-Islam Presiden George W. Bush yang sudah tidak populis di mata rakyatnya sekarang. Rakyat Amerika telah dibuai Bush dengan isu terorisme internasional yang didalangi oleh Islam. Sehingga Islam tersudutkan dengan stigmatisasi agama kekerasan. Di tengah situasi seperti itu, Keith Ellison yang memeluk Islam saat menjadi mahasiswa muncul selaku anggota Kongres AS pertama yang beragama Islam, pada pemilihan anggota Kongres Amerika November lalu.

Kemunculannya pada pemilu kemarin melalui Partai Demokrat telah membuat banyak pihak terperanjat. Betapa tidak! Ellison muncul saat masyarakatnya dibuai propaganda anti Islam yang sangat negatif. Belum pernah terjadi sejak Amerika merdeka 200 tahun lalu, udara phobia Islam menyelubungi negara itu dan dunia dibandingkan dengan saat berkuasanya Bush yang melancarkan perang terhadap Afghanistan dan Iraq.

Seruan Bush untuk menghidupkan ‘crusade’ selepas peristiwa 11 September 2001 memunculkan rasa kebencian terhadap Islam hingga ada kuturunan Sikh di Amerika dibunuh karena disangka Islam lantaran dia bersurban. Berturut-turut terjadi serentetan black propaganda dilancarkan seperti karikatur Nabi Muhammad saw. oleh koran Denmark dan terakhir apa yang ditudingkan Paus Benedict tentang perkataan raja Konstantine prihal Nabi Muhammad saw sebagai pembawa agama kekerasan.

Apakah hal itu disengaja atau kebetulan saja, semuanya yang jelas telah menyulut api phobia orang kulit putih tentang Islam terutama di Amerika. Api kemarahan terhadap upaya memperkaya uranium oleh Iran di kalangan Amerika dan Eropa sebenarnya juga berangkat dari semangat anti-Islam itu.

Dalam suasana campur aduk antara phobia Islam dan kemarahan Bush itulah Keith Ellison tampil dalam kampanye untuk calon bagi Partai Demokrat pada pemilihan anggota Kongres. Dia seorang Amerika Afrika dan beragama Islam. Kemunculannya lebih menonjolkan sosok Islamnya.

Sikap Partai Demokrat sejak semula lebih terbuka dalam isu kelompok dan agama dibandingkan Partai Republik. Walaupun ada orang kulit hitam yang berkiprah di kongres dan politik Amerika, sudah barang tentu itu bukanlah suatu yang mudah. Penerimaan terhadap orang kulit hitam itu lebih mudah jika dibandingkan dengan orang yang beragama Islam.

Berbeda dengan Keith dia berhasil menjadi calon partai itu untuk pemilihan anggota Kongres. Isu Islam kian mengental dalam kampanye pemilihan angota Kongres itu. Anehnya calon dari kalangan Yahudi tidak menjadi isu sejak sekian lama, baru sekali ini seorang Islam menjadi calon, tetapi menimbulkan reaksi yang keras.

Selanjutnya Keith membuat kejutan, dia menjadi muslim pertama dari Partai Demokrat asal Minnesota. “Aku seperti mimpi menjadi salah satu dari 435 anggota Kongres yang baru di sebuah Negara yang mayoritas Nasrani.” Ujar Keith saat usai pelantikan anggota legislatif November lalu.

Kalau Partai Demokrat menerima dia sebagai seorang muslim, maka rakyat Amerikapun di daerah pemilihannya memilihnya meski dia orang Islam. Tidak kecuali warga kulit putih, Protestan, Katholik bahkan Yahudi tidak menghalangi memilih seorang calon beragama Islam.

Hal itu lebih dikarenakan kekesalan rakyat atas kepala batunya Bush, pengaruh antiperang dan kejenuhan atas propaganda yang mengatasnamakan anti terorisme yang sebenarnya anti-Islam. Pengaruh anti-Bush itu lebih menonjol dibanding phobia terhadap Islam.

Sebagai seorang muslim ada keinginan luhur yang terpendam. Sebuah keinginan sederhana yang muncul begitu saja saat dirinya yakin akan tampil sebagai public figure, yakni ingin menyemai Islam di negerinya! Ingin menepis tudingan miring terhadap Islam yang dianutnya. Dia seakan ingin mengatakan kepada Amerika! Kepada dunia internasional tentang Islam yang rahmatan lil ‘alamin. “Inilah kitab suci yang aku baca setiap hari! Kitab yang mengilhamiku,” ujar Keith mantab.

Tidak pernah ada dalam sejarah Kongres sejak merdeka dan sejak Amerika didirikan, seorang angota Kongres menggunakan kitab lain selain Bible sewaktu mengangkat sumpah. Banyak orang Yahudi menjadi anggota Kongres tetapi mereka tidak menggunakan kitab sucinya. Tetapi mengapa ada seorang Islam ini mesti menggunakan Al-Qur’an?

Keith Ellison berdalih, Islam adalah agamanya, maka dia mesti menggunakan kitab suci agamanya. Yahudi tidak menggunakan kitabnya masalahnya adalah ketika Kongres pertama kali didirikan, rakyat masih dipengaruhi rasa anti-Sematik yaitu anti-Yahudi. Baru sesudah usai perang dunia kedua anti-Sematik itu reda.

Bagi Yahudi menyembunyikan isu agama itu jauh lebih penting sebagai upaya untuk mengusai rakyat, ekonomi, politik, militer dan sebagainya. Seandainya mereka ngotot ingin menggunakan kitabnya, boleh jadi memunculkan kembali semangat anti-Sematik.

Meski mengaku sebagai negara paling demokratis dan menghormati hak asasi manusia, pada kenyataannya masih banyak pejabat AS yang kerap melontarkan pernyataan yang tidak demokratis, bahkan terkesan paranoid, khususnya terkait dengan Islam dan umat Islam.

Baru-baru ini, seorang anggota legislatif AS, Virgil Goode mengatakan bahwa terpilihnya Keith Ellison, warga Muslim pertama AS yang berhasil menjadi anggota senat, membahayakan “nilai-nilai dan keyakinan tradisional AS.” Pernyataan itu disampaikan dalam surat Goode kepada seorang rekannya.

Virgil Goode, salah satu anggota Kongres yang menentang permintaan Ellison, mengatakan, keinginan politikus 43 tahun itu tidak sesuai dengan tradisi AS. Karena itu, dia berusaha menggagalkan keinginan Ellison tersebut dengan menggalang dukungan dari anggota-anggota Kongres yang lain. Menurut dia, Ellison tetap harus menjalani upacara pelantikan dan mengikrarkan sumpahnya melalui cara yang sama dengan anggota-anggota Kongres yang lain.

Dalam surat yang ditujukan kepada para konstituennya, Goode menyatakan kekhawatirannya atas pengaruh budaya imigran terhadap nilai-nilai tradisi AS. “Jika kita tidak menerapkan kebijakan imigrasi yang ketat, saya khawatir tradisi AS akan terkikis dengan lebih banyaknya Muslim yang tinggal di negeri ini pada abad mendatang. Karena itu, kita perlu melindungi tradisi yang ada,” papar Goode dalam suratnya.

Council on American-Islamic Relations (CAIR) menilai pernyataan itu merupakan sikap tidak toleran yang seharusnya tidak ditunjukkan oleh orang yang sudah terpilih sebagai perwakilan publik. Dalam pernyataan resminya, Direktur Legislasi Nasional CAIR, Corey Saylor mengatakan, tidak ada alasan yang bisa diterima atas pernyataan tersebut.

“Perwakilan dari Minnesota yang kebetulan seorang Muslim dipilih oleh para pemilih di distrik tersebut. Jika warga Amerika sadar dan tidak mengadopsi sikap Goode terhadap masalah imigrasi, rasanya akan lebih banyak lagi warga Muslim yang akan terpilih dan meminta agar Al-Qur’an digunakan dalam acara pengambilan sumpah,” kata Saylor.

Saylor menyatakan hal itu, karena Goode adalah orang yang menginginkan untuk menghentikan secara total masuknya imigran ilegal dan mengurangi masuknya imigran legal ke AS.

“Saya takut di abad mendatang kita akan memiliki lebih banyak lagi warga Muslim di AS, jika kita tidak memberlakukan kebijakan imigrasi yang ketat. Saya meyakini sangat penting untuk menjaga nilai-nilai dan keyakinan tradisional di AS dan mencegah agar sumber-sumber daya kita tidak tenggelam,” tukas Goode.

Saat ini ada sekitar enam sampai tujuh juta warga Muslim di AS, atau kurang dari 3 persen dari 300 juta jumlah total penduduk AS.

Sebelum Goode, pejabat AS lainnya, anggota United States Holocaust Memorial Council, Dennis Prager, menyebut keinginan Ellison agar disumpah dengan Al-Qur’an dalam acara pelantikannya sebagai anggota senat, sebagai tindakan yang “merongrong peradaban AS.”

Bagaimana mereka bisa menuduhku seperti itu? Padahal aku bukan imigran. Aku adalah orang Amerika-Afrika,” tegas Keith. Ia menyatakan, nenek moyangnya sudah tinggal di AS sejak 1742.

“Aku akan menunjukkan padanya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Faktanya, ada banyak keyakinan yang berbeda-beda, banyak warna yang berbeda dan banyak budaya yang berbeda di AS, menjadi kekuatan yang hebat,” tegas Keith lagi. Dan ternyata sikapku juga banyak yang mendukung tidak kalah dukungan datang dari seorang pengurus Council on American-Islamic Relations (CAIR) menilai pernyataan itu merupakan sikap tidak toleran yang seharusnya tidak ditunjukkan oleh orang yang sudah terpilih sebagai perwakilan publik. Dalam pernyataan resminya, Direktur Legislasi Nasional CAIR, Corey Saylor mengatakan, tidak ada alasan yang bisa diterima atas pernyataan tersebut.

“Perwakilan dari Minnesota yang kebetulan seorang Muslim dipilih oleh para pemilih di distrik tersebut. Jika warga Amerika sadar dan tidak mengadopsi sikap Goode terhadap masalah imigrasi, rasanya akan lebih banyak lagi warga Muslim yang akan terpilih dan meminta agar Al-Qur’an digunakan dalam acara pengambilan sumpah,” kata Saylor.

Saylor menyatakan hal itu, karena Goode adalah orang yang menginginkan untuk menghentikan secara total masuknya imigran ilegal dan mengurangi masuknya imigran legal ke AS.

Anggota legislatif lainnya, Bill Pascell Jr dalam suratnya pada Goode menyatakan kecewa termasuk pada surat yang ditulis oleh konstituen Goode yang memberikan komentar miring soal keinginan Ellison disumpah dengan Al-Qur’an.

Pascell mengatakan, konstitusi AS melarang menyinggung hal-hal yang berbau agama di antara anggota Kongres. Penggunaan Injil atau Al-Qur’an hanya dilakukan dalam event-event bersifat terbatas yang dilakukan setelah anggota legislatif secara resmi diambil sumpahnya.

“Keith Ellison adalah contoh warga Muslim AS yang paling baik dan dia tidak perlu menjawab pada Anda, pada saya atau siapa pun terkait dengan keyakinannya,” kata Pascell.

Ia meminta Goode untuk merangkul warga Muslim di Virginia, daerah pemilihannya dan belajar untuk “membuang jauh-jauh pandangan-pandangan yang salah daripada mencuatkannya ke permukaan.”

“Saya menunggu untuk bersahabat dengan Goode, atau paling tidak lebih mengenalnya,” sambung Ellison yang sejak terpilih menjadi anggota senat sering menerima pesan dan telepon berisi ancaman akan dibunuh.

“Saya akan menunjukkan padanya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Faktanya, ada banyak keyakinan yang berbeda-beda, banyak warna yang berbeda dan banyak budaya yang berbeda di AS, menjadi kekuatan yang hebat,” tegas Ellison lagi.

Keith Ellison cuma ingin melihat sesuatu yang perlu dilengkapi pada masyarakatnya, pada negaranya yang dicintai. Yaitu sebuah kehidupan religius. Kehidupan yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan. Selama ini nuansa itu seakan hilang dari kehidupan masyarakatnya. Mereka tenggelam dalam semangat sekularistik.

Keith menilai upacara pelantikan anggota Kongres kurang religius. Biasanya, anggota Kongres yang disumpah bebas memilih untuk menempatkan tangan mereka di atas Alkitab, Kitab Taurat ataupun Kitab Mormon. “Saya rasa, belum pernah ada upacara pengambilan sumpah yang secara serius memperhatikan teks-teks religius yang tertulis dalam kitab tersebut. Karena itu, marilah kita mulai memusatkan perhatian pada teks-teks religius yang bisa mempersatukan kita,” serunya.

Walau bagaimanapun kemauan Keith dapat dibenarkan. Dia tidak menggunakan naskah Al-Qur’an tetapi dia bersumpah dengan terjemahan Al-Qur’an koleksi Thomas Jefferson, Presiden Amerika yang ketiga yang tersimpan dalam perpustakaan Kongres.

“Nanti, dalam upacara pelantikan pribadi, aku akan mengucapkan sumpah sambil meletakkan tanganku di atas kitab suci yang menjadi dasar keyakinanku, yakni Islam. Perbedaan yang ada di negara kita adalah sesuatu yang agung. Kita harus merengkuh perbedaan itu. Tidak perlu takut,” papar tokoh Demokrat asal Minnesota itu. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar